
Sumber: Bali Royal Hospital
Perlindungan bagi Korban Kekerasan Seksual Menggunakan AI: Studi Kasus Penyuntingan Foto oleh Mahasiswa Udayana
Mahasiswa Universitas Udayana berinisial SLKDP baru-baru ini tengah viral di media sosial akibat dugaan melakukan pelecehan seksual secara digital menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence). SLKDP adalah seorang mahasiswa semester 6 Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Udayana. Salah satu korbannya dengan inisial KB mengungkapkan bahwa pelaku sudah melancarkan aksinya sejak sekolah menengah atas (SMA).
Modus operandi pelaku menjalankan aksinya sangat sistematis. SLKDP diduga mengambil tangkapan layar foto korban yang terunggah di media sosial seperti Instagram maupun WhatsApp tanpa izin. Kemudian, ia mengedit foto tersebut menjadi vulgar dengan bantuan bot AI. Hasilnya, foto korban yang awalnya berbusana sopan di media sosial disunting menjadi tidak berbusana.
Kronologi terungkapnya kejahatan pelaku bermula ketika mantan kekasihnya yaitu KB membocorkan sejumlah bukti foto, termasuk tangkapan layar yang menunjukkan beberapa file foto korban yang disimpan secara terstruktur dalam ponsel pelaku. Bahkan, dalam salah satu tangkapan layar menunjukkan QRIS Code yang diduga sebagai QR transaksi keuangan pelaku untuk menjual dan menyebarkan konten tersebut.
Pihak universitas telah mengambil langkah tegas dan serius untuk menangani kasus ini. Satgas PPKS Udayana telah diminta untuk mendalami kasus ini. Satgas PPKS juga diharapkan untuk memberikan rekomendasi secara komprehensif untuk perlindungan korban.
Kasus SLKDP merupakan satu dari banyaknya kasus kekerasan seksual yang mengancam perempuan di ruang siber. Kenyataanya, dengan perkembangan teknologi justru semakin membuat perempuan menjadi objek seksualitas. Lantas, bagaimana peran hukum positif Indonesia dalam melindungi perempuan sebagai korban?
Bagaimana Pengaturan Artificial Intelligence dalam Hukum Positif Indonesia?
Secara implisit, belum ada peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur mengenai kecerdasan buatan (artificial intelligence). Namun, dalam Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) mengatur mengenai agen elektronik, yaitu sebuah perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh orang.
Frasa “otomatis” dalam pasal ini dijadikan rujukan untuk mengkonstruksikan kecerdasan buatan sebagai agen elektronik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengaturan yang mengatur agen elektronik juga berlaku untuk kecerdasan buatan. Kemudian, dalam Pasal 21 UU ITE juga mengatur mengenai pengaturan agen elektronik saat pelaksanaan transaksi elektronik.
Penyelenggaraan sistem elektronik harus memastikan sistem yang digunakannya telah dilaksanakan secara aman, andal, serta bertanggung jawab. Oleh karena itu, segala akibat hukum yang dilakukan agen elektronik menjadi pertanggungjawaban penyelenggaraan agen elektronik selama kesalahan atau gagal beroperasinya sistem elektronik bukan disebabkan oleh kelalaian pengguna.
Pengaturan dalam UU ITE mengenai kecerdasan buatan hanyalah mengatur “permukaannya” saja. Hal ini berbeda dengan negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki Undang-Undang AI Uni Eropa (European Union AI Act). Isi undang-undang ini fokus pada kerangka pengelolaan risiko dalam menggunakan AI. Oleh karena itu, Indonesia dapat berkaca kepada Uni Eropa untuk membuat pengaturan AI secara komprehensif agar tidak saling tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagaimana Sanksi Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual Menggunakan Kecerdasan Buatan?
Pada dasarnya, kekerasan seksual menggunakan kecerdasan buatan termasuk ke dalam Kekerasan Gender Berbasis Online (KBGO). Dalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur mengenai setiap orang yang sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan untuk diketahui umum dipidana dengan pidana penjara 6 tahun dan pidana denda paling banyak Rp6 M.
Tidak hanya dalam UU ITE, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual tepatnya dalam Pasal 14 Ayat (1) mengatur bahwa seseorang yang tanpa hak melakukan perekaman atau tangkapan layar bermuatan seksual di luar persetujuan orang tersebut, mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual, serta melakukan penguntitan untuk tujuan seksual dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan pidana denda Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Bagaimana Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Akibat Penyalahgunaan Artificial Intelligence?
Perlindungan bagi korban kekerasan seksual diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang meliputi:
a. penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas perlindungan;
b. penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan pelindungan;
c. perlindungan dari ancaman atau kekerasan pelaku dan pihak lain serta berulangnya kekerasan;
d. pelindungan atas kerahasiaan identitas;
e. pelindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan korban;
f. pelindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan, pendidikan, atau akses politik; dan
g. pelindungan korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana atau gugatan perdata atas Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang telah dilaporkan.
Selain perlindungan, korban juga berhak atas penanganan terutama hak atas layanan hukum untuk mendapatkan akses bantuan guna mencari keadilan. Terakhir, korban kekerasan yang mengalami trauma juga berhak mendapatkan rehabilitasi medis atau mental dan sosial.
Kesimpulan
Teknologi kecerdasan buatan bersifat layaknya pisau bermata dua, di satu sisi membawa dampak positif. Namun, di sisi lain turut memberikan dampak negatif. Salah satunya adalah kekerasan seksual yang terjadi akibat pelaku menyunting foto seseorang dengan AI agar terlihat vulgar. Pengaturan mengenai kecerdasan buatan dalam hukum positif di Indonesia masih mengatur secara “permukaan” saja sehingga diperlukan aturan komprehensif seperti kerangka pengelolaan risiko AI. Sebagai penyintas dari kekerasan seksual, korban memiliki hak yang harus dipenuhi, seperti hak penanganan, perlindungan, bahkan pemulihan agar korban mendapatkan keadilan.
Kasus mahasiswa Universitas Udayana berinisial SLKDP yang diduga melakukan pelecehan seksual digital dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) menyoroti bahaya penyalahgunaan teknologi dalam ruang siber. Pelaku mengedit foto korban secara vulgar menggunakan AI dan diduga menyebarkannya untuk kepentingan pribadi. Meskipun hukum positif Indonesia belum memiliki regulasi khusus tentang AI, UU ITE dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah mengatur sanksi terhadap tindakan serupa, termasuk hukuman pidana dan denda. Perlindungan bagi korban juga dijamin dalam berbagai aspek, seperti perlindungan identitas, akses bantuan hukum, dan rehabilitasi. Kasus ini menunjukkan perlunya regulasi AI yang lebih komprehensif agar tidak tumpang tindih dan mampu mencegah penyalahgunaan teknologi di masa depan.
Referensi
Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 11 Tahun 2008, LN Tahun 2008 No. 58, TLN No. 4843, sebagaimana diubah oleh UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, LN Tahun 2024 No.1, TLN No. 6905.
Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Nomor 12 Tahun 2022, LN Tahun 2022 No.120, TLN No.6792.
Haris, Tantimin, “Analisis Pertanggungjawaban Hukum Pidana Terhadap Pemanfaatan Artificial Intelligence di Indonesia.” Jurnal Komunikasi Hukum 8 No.1. (2022). Hlm. 307-316.
Dianira, Suadnyana Sui. “Unud Buka Suara soal Mahasiswa Diduga Edit Foto Mahasiswi Jadi Tak Senonoh.” detiknews.com. 26 April 2025. Tersedia pada https://news.detik.com/berita/d-7885705/unud-buka-suara-soal-mahasiswa-diduga-edit-foto-mahasiswi-jadi-tak-senonoh. Diakses pada tanggal 8 Mei 2025.
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Polisi Diduga Perkosa Korban Pemerkosaan Saat Mela...
10 June 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Tindakan Obstruction of Justice oleh Direktur Pemb...
30 April 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
Joki UTBK 2025: Jalan Pintas Menuju PTN Favorit at...
13 May 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →