Sumber: www.cnbcindonesia.com
BPJS Kesehatan 2026: Menkeu Pastikan Iuran BPJS Tidak Naik, Alokasi Rp 20 T untuk Hapus Tunggakan
Pemerintah memastikan tidak akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan hingga pertengahan tahun 2026 mendatang. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat yang masih dalam tahap pemulihan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa penyesuaian tarif baru akan dipertimbangkan setelah pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka di atas 6%.
Dikutip dari Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025), Purbaya menjelaskan bahwa kondisi ekonomi menjadi indikator utama dalam menentukan kebijakan iuran.
"Ini kan ekonomi baru mau pulih, belum lari, kita jangan utak-atik dulu sampai ekonominya pulih, dalam pengertian tumbuhnya di atas 6% lebih dan mereka sudah mulai dapat kerjaan lebih mudah. Baru kita pikir menaikkan beban masyarakat," tegasnya.
Kepastian ini kembali ditegaskan Purbaya keesokan harinya di Kantor Kementerian Keuangan, menyatakan iuran tidak akan diubah hingga pertengahan 2026.
Meski membuka peluang kenaikan di masa depan, Purbaya menyebut pembahasan mengenai penyesuaian tarif masih belum mencapai tahap final. Dalam pertemuannya dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk membahas pengelolaan BPJS Kesehatan pada Kamis (9/10/2025), isu kenaikan iuran sempat disinggung namun masih dalam tahap permukaan.
"Ada pembahasan soal iuran BPJS Kesehatan, tapi belum final. Baru permukaannya aja. Jadi belum bisa didiskusikan ke media, belum clear," ujarnya saat itu.
Dalam dokumen Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2026, pemerintah memang membuka ruang untuk penyesuaian iuran BPJS Kesehatan tahun depan. Dokumen tersebut menyebutkan bahwa penyesuaian dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah. Pendekatan bertahap ini dinilai penting untuk meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional.
Hingga Oktober 2025, tarif iuran BPJS Kesehatan masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022. Kategori peserta yang dimaksud yaitu Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP), iuran kelas I masih Rp 150.000 per bulan, kelas II Rp 100.000, dan kelas III Rp 42.000. Khusus kelas III, pemerintah memberikan subsidi sehingga peserta hanya membayar Rp 35.000 sementara Rp 7.000 sisanya ditanggung negara. Sementara untuk Pekerja Penerima Upah (PPU), iuran ditetapkan 5 persen dari gaji dengan rincian 4 persen dibayar pemberi kerja dan 1 persen oleh pekerja.
Sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat tidak mampu, Menteri Keuangan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 20 triliun dalam APBN 2026 untuk program pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan. "Siap, untuk tahun 2026 sudah siap. Rp 20 triliun itu ada, Rp 20 triliun sudah kita anggarkan," kata Purbaya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan bahwa pemutihan ini ditujukan untuk peserta mandiri yang beralih menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau yang iurannya ditanggung Pemda namun masih memiliki tunggakan.
"Pemutihan itu intinya bagaimana untuk orang yang sudah biasa pindah komponen dulunya mandiri sendiri membayar, lalu nunggak padahal dia sudah pindah ke PBI, tapi masih punya tunggakan. Atau dibayarin Pemda, itu masih punya tunggakan, tunggakan itu dihapus," jelasnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Program pemutihan ini mengacu pada Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) dengan syarat peserta harus terdaftar sebagai masyarakat miskin atau tidak mampu. Pemutihan berlaku untuk tunggakan maksimal 24 bulan, meski peserta menunggak sejak tahun 2014. Total nilai tunggakan yang akan dibebaskan diperkirakan lebih dari Rp 10 triliun.
Selain menyediakan dana tambahan, Purbaya juga meminta BPJS Kesehatan melakukan perbaikan manajemen internal. Fokus perbaikan meliputi optimalisasi teknologi informasi dan pengurangan program yang tidak efisien.
"Saya juga minta mereka mengefektifkan IT yang mereka punya. Mereka rupanya punya 200 orang yang bekerja di IT, itu sudah perusahaan komputer sendiri," ungkap mantan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan itu. Ia menginginkan sistem IT BPJS terintegrasi di seluruh Indonesia dengan pemanfaatan kecerdasan buatan untuk mendeteksi klaim yang tidak jelas.
Purbaya menargetkan perbaikan manajemen BPJS Kesehatan dapat terlaksana dalam enam bulan ke depan. Dengan optimalisasi sistem, ia berharap IT BPJS Kesehatan dapat menjadi sistem rumah sakit terbesar dan terbaik di dunia.
"Jadi saya harapkan 6 bulan ke depan itu sudah bekerja, mereka bilang bisa. Kalau itu bisa harusnya IT kita, IT BPJS merupakan IT yang nanti sistem rumah sakit bisa terbesar dan terbaik di dunia. Saya maunya itu, jadi Rp 20 triliun nggak apa-apa," tuturnya.
Sementara itu, kebijakan BPJS Kesehatan juga tengah mengalami transisi dengan persiapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan menggantikan pembagian kelas 1, 2, dan 3. Meski sudah diimplementasikan secara bertahap di sejumlah rumah sakit, hingga Oktober 2025 tarif masih mengacu pada ketentuan lama karena pemerintah menunggu kesiapan infrastruktur fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia. Dalam sistem KRIS nantinya, seluruh peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan hak rawat inap yang setara dari segi fasilitas tempat tidur, ventilasi, pencahayaan, maupun peralatan medis.
Penulis: Rofi Nurrohmah
Editor: Kayla Stefani Magdalena Tobing
Baca Artikel Menarik Lainnya!
Hasto Divonis 3,5 Tahun Penjara! Efek Domino Kasus...
25 July 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Lampu Strobo & Sirine Jadi Polemik: Korlantas Turu...
22 September 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
Apakah Kita Perlu Mendaftarkan Legalitas Usaha? Be...
06 May 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →