
Sumber: Goodreads.com
Resensi Buku "Teruslah Bodoh Jangan Pintar"
a. Identitas buku
Judul buku : Teruslah Bodoh Jangan Pintar
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : PT Sabak Grip Nusantara
Tahun terbit : Cetakan ke-9, Mei 2025
Jumlah halaman : 371
Nomor ISBN : 9786238882205
b. Sinopsis
Novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar karya Tere Liye mengangkat kisah perlawanan sekelompok aktivis lingkungan terhadap sebuah korporasi tambang raksasa, PT Semesta Mineral & Mining, yang merusak alam dan mengorbankan masyarakat demi keuntungan. Berpusat pada persidangan konsesi tambang yang berlangsung lebih dari satu bulan, kisah ini menyajikan kilas balik kesaksian para saksi yang menggambarkan dampak kerusakan lingkungan, kematian, serta ketimpangan kekuasaan antara masyarakat biasa dan pengusaha kaya yang didukung pengacara elit dan pejabat korup. Alur non-linear, tokoh beragam, dan narasi emosional menjadikan novel ini terasa hidup dan dekat dengan realitas sosial, politik, dan hukum Indonesia.
Tere Liye menyampaikan isu-isu korupsi, ketidakadilan hukum, pertambangan ilegal, dan pembungkaman suara masyarakat melalui bahasa yang lugas nan ringan, perumpamaan tajam, serta dialog yang realistis. Meski tokohnya banyak dan kadang membingungkan, konflik yang ditampilkan membangkitkan emosi pembaca dari amarah hingga keputusasaan. Sosok-sosok aktivis yang bergerak di bawah tanah dengan segala keterbatasan menjadi simbol perjuangan melawan sistem yang timpang. Di tengah cerita, subplot tentang kematian Badrun, seorang anak kecil yang menjadi korban tambang memberikan kedalaman emosional dan menjadi simbol penderitaan kolektif.
Akhir cerita menampilkan kemenangan perusahaan tambang, mencerminkan realitas pahit bahwa kekuasaan dan uang sering kali mengalahkan keadilan. Namun, sebuah plot twist menyuguhkan harapan samar: mungkin masih ada cara terakhir untuk melawan rantai korupsi. Melalui novel ini, Tere Liye bukan hanya bercerita, tetapi juga menyerukan kesadaran kolektif agar pembaca tak ikut menjadi bagian dari kerusakan tersebut. Ia menantang pembaca untuk menjadi “bodoh” dalam artian menolak kerakusan dan tetap memegang nilai kejujuran, keberanian, serta kemanusiaan.
c. Analisis
Novel ini menghadirkan sebuah kisah yang sarat dengan kritik akan realitas sosial, politik dan hukum Indonesia. Tema utama yang diangkat adalah perjuangan sekelompok aktivis melawan ketimpangan dan ketidakadilan akibat eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi besar, PT Semesta Mineral & Mining. Konflik antara enam tokoh utama dengan perusahaan tambang tidak hanya menjadi simbol perlawanan terhadap kerakusan kapitalisme, tetapi juga mencerminkan kerusakan sistemik yang mengakar dalam birokrasi, hukum, dan kekuasaan. Judulnya yang sarkastik menggambarkan ironi dalam kehidupan modern, di mana kepintaran sering digunakan sebagai alat pembenaran bagi kerakusan dan kebusukan moral.
Tere Liye menggunakan gaya bahasa yang lugas namun penuh muatan emosi. Pilihan katanya sederhana, tetapi memiliki kekuatan untuk menggugah kesadaran pembaca. Kalimat-kalimatnya kadang terdengar seperti sindiran keras terhadap keadaan sosial, politik, dan hukum saat ini, namun tetap terasa relevan dan reflektif. Meski demikian, penggunaan istilah teknis hukum dan politik dalam beberapa bagian membuat novel ini terasa agak berat bagi pembaca yang tidak terbiasa dengan isu-isu tersebut.
Dari segi alur, novel ini disusun dengan struktur yang tidak linier. Cerita bergerak melalui kilas balik para saksi dalam ruang persidangan, sehingga memberikan dimensi mendalam terhadap tragedi yang menimpa masyarakat yang terdampak. Pendekatan ini membuat cerita terasa lebih hidup dan menggugah pembaca, seolah-olah pembaca ikut hadir dalam persidangan dan mendengarkan sendiri suara-suara perlawanan. Namun, penggunaan banyak sudut pandang dan perpindahan waktu yang cepat kadang menyulitkan pembaca untuk mengikuti jalannya cerita dengan mudah, terutama jika tidak fokus.
Tokoh-tokoh dalam novel ini sangat beragam, mulai dari jurnalis, pegiat lingkungan, pemilik kedai kopi, hingga warga biasa. Tidak ada satu protagonis yang benar-benar mendominasi cerita, karena masing-masing tokoh diberi porsi narasi yang relatif seimbang. Hal ini mencerminkan bahwa perjuangan melawan ketidakadilan bukan milik satu orang, tetapi adalah suara kolektif dari berbagai kalangan. Meski demikian, karena tidak adanya pendalaman karakter secara khusus, keterikatan emosional pembaca terhadap tokoh-tokoh tersebut terasa kurang kuat.
Salah satu kekuatan utama novel ini terletak pada keberaniannya menyuarakan kebenaran yang kerap disembunyikan atau dianggap tabu. Tere Liye dengan gamblang menyoroti bagaimana hukum bisa dibeli, bagaimana aparat bisa dimanfaatkan, dan bagaimana masyarakat kecil menjadi korban atas nama pembangunan. Penggunaan ruang sidang sebagai panggung utama cerita memberi kesan realistis, dan sekaligus menunjukkan bahwa perjuangan juga bisa dilakukan secara konstitusional. Kilas balik yang dihadirkan oleh masing-masing saksi menambah kekayaan cerita, memperkuat latar, serta memberikan sudut pandang yang lebih luas.
Namun, di balik kekuatan itu, novel ini memiliki beberapa kelemahan. Kompleksitas narasi dan banyaknya karakter membuat cerita terkesan padat dan melelahkan di beberapa bagian. Alur yang tidak linier dan dominasi adegan persidangan menyebabkan pembaca merasa terlalu lama berada dalam satu ruang yang stagnan, padahal aksi-aksi lapangan di luar sidang memiliki potensi dramatik yang besar. Penyelesaian konflik pun terasa agak tergesa-gesa jika dibandingkan dengan ketegangan yang dibangun sejak awal.
Secara keseluruhan, Teruslah Bodoh Jangan Pintar adalah novel yang berani, relevan, dan kritis. Ia bukan sekadar hiburan, melainkan sebuah cermin bagi realitas kita hari ini. Tere Liye melalui karya ini mengajak pembaca untuk berpikir lebih jauh tentang siapa yang sebenarnya pintar, siapa yang sebenarnya bodoh, dan siapa yang paling menderita akibat kepintaran yang disalahgunakan.
d. Penilaian
Novel ini merupakan karya fiksi sosial, politik, dan hukum yang sukses menyampaikan kritik tajam terhadap ketimpangan kekuasaan, eksploitasi lingkungan, dan korupsi sistemik melalui narasi yang emosional dan penuh makna. Kekuatan utamanya terletak pada keberanian dalam mengangkat realitas pahit masyarakat Indonesia dari berbagai sudut pandang, serta kemampuannya menyampaikan pesan moral yang kuat tanpa terkesan menggurui. Karakter-karakter yang kaya dan alur persidangan yang dinamis memperkuat daya tarik cerita, menjadikan novel ini bukan hanya sebagai hiburan, melainkan juga sebagai sarana refleksi dan ajakan untuk berpihak pada nilai-nilai keadilan.
Namun demikian, beberapa kekurangan tetap patut dicatat. Penggambaran kekerasan yang cukup ekstrem, jumlah tokoh yang banyak, serta akhir cerita yang terasa terburu-buru dan agak menggantung dapat mengurangi kenyamanan membaca. Selain itu, fokus cerita yang terlalu terkonsentrasi pada ruang sidang menyebabkan perjuangan para aktivis terasa kurang utuh tanpa adanya gambaran aksi nyata di luar proses hukum. Hal ini sedikit mengurangi kekuatan emosional dan kedalaman narasi secara keseluruhan.
Kendati begitu, secara menyeluruh novel ini tetap berhasil membangun kisah yang kuat dan menyentuh, serta memberikan pengalaman membaca yang menggugah kesadaran sosial, politik, dan hukum. Tere Liye secara cerdas menantang pandangan umum tentang kepintaran dan kesuksesan, serta justru menekankan pentingnya kejujuran, ketulusan, dan kesederhanaan dalam kehidupan. Oleh karena itu, Teruslah Bodoh Jangan Pintar layak diapresiasi sebagai bagian dari karya sastra yang tidak hanya relevan dengan isu-isu kontemporer, tetapi juga mampu membangkitkan empati dan kesadaran kritis dalam diri pembacanya.
e. Kesimpulan dan Rekomendasi
Novel ini merupakan kritik sosial yang tajam terhadap realitas ketimpangan kekuasaan, kerusakan lingkungan, serta manipulasi hukum yang sering terjadi dalam sistem kapitalistik di Indonesia. Melalui kisah perjuangan enam aktivis melawan perusahaan tambang raksasa, Tere Liye menyuarakan keresahan kolektif masyarakat kecil yang tertindas dan dipinggirkan oleh korporasi yang didukung elit-elit kuasa. Penyusunan cerita yang non-linier dengan narasi persidangan sebagai pusat konflik berhasil menyampaikan berbagai sudut pandang secara mendalam, sekaligus menciptakan suasana emosional yang kuat.
Gaya bahasa yang lugas dan penuh perumpamaan membuat pesan moral novel ini terasa dekat dan menggugah, meski terkadang penggunaan istilah hukum serta banyaknya karakter bisa membuat alur terasa berat dan melelahkan bagi yang tidak terbiasa. Kelebihan novel ini terletak pada keberaniannya membongkar kebenaran yang kerap disembunyikan, serta menggambarkan bahwa perjuangan bisa dilakukan oleh siapa saja, bukan hanya tokoh utama, melainkan kekuatan kolektif masyarakat. Meski demikian, fokus yang terlalu dominan pada ruang sidang dan penyelesaian konflik yang terkesan tergesa menjadikan beberapa potensi dramatik cerita tidak tergarap maksimal. Namun secara keseluruhan, novel ini tetap menjadi karya sastra yang layak dibaca karena bukan hanya menghibur, tetapi juga menyentil nurani pembacanya.
Penulis merekomendasikan untuk pembaca umum, khususnya generasi muda, novel ini dapat menjadi sarana refleksi atas kondisi sosial, politik, dan hukum yang nyata di sekitar kita. Meski alur dan istilah hukum mungkin menantang, pesan moral dan perjuangan yang diangkat tetap relevan dan menyentuh. Untuk pelajar, mahasiswa, dan aktivis, novel ini dapat dijadikan bahan diskusi tentang keadilan sosial, keberpihakan pada lingkungan, serta pentingnya keberanian dalam menyuarakan kebenaran. Penyajiannya yang fiksi namun sangat realistis bisa menambah perspektif dalam memahami dinamika kekuasaan dan perlawanan.
Penulis: Aldafi Prana Tantri
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Kejagung Teken MoU dengan Provider, Bisa Sadap Nom...
26 June 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Perlindungan bagi Korban Kekerasan Seksual Menggun...
13 May 2025
Waktu Baca: 5 menit
Baca Selengkapnya →
Legal Standing dalam Sengketa Tata Usaha Negara: S...
10 July 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →