Jakarta — Dalam acara Town Hall Meeting Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), para wartawan yang sebelumnya diundang oleh Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden diminta untuk meninggalkan ruangan menjelang sesi pengarahan oleh Presiden Prabowo Subianto.


Seperti dilaporkan oleh Tempo (28/4/2025), acara tersebut dibuka dengan sambutan oleh Kepala Danantara, Rosan Roeslani, dan dilanjutkan dengan pemutaran video mengenai capaian Kabinet Merah Putih dalam 180 hari pertama masa kerja. Namun, beberapa saat sebelum Presiden Prabowo naik ke podium, pembawa acara mengumumkan bahwa seluruh awak media harus meninggalkan ruangan, tanpa penjelasan rinci di tempat.


Dalam keterangannya kepada media setelah acara, dikutip dari Bisnis.com, Presiden Prabowo menjelaskan bahwa pengarahan kepada direksi BUMN dilakukan secara tertutup. Ia berdalih bahwa isi arahannya mengandung teguran kepada beberapa pejabat BUMN, sehingga dianggap tidak pantas disampaikan di hadapan publik. "Ya tertutup acara Danantara, karena saya banyak negor juga direksi-direksi itu. Enggak enak kan ditegur di depan kalian," ujar Prabowo kepada wartawan.


Keputusan ini menuai berbagai tanggapan, terutama terkait keterbukaan informasi dan kebebasan pers. Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, media memiliki hak untuk mengakses informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik, khususnya tentang kinerja pemerintahan.


Dikutip dari laporan Tempo.co dan CNN Indonesia, sejumlah pengamat menilai bahwa tindakan ini, meskipun berdalih menjaga etika internal, tetap berisiko mempersempit ruang kebebasan pers. "Penutupan peliputan dalam acara publik tanpa pemberitahuan yang jelas berpotensi mencederai prinsip transparansi pemerintahan," ujar dosen komunikasi politik Universitas Indonesia, Dr. Hesti Armiwulan, kepada Tempo. Selain itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam pernyataan resminya juga mengingatkan bahwa pemerintah harus konsisten mengedepankan keterbukaan, terlebih dalam forum yang berkaitan langsung dengan laporan kinerja pemerintahan.


Selama masa kampanye 2024, Presiden Prabowo menekankan pentingnya pemerintahan yang terbuka, inklusif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat, salah satunya visi "Indonesia Maju dan Modern" yang diusung kala itu. Hal ini berarti menempatkan keterbukaan informasi dan penguatan demokrasi sebagai bagian dari pilar pembangunan nasional.​


Dalam konteks tersebut, langkah untuk membatasi peliputan, meski atas dasar pertimbangan operasional internal tetap menjadi catatan penting bagi publik dan insan pers. Sebagaimana dicatat oleh berbagai lembaga kebebasan pers, konsistensi antara visi kampanye dan praktik pemerintahan menjadi faktor utama dalam menjaga kepercayaan masyarakat.


Pihak Istana menegaskan bahwa tidak ada niat untuk membatasi kebebasan pers secara luas. Menurut keterangan resmi dari Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, keputusan untuk menutup sesi pengarahan bersifat situasional dan spesifik pada kebutuhan internal, bukan merupakan kebijakan umum terhadap peliputan kegiatan kenegaraan.​Presiden Prabowo sendiri, dalam berbagai kesempatan sebelumnya, juga kerap menekankan peran media sebagai mitra strategis dalam membangun komunikasi antara pemerintah dan rakyat.


Berita pelarangan peliputan ini menjadi refleksi penting tentang bagaimana prinsip keterbukaan informasi diuji dalam praktik pemerintahan sehari-hari. Sebagai negara demokratis, Indonesia perlu terus menyeimbangkan antara kepentingan pengelolaan internal lembaga dan hak publik atas informasi, demi menjaga kepercayaan, transparansi, dan kesehatan demokrasi yang sudah lama diperjuangkan.


Penulis : Aisya

Editor : Windi Judithia