Jakarta, Kunci Hukum – Polemik dana pemerintah daerah (pemda) sebesar Rp234 triliun yang disebut mengendap di bank akhirnya dijelaskan oleh Bank Indonesia (BI). Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, memastikan bahwa angka tersebut bersumber dari laporan resmi perbankan yang disampaikan setiap akhir bulan kepada BI.


Denny Prakoso menjelaskan bahwa data Rp234 triliun berasal dari laporan resmi perbankan yang diserahkan setiap akhir bulan. “Bank menyampaikan data tersebut berdasarkan posisi akhir bulan dari bank pelapor,” ujar Denny dalam keterangan resminya, Rabu (22/10/2025), dikutip dari Pikiran Rakyat. Ia menambahkan, BI melakukan proses verifikasi terlebih dahulu untuk menjamin akurasi dan kelengkapan data sebelum dipublikasikan melalui laman Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia.


Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, sebelumnya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Jakarta, Senin (20/10/2025), menyoroti rendahnya serapan belanja daerah hingga kuartal III tahun ini. Kondisi tersebut menyebabkan dana kas pemda menumpuk di perbankan hingga Rp234 triliun. “Ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” ujar Purbaya.


Ia menjelaskan, hingga September 2025, pemerintah pusat telah menyalurkan dana transfer ke daerah sebesar Rp644,9 triliun atau 74,2 persen dari pagu anggaran. Menurutnya, dana tersebut seharusnya dapat segera digunakan untuk program pembangunan yang produktif. “Dananya sudah ada, gunakan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat,” tegasnya.


Namun, polemik muncul ketika Kemendagri dan BI mencatat perbedaan angka terkait total dana pemda di bank. Berdasarkan data BI per 30 September 2025, jumlah simpanan daerah mencapai Rp233,97 triliun. Sementara itu, Kemendagri mencatat dana kas daerah hanya Rp215 triliun per 17 Oktober 2025. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut adanya selisih sekitar Rp18 triliun antara dua sumber data tersebut, mengutip dari Detik Finance.


Purbaya pun meminta Kemendagri menelusuri penyebab perbedaan itu. Ia menduga selisih bisa terjadi akibat kekeliruan pencatatan oleh sejumlah pemda. “Kalau BI datanya sudah sistemik, mungkin ada Pemda yang kurang teliti. Itu mesti diinvestigasi,” kata Purbaya.


Di sisi lain, Purbaya juga mengingatkan agar dana daerah tidak ditempatkan di bank-bank di Jakarta. Menurutnya, hal itu dapat menghambat perputaran uang di daerah. Ia menegaskan bahwa uang publik tidak seharusnya “menganggur” di bank, apalagi digunakan untuk mengejar bunga deposito. “Simpan secukupnya untuk kebutuhan rutin, tapi jangan biarkan uang tidur,” ujarnya.


Pernyataan tersebut memantik respons dari beberapa kepala daerah. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membantah tudingan bahwa Pemprov Jabar menyimpan dana dalam bentuk deposito. “Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu untuk membuka data daerah mana yang menyimpan dana seperti itu,” ujarnya, dilansir dari Detik News.


Dedi menyebut lambatnya penyerapan anggaran bukan karena disengaja, melainkan bagian dari kebijakan efisiensi agar belanja publik lebih tepat sasaran. Ia juga meminta Kemenkeu transparan dalam menyebut daerah mana saja yang masih menimbun dana besar di bank agar tidak menimbulkan opini negatif di masyarakat.


Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menyatakan bahwa saldo rekening kas daerah (RKUD) Pemprov Sumut hanya sekitar Rp990 miliar di Bank Sumut. “Hari ini saldonya di sana ada Rp990 miliar,” katanya, dilansir dari Detik Sumut. Bobby mengaku akan menelusuri perbedaan antara data BI dan Kemenkeu terkait dana Sumut.


Dari DKI Jakarta, pejabat Pemprov menjelaskan bahwa dana besar yang tampak mengendap disebabkan pola pembayaran proyek yang meningkat di akhir tahun. “Jakarta ini memang polanya begitu. Pembayaran proyek banyak terjadi di November–Desember,” ujar Pramono dari Pemprov DKI.


Berdasarkan data BI per September 2025, DKI Jakarta menjadi daerah dengan simpanan tertinggi mencapai Rp14,68 triliun, disusul Jawa Timur Rp6,84 triliun, dan Kota Banjarbaru Rp5,17 triliun. Total 15 pemda dengan simpanan tertinggi menyumbang sebagian besar dari dana Rp234 triliun yang kini tengah menjadi sorotan publik.


Dengan klarifikasi BI, perdebatan soal dana mengendap ini kini bergeser pada akurasi data dan kecepatan eksekusi belanja daerah. Pemerintah pusat berharap dana tersebut segera “bekerja” untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menghindari stagnasi di tingkat lokal.


Penulis: Zidan Fachrisyah

Editor: I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana