Pernahkah kamu atau seseorang di sekitarmu meminjam uang ke bank, lembaga pembiayaan, atau bahkan ke teman sendiri, dengan cara menyerahkan barang sebagai jaminan? Dalam kehidupan modern, hal seperti ini sudah menjadi bagian dari aktivitas ekonomi masyarakat. Namun, tidak banyak yang memahami bahwa setiap bentuk penyerahan jaminan, baik itu kendaraan, sertifikat tanah, atau perhiasan sebenarnya semua itu diatur oleh Hukum Jaminan.


Apa itu Hukum Jaminan? 

Secara umum, hukum jaminan dapat diartikan sebagai keseluruhan kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara kreditur dan debitur dalam rangka menjamin pelunasan utang. Hukum ini berfungsi memberikan jaminan kepastian hukum bahwa kreditur akan memperoleh kembali haknya apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya. Dalam konteks hukum perdata Indonesia, pengaturan tentang jaminan diatur baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) maupun dalam peraturan perundang-undangan khusus.


Secara konseptual, hukum jaminan merupakan bagian dari hukum perdata yang mengatur hubungan antara debitur dan kreditur dalam konteks pelunasan utang. Hukum jaminan mengatur bagaimana suatu objek (baik benda bergerak maupun tidak bergerak) dapat dijadikan jaminan atas pelunasan utang, serta bagaimana mekanisme eksekusinya jika debitur wanprestasi.


Di sinilah hukum jaminan memainkan peranan penting. Hukum jaminan memberikan dasar hukum bagi setiap perikatan yang bertujuan menjamin pelunasan utang, baik melalui benda maupun tanggungan pribadi. Dengan adanya jaminan, kreditur memiliki perlindungan hukum terhadap risiko kerugian, sementara debitur memiliki kejelasan mengenai hak dan kewajibannya dalam perjanjian utang-piutang.



Jenis-Jenis Hukum Jaminan di Indonesia

1) Gadai (Pand)

Gadai diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata, dan merupakan jaminan atas benda bergerak yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur. Contohnya seperti perhiasan, surat kendaraan, atau barang elektronik. Bila debitur tidak mampu melunasi utangnya, kreditur berhak menjual benda tersebut melalui mekanisme hukum untuk menutupi piutangnya. Ciri utama gadai adalah adanya penyerahan fisik benda jaminan, serta hak preferen bagi kreditur yang berarti ia memiliki kedudukan yang didahulukan dibanding kreditur lain.


2) Hipotek (Hypotheek)

Berdasarkan Pasal 1162 KUHPerdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), hipotek adalah jaminan atas benda tidak bergerak tertentu seperti kapal laut atau pesawat udara. Dalam hipotek, benda yang dijaminkan tidak diserahkan secara fisik, tetapi dicatat dalam lembaga pendaftaran resmi. Kreditur memiliki hak eksekusi terhadap benda tersebut apabila debitur wanprestasi. untuk memberikan perlindungan hukum, hipotek wajib didaftarkan pada lembaga resmi (misalnya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk kapal). Pendaftaran ini memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Apabila debitur wanprestasi, kreditur berhak mengeksekusi objek hipotek melalui lelang umum guna melunasi piutangnya.


3) Hak Tanggungan

Hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dan digunakan untuk menjaminkan hak atas tanah dan benda-benda yang melekat padanya. Jenis jaminan ini memberikan kedudukan istimewa (preferen) kepada kreditur dan memiliki kekuatan hukum untuk melakukan eksekusi langsung melalui lelang jika debitur tidak memenuhi kewajibannya. Ciri utama hak tanggungan adalah adanya akta pemberian hak tanggungan (APHT) yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan wajib didaftarkan di kantor pertanahan. Pendaftaran ini memberikan kekuatan hukum bagi kreditur untuk melakukan eksekusi secara langsung apabila debitur gagal memenuhi kewajibannya.


4) Fidusia

Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, fidusia merupakan jaminan atas benda bergerak tanpa penyerahan fisik. Dalam fidusia, kepemilikan benda secara hukum berpindah kepada kreditur, sementara benda tersebut tetap dapat digunakan oleh debitur. Contohnya adalah pembiayaan kendaraan bermotor melalui perusahaan leasing. Keunggulan fidusia adalah memberikan fleksibilitas kepada debitur untuk tetap memanfaatkan benda yang dijaminkan, tetapi tetap memberikan jaminan kepastian hukum bagi kreditur. Dalam hal terjadi wanprestasi, kreditur berhak mengeksekusi benda fidusia berdasarkan sertifikat fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial.


5) Borgtocht (Penanggungan Utang)

Selain jaminan kebendaan, hukum juga mengenal jaminan yang bersifat perorangan, yaitu borgtocht, sebagaimana diatur dalam Pasal 1820 KUHPerdata. Dalam borgtocht, pihak ketiga (penanggung) menjamin bahwa debitur akan melunasi utangnya. Jika debitur tidak mampu membayar, maka penanggung wajib menanggung pelunasan tersebut. Bentuk jaminan ini sering digunakan dalam hubungan bisnis atau perbankan, di mana penanggung memberikan keyakinan tambahan kepada kreditur tentang kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya. Meskipun demikian, tanggung jawab penanggung baru timbul setelah debitur dinyatakan gagal memenuhi kewajibannya (subsidiaritas).


Fungsi dan Tujuan Hukum Jaminan

Keberadaan hukum jaminan memiliki fungsi penting untuk menciptakan kepastian hukum, rasa aman, dan keadilan bagi para pihak dalam perikatan utang-piutang. Beberapa tujuannya antara lain:

1) Menjamin pelunasan utang bagi kreditur.

2) Memberikan dasar hukum yang jelas bagi debitur.

3) Mencegah terjadinya sengketa hukum.

4) Mendukung sistem pembiayaan dan perekonomian nasional yang tertib hukum.



Demikian artikel mengenai Hukum Jaminan dan Jenis-Jenisnya semoga dapat memberikan pemahaman dasar tentang bentuk-bentuk jaminan yang berlaku di Indonesia.


Jika kamu sudah memahami artikel di atas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum tanpa biaya untuk membantu masyarakat memperoleh solusi hukum yang tepat dan terpercaya.


Hukum jaminan merupakan bagian dari hukum perdata yang mengatur hubungan antara kreditur dan debitur dalam rangka menjamin pelunasan utang, dengan tujuan memberikan kepastian hukum, perlindungan, dan rasa aman bagi para pihak. Melalui hukum jaminan, setiap objek seperti tanah, kendaraan, atau barang berharga dapat dijadikan jaminan atas utang, baik melalui jaminan kebendaan seperti gadai, hipotek, hak tanggungan, dan fidusia, maupun jaminan perorangan seperti borgtocht. Setiap jenis jaminan memiliki mekanisme dan dasar hukum tersendiri yang memberikan hak preferen serta kepastian eksekusi bagi kreditur apabila debitur wanprestasi. Dengan demikian, hukum jaminan berfungsi tidak hanya untuk melindungi hak kreditur dan memberikan kejelasan bagi debitur, tetapi juga mendukung stabilitas sistem pembiayaan dan perekonomian nasional.

Referensi

Jurnal

Azam, M. U. Kashadi, H. Suharto, R. “Perlindungan Hukum bagi Kreditur dalam Perjanjian Kredit dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Putusan PN Semarang).” Diponegoro Law Journal 6. No. 2 (2017). Hlm. 1–12. 

Wahyu, Alifa Achmad; Fuad, Fokky; Machmud, Aris. “Aspek Kepastian Hukum dalam Perjanjian Jaminan Fidusia.” Binamulia Hukum 13, No. 2 (2024). Hlm. 429-445.


Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijke Wetboek], diterjemahkan oleh R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang [Wetboek van Koophandel], diterjemahkan oleh R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita.

Undang-Undang tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, UU Nomor 4 Tahun 1996. LN Tahun 1996 No. 42 TLN No. 3632.

Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia, UU Nomor 42 Tahun 1999. LN Tahun 1999 No. 168 TLN No. 3889.