Sumber: www.kinilegal.com
Eksepsi Error in Persona: Salah Pihak, Gugatan Auto Gagal!
Upaya penyelesaian sengketa perdata ditempuh melalui pengajuan gugatan ke pengadilan sebagai wujud tuntutan hak untuk memperoleh perlindungan hukum dan mencegah tindakan main hakim sendiri. Pihak yang merasa dirugikan bertindak sebagai Penggugat, sementara pihak yang didalilkan melanggar hak disebut Tergugat. Agar gugatan dapat diproses, surat gugatan harus memenuhi syarat formil dan materiil, termasuk tidak mengandung unsur error in persona, yaitu kekeliruan dalam menentukan pihak yang seharusnya terlibat dalam perkara.
Kekeliruan ini dapat berupa tidak terpenuhinya syarat pihak yang mengajukan gugatan (diskualifikasi in person), salah sasaran pihak yang digugat, maupun tidak lengkapnya pihak-pihak yang seharusnya ikut serta dalam suatu sengketa (plurium litis consortium).
Eksepsi sebagai Instrumen Menguji Keabsahan Gugatan
Berdasarkan salah satu kajian jurnal Yustitia, menjelaskan bahwa, Gugatan pada hakikatnya merupakan perkara yang memuat sengketa antara para pihak yang meminta pengadilan untuk memutus dan menyelesaikan konflik tersebut. Dalam praktik hukum acara perdata, gugatan umumnya melibatkan Penggugat dan Tergugat, di mana gugatan diajukan karena adanya dugaan pelanggaran hak atau kewajiban yang merugikan Penggugat.
Sudikno Mertokusumo mendefinisikan gugatan sebagai tuntutan perdata atas suatu hak yang dipersengketakan, yang diajukan untuk memperoleh perlindungan hukum dan mencegah tindakan main hakim sendiri (eigenrichting). Pandangan ini diperkuat oleh Retnowulan Sutantio, yang menekankan bahwa gugatan muncul ketika ada pihak yang merasa haknya dilanggar, namun pihak yang diduga melanggar tidak bersedia memenuhi tuntutan secara sukarela.
Misalnya, A merasa hak sewanya dilanggar oleh B dan menggugat ke pengadilan. B lalu mengajukan eksepsi bahwa gugatan diajukan di pengadilan yang salah. Jika eksepsi ini diterima, gugatan A langsung tidak dapat diterima.
Selanjutnya, Eksepsi merupakan istilah penting dalam proses peradilan yang merujuk pada keberatan atau penolakan yang diajukan terdakwa atau tergugat terhadap dakwaan atau gugatan, dengan alasan bahwa dokumen tersebut disusun secara tidak tepat dari segi prosedur, tanpa menyentuh benar atau tidaknya substansi tindak pidana atau sengketa yang didalilkan. Dalam konteks hukum acara, eksepsi memiliki makna yang sejalan dengan bantahan atau objection karena keduanya merupakan bentuk tangkisan terhadap aspek formil suatu perkara .
Maka, dalam penjelasan terkait dasar hukum Eksepsi error in persona memang tidak disebutkan secara eksplisit dalam HIR, tetapi memiliki dasar hukum yang jelas karena berkaitan dengan syarat sahnya para pihak dalam beracara. Prinsip ini tersirat dalam Pasal 118 HIR tentang penentuan pihak yang benar, Pasal 123 HIR mengenai keabsahan surat kuasa, serta Pasal 1320 KUHPerdata yang menegaskan pentingnya kecakapan hukum.
Jika gugatan diajukan oleh pihak yang tidak berhak, ditujukan kepada pihak yang tidak terkait, atau tidak melibatkan pihak yang seharusnya ikut digugat, maka gugatan mengandung cacat formil dan harus dinyatakan tidak dapat diterima. Yurisprudensi Mahkamah Agung juga konsisten menegaskan bahwa kesalahan penentuan pihak adalah cacat prosesual, sehingga menjadi dasar kuat pengajuan eksepsi error in persona.
Penerapan Error in Persona dan Yurisprudensi Terkait
Mengacu pada penjelasan M. Yahya Harahap dalam Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, eksepsi prosesual merupakan jenis eksepsi yang terkait dengan syarat formil gugatan atau dakwaan. Jika gugatan atau dakwaan mengandung cacat formil, maka dokumen tersebut dianggap tidak sah dan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) ( Hukumonline, 2025 ).
Konsep error in persona dalam hukum acara perdata pada dasarnya merujuk pada kekeliruan dalam menarik atau menempatkan pihak dalam suatu gugatan, baik sebagai penggugat maupun tergugat. M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa error in persona dapat terwujud dalam beberapa bentuk, seperti diskualifikasi in person, salah sasaran pihak yang digugat, serta gugatan kurang pihak (plurium litis consortium). Diskualifikasi in person terjadi apabila penggugat tidak memenuhi syarat sebagai subjek hukum, misalnya tidak memiliki hak untuk menggugat atau tidak cakap melakukan tindakan hukum seperti anak di bawah umur yang menggugat tanpa perwakilan orang tua atau wali (hukumexpert, 2023).
Adapun gugatan kurang pihak terjadi apabila pihak yang seharusnya dilibatkan baik sebagai penggugat maupun tergugat tidak dimasukkan dalam surat gugatan, seperti dalam Putusan MA No. 1125 K/Pdt/1984 di mana pihak ketiga bernama Oji seharusnya dilibatkan sebagai tergugat karena memiliki hubungan hukum langsung dengan objek sengketa.
Untuk memperkuat kedudukan konsep ini, sejumlah yurisprudensi Mahkamah Agung yang menjadi dasar hukum error in persona di antaranya:
1) Putusan MA No. 639 K/Sip/1975, yang menyatakan bahwa gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima apabila salah satu pihak tidak memiliki hubungan hukum dengan objek perkara.
2) Putusan MA No. 419 K/Pdt/1988, yang menegaskan bahwa apabila suatu perjanjian dibuat oleh suatu PT, maka gugatan terkait wanprestasi harus ditujukan kepada badan hukum PT, bukan kepada direktur secara pribadi.
3) Melalui klasifikasi dan dasar hukum tersebut, dapat dipahami bahwa eksepsi error in persona merupakan instrumen penting untuk memastikan ketepatan pihak dalam gugatan sehingga proses peradilan dapat berlangsung secara efektif, jelas, dan sesuai dengan prinsip formalitas hukum acara.
Selanjutnya mengutip dalam salah satu kajian Jurnal Yustitia, perkara perdata Nomor 817/Pdt.G/2023/PN Dps, Majelis Hakim menerima eksepsi tergugat terkait adanya error in persona dalam gugatan penggugat. Kekeliruan tersebut muncul akibat ketidaktepatan dalam menentukan pihak yang berperkara serta penggunaan surat kuasa yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 123 ayat (1) HIR.
Dalam putusan ditegaskan bahwa gugatan diajukan oleh pihak yang tidak sepenuhnya memiliki kedudukan hukum (legal standing), dan tidak melibatkan subjek hukum yang seharusnya turut digugat, sehingga hubungan hukum penggugat terhadap objek sengketa menjadi tidak jelas. Kondisi ini termasuk dalam kategori diskualifikasi pihak dan berpotensi menimbulkan kurang pihak (plurium litis consortium), yang dalam doktrin hukum acara perdata diklasifikasikan sebagai error in persona.
Kesimpulan
Eksepsi error in persona merupakan mekanisme vital dalam hukum acara perdata untuk menilai ketepatan pihak yang terlibat dalam suatu gugatan sebelum memasuki pemeriksaan pokok perkara. Ketidakcermatan dalam menentukan subjek hukum, baik berupa diskualifikasi in person, salah sasaran Tergugat, maupun kurang pihak, dapat menyebabkan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) dan mengakibatkan perkara berhenti pada aspek formil. Melalui yurisprudensi Mahkamah Agung dan sejumlah putusan pengadilan, terlihat bahwa error in persona tidak hanya menjadi hambatan teknis, tetapi juga menjamin tertib beracara dan perlindungan terhadap hak pihak lain yang seharusnya terlibat dalam sengketa. Dengan demikian, penyusun gugatan wajib memastikan kelengkapan dan ketepatan pihak sejak awal agar proses peradilan berjalan efektif, sah, dan selaras dengan asas keadilan prosedural.
Demikian artikel mengenai Eksepsi Error in Persona: Salah Pihak, Gugatan Auto Gagal!, semoga bermanfaat!
Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis.
Upaya penyelesaian sengketa perdata dilakukan melalui pengajuan gugatan ke pengadilan sebagai sarana perlindungan hukum, dengan syarat gugatan harus memenuhi ketentuan formil dan materiil, termasuk ketepatan para pihak agar terhindar dari error in persona. Error in persona merupakan kekeliruan dalam menentukan subjek hukum, yang dapat berupa diskualifikasi in person, salah sasaran tergugat, atau kurang pihak (plurium litis consortium), dan dapat diajukan serta diuji melalui eksepsi sebagai instrumen keberatan formil tanpa menyentuh pokok perkara. Meskipun tidak diatur secara eksplisit dalam HIR, error in persona memiliki dasar hukum yang kuat dan konsisten ditegaskan dalam doktrin serta yurisprudensi Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa kesalahan penentuan pihak merupakan cacat formil yang berakibat gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Oleh karena itu, eksepsi error in persona berfungsi penting untuk menjamin tertib beracara, kepastian hukum, dan perlindungan hak para pihak, sehingga penyusunan gugatan wajib dilakukan secara cermat sejak awal.
Referensi
Jurnal
PUSPITANINGRAT, I. Dewa Ayu Mas, Putu Chandra Kinandana Kayuan, dan I. Made Artha Rimbawa. “Niet Ontvankelijke Verklaard Dalam Putusan.” Jurnal Yustitia 18, no. 1 (2024): 32–44.
Musnadi, R. Amelia, dan A. Artaji. “Eksepsi Error in Persona terhadap Gugatan Hak Waris Ditinjau dari Hukum Positif di Indonesia pada Pengadilan Tinggi Agama.” COMSERVA: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 3, no. 10 (2024): 4216–4227.
Artikel Web
Tempo.co. “Daftar Presiden Indonesia yang Pernah Menjadi Pimpinan Partai Politik.” Tempo.co – Politik Tersedia pada: https://www.tempo.co/politik/daftar-presiden-indonesia-yang-pernah-menjadi-pimpinan-partai-politik-139061. Diakses pada 7 November 2025.
Pratama, Rizky J. “Eksepsi Error in Persona Dalam Hukum Acara Perdata.” HukumExpert.com. Tersedia pada: https://hukumexpert.com/eksepsi-error-in-persona-dalam-hukum-acara-perdata/ . Diakses pada 8 Desember 2025.
Baca Artikel Menarik Lainnya!
Pemvonis Harvey Moeis Jadi Hakim Tinggi di Papua :...
12 May 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Dirut Bulog Kembali Diduduki Oleh TNI, Menhan: Lan...
10 July 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Tak Dianggap Melanggar HAM, MenHAM Dukung Program...
07 May 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →