
Sumber: akcdn.detik.net.id
Prabowo Desak Perampasan Aset Koruptor, DPR Dinilai Lamban
Jakarta — Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, sebagai langkah strategis dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam pidato Prabowo saat menghadiri peringatan Hari Buruh di Monas, Jakarta, pada 1 Mei 2025. “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak aja, udah nyolong, nggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja itu,” tegasnya di hadapan ribuan buruh (Kompas.com, 1 Mei 2025).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Yusril Ihza Mahendra, juga menegaskan bahwa pemerintah siap membahas RUU ini bersama DPR. “Pemerintah siap kapan saja untuk membahas, karena ini merupakan kebutuhan untuk memperkuat instrumen hukum kita,” kata Yusril seperti dikutip dari Indonesia.go.id (2 Mei 2025). Ia menambahkan, undang-undang ini dibutuhkan agar hakim bisa langsung memutuskan penyitaan aset tanpa harus menunggu proses pidana selesai.
Dukungan juga datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyatakan bahwa pengesahan RUU ini akan mempercepat pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi. "Kami menilai ini adalah instrumen penting untuk merampas hasil kejahatan, bahkan tanpa harus memenjarakan pelaku terlebih dahulu," kata Ghufron (Kompas.com, 5 Mei 2025).
Namun di DPR, proses pembahasan RUU masih terkendala. Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, Adies Kadir, menyatakan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset baru akan dilanjutkan setelah revisi KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) selesai. “Kami tidak ingin overlapping regulasi. RUU ini menunggu sinkronisasi agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan,” ujarnya kepada Kompas.com (5 Mei 2025).
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai bahwa pernyataan tegas dari Presiden Prabowo adalah sinyal politik yang kuat. “Ini bisa menjadi momentum untuk mendorong DPR agar tidak lagi menunda-nunda pembahasan,” kata Yudi seperti dikutip dari Detik.com (5 Mei 2025).
RUU Perampasan Aset sebenarnya telah dibahas sejak 2003, namun hingga kini belum juga disahkan. RUU ini masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2025–2029, namun tidak termasuk dalam daftar prioritas 2025.
Sejumlah lembaga antikorupsi seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) mendesak DPR agar menjadikan RUU ini sebagai prioritas utama. Tanpa aturan yang tegas, aset koruptor terus mengendap dan sulit ditelusuri kembali. Seperti disebutkan ICW dalam siaran pers 2024, “Negara kehilangan lebih dari Rp100 triliun akibat aset korupsi yang belum berhasil dirampas.”
Dengan dukungan dari Presiden, KPK, dan berbagai elemen masyarakat sipil, publik berharap pengesahan RUU ini tidak lagi tersandera oleh tarik menarik kepentingan politik di Senayan. Jika disahkan, Indonesia akan bergabung dengan negara-negara seperti Swiss, Inggris, dan Filipina yang telah lebih dulu menerapkan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan (non-conviction based asset forfeiture).
Penulis: Aisya
Editor : Windi Judithia
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Koperasi Desa Merah Putih: Terobosan atau Ilusi?
03 April 2025
Waktu Baca: 6 menit
Baca Selengkapnya →
Pentingnya Hak Kekayaan Intelektual di Era Digital...
15 April 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →
Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon Soal Pemer...
14 June 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →