Sumber: YBLHI
KUHAP Baru Disahkan: Koalisi Sipil Protes Terhadap Kewenangan Polri yang Dinilai Berlebihan
Dewan Perwakilan Rakat (DPR) telah mengesahkan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan menggantikan KUHAP lama yang telah berlaku lebih dari 40 tahun pada Rapat Paripurna yang digelar di hari Selasa, (18/11/2025). Namun pengesahan tersebut justru memicu gelombang protes keras dari masyarakat sipil yang menilai aturan baru itu memperluas kewenangan Polri tanpa kontrol yang jelas.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri (RFP) yang terdiri dari 13 organisasi menilai pengesahan KUHAP baru tidak sejalan dengan agenda reformasi kepolisian. Menurut koalisi, undang-undang terbaru justru akan memperkuat kewenangan polisi tanpa disertai mekanisme kontrol yang memadai. Perwakilan RFP, Arif Maulana, dalam keterangan tertulisnya menyatakan, "Rencana Pemerintah dan DPR RI untuk mengesahkan KUHAP yang baru hanya akan menciptakan jalan buntu, menutup rapat pintu, bahkan menjegal wacana reformasi Polri yang digadang-gadangkan."
Dilansir Tempo.co, terdapat beberapa pasal bermasalah yang menjadi sorotan utama koalisi. Pasal 7 dan 8 dinilai memberikan kontrol berlebihan kepada Polri atas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penyidik tertentu. Ketentuan ini mengharuskan PPNS berkoordinasi dengan Penyidik Polri hingga tahap penyerahan berkas kepada Penuntut Umum, bahkan penyerahan berkas harus dilakukan secara bersama-sama. "Kepolisian semakin menjadi lembaga super power," kritik Arif.
Pasal 16 yang mengatur operasi pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan juga menuai kritik tajam. Kedua metode yang sebelumnya hanya dapat dilakukan dalam penyidikan tindak pidana khusus seperti narkotika, kini dapat diterapkan sejak tahap penyelidikan. Koalisi RFP memperingatkan, "Kewenangan luas tanpa pengawasan ini berpotensi membuka peluang penjebakan guna merekayasa atau menciptakan tindak pidana terhadap siapa pun."
Persoalan serius lainnya terletak pada Pasal 124 tentang penyadapan. Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP, Muhammad Isnur, menjelaskan bahwa pasal tersebut memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan penyadapan tanpa batasan jenis tindak pidana dan tanpa safeguard yang jelas. "Dalam Pasal 124, untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penyadapan tanpa batasan jenis tindak pidana," ujar Isnur dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 20 November 2025.
Pasal 105, 112A, dan 132A yang mengatur upaya paksa penggeledahan, penyitaan, dan pemblokiran juga bermasalah karena dapat dilakukan tanpa izin pengadilan dengan alasan keadaan mendesak berdasarkan penilaian subjektif kepolisian. Isnur menambahkan frasa "penilaian penyidik" sudah bisa menjadi dasar untuk melakukan pemblokiran tanpa izin pengadilan, yang sangat rentan terhadap penyalahgunaan wewenang.
Ketentuan restorative justice dalam Pasal 74A juga dikritik karena dapat dilaksanakan sejak tahap penyelidikan, padahal pada tahap ini tindak pidana belum terkonfirmasi. Arif Maulana mengingatkan bahaya ketentuan ini, "Semua semakin berpotensi mengalami pemerasan dan dipaksa damai dengan dalih restorative justice, bahkan di ruang gelap penyelidikan oleh kepolisian."
Pada hari yang sama dengan pengesahan, hujan deras mengguyur Jakarta saat mahasiswa dan koalisi masyarakat sipil berunjuk rasa di luar Gedung DPR. Massa yang berkumpul di menyuarakan penolakan keras, mengingatkan para wakil rakyat bahwa pengesahan RUU KUHAP dapat mengancam reformasi hukum dan masa depan demokrasi. Koalisi sipil menuding DPR gagal memenuhi standar meaningful participation sebagaimana amanat UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahkan menemukan dugaan pencatutan nama organisasi dalam daftar pemberi masukan pada 12-13 November 2025.
Merespons gelombang kritik tersebut, Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, membantah berbagai tudingan dan mengklaim sejumlah poin yang dianggap bermasalah sebagai informasi yang keliru atau hoaks. Dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, (20/11/2025), Habiburokhman menegaskan, "Komisi III DPR RI akan mengundang untuk bertemu LSM-LSM penentang KUHAP baru. Kami siap memberikan penjelasan kepada mereka semua aspek terkait pengesahan KUHAP baru, mulai dari hal-hal substantif hingga hal-hal teknis."
Politikus Partai Gerindra itu berjanji akan menggelar diskusi terbuka dengan Koalisi Masyarakat Sipil Pembaharuan untuk KUHAP secara transparan dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube TV Parlemen. Habiburokhman meyakini KUHAP baru merupakan perbaikan signifikan yang ditujukan untuk memperkuat posisi warga negara, termasuk kelompok rentan dalam hukum, sehingga harus segera diberlakukan menggantikan UU Nomor 8 Tahun 1981 yang akan berakhir pada 1 Januari 2026.
Sementara itu, dilansir Detik, Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, menargetkan seluruh peraturan pemerintah (PP) turunan KUHAP baru rampung sebelum Januari 2026. Dalam rapat dengar pendapat Panja RUU Penyesuaian Pidana di Komisi III DPR pada Rabu, 26 November 2025, Eddy menjelaskan dari 25 peraturan turunan yang harus dilaksanakan dengan PP, dibutuhkan 3 PP utama yaitu sistem peradilan pidana berbasis teknologi, mekanisme restorative justice yang telah 80 persen rampung, dan PP pelaksanaan KUHAP seperti PP Nomor 27 Tahun 1983.
"Insyaallah sebelum akhir Desember semua peraturan pemerintah dan peraturan presiden sudah selesai, sehingga tidak ada lagi keraguan lagi untuk menerapkan KUHAP maupun KUHP baru," tegas Eddy Hiariej. Pihaknya mengaku telah menggelar rapat setiap hari sejak Senin sebelumnya untuk menyusun PP tersebut, memastikan KUHAP baru dapat diimplementasikan tepat waktu meskipun kontroversi dan penolakan dari masyarakat sipil masih terus bergulir.
Penulis: Rofi Nurrohmah
Editor: I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana
Baca Artikel Menarik Lainnya!
Label Premium Hanya Tipuan, Satgas Pangan Ungkap K...
24 July 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Antara Harapan dan Keraguan: Telaah Hukum Terhadap...
03 December 2025
Waktu Baca: 16 menit
Baca Selengkapnya →
Mengulik Peran Hukum Adat Indonesia dalam Menjaga...
23 September 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →