Dalam suatu sistem hukum, khususnya pada lembaga peradilan kolektif seperti Mahkamah Agung (MA) atau Mahkamah Konstitusi (MK), tidak jarang muncul perbedaan pendapat di antara para hakim dalam memutuskan suatu perkara. Ketika seorang atau lebih hakim menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keputusan mayoritas hakim, lalu menuangkannya dalam pendapat terpisah pada putusan akhir, itulah yang disebut dissenting opinion.


Pengertian Dissenting Opinion

Menurut Black’s Law Dictionary, dissenting opinion adalah “an opinion by one or more judges who disagree with the decision reached by majority” yang artinya suatu opini oleh satu hakim atau lebih yang tidak setuju dengan keputusan yang dicapai oleh mayoritas. Opini ini bisa berbeda mulai dari fakta hukum, pertimbangan hukum, hingga amar putusan.


Dalam konteks putusan MK, dissenting opinion adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban moral hakim konstitusi yang berbeda pendapat serta bentuk perwujudan transparansi supaya masyarakat dapat mengetahui seluruh pertimbangan hakim putusan MK. Keberadaan dissenting opinion ini tidak memengaruhi kekuatan hukum putusan MK tersebut, yang mana juga berlaku demikian pada MA dan putusannya.


Sejarah Singkat Dissenting Opinion

Dissenting opinion merupakan konsep yang telah lama dikenal dalam sistem peradilan di negara-negara common law seperti Amerika Serikat dan Inggris sebagai bagian dari mekanisme pengambilan keputusan kolektif di pengadilan. Di Indonesia, dissenting opinion mulai diakui sebagai instrumen penting pada era reformasi. Hal ini disebutkan penting untuk menjaga independensi peradilan dan mendorong pertimbangan hukum yang lebih transparan.


Pengaturan formal akan dissenting opinion ini dimuat secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman). Pasal 14 ayat (3) UU Kekuasaan Kehakiman menjelaskan bahwa “dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.” Pengaturan ini menjadi dasar dari eksistensi dan perkembangan dissenting opinion dalam proses peradilan di Indonesia.


Peran Penting Dissenting Opinion dalam Proses Peradilan di Indonesia

Dalam proses peradilan di Indonesia, dissenting opinion memiliki beberapa peranan penting, di antaranya:

a. Sebagai ekspresi kebebasan dan tanggung jawab hakim

Dissenting opinion memberikan ruang untuk hakim mengekspresikan pandangan dan keyakinan hukumnya secara berani dan bertanggung jawab, serta tidak harus mengikuti pendapat mayoritas yang dianggapnya kurang tepat.

b. Sebagai transparansi dan akuntabilitas putusan

Keberadaan dissenting opinion dalam suatu putusan memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan dilakukan dengan terbuka dan transparan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui adanya perbedaan pandangan di antara hakim.

c. Untuk menjaga independensi hakim dan sistem peradilan sehat

Dissenting opinion mencerminkan independensi hakim dalam pengambilan keputusan dan menjadi poin utama dalam mewujudkan sistem peradilan yang sehat dan demokratis, sebab tidak semua hakim harus sepakat secara mutlak pada opini yang sama.

d. Untuk memberikan peluang upaya hukum banding atau kasasi

Perbedaan pendapat di antara hakim ini dapat memberikan kesempatan bagi pihak yang tidak puas dengan putusan akhir untuk mengajukan upaya hukum lanjutan seperti banding atau kasasi, dengan menggunakan keraguan dan perbedaan pandangan hakim sebagai salah satu dasar dari upaya hukum tersebut.


Contoh Kasus Dissenting Opinion di Indonesia

Salah satu contoh dissenting opinion dalam peradilan di Indonesia dapat dijumpai dalam putusan MK terhadap sengketa hasil pilpres 2024, yaitu Putusan MK No. 1/PHPU.PRES-XXII/2024. Dalam putusan tersebut, MK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Namun, terdapat tiga hakim konstitusi yang memiliki pendapat yang berbeda, yaitu Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Perbedaan pendapat ini dimuat secara jelas dan transparan dalam hasil akhir putusan, tepatnya setelah bagian amar putusan.


Demikian artikel mengenai “Seberapa Penting sih Peran Dissenting Opinion dalam Proses Peradilan di Indonesia?” Semoga bermanfaat!


Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis.

Dissenting opinion adalah pendapat berbeda yang disampaikan oleh satu atau lebih hakim dalam suatu putusan kolektif ketika mereka tidak sependapat dengan mayoritas hakim, baik dalam hal fakta, pertimbangan hukum, maupun amar putusan. Dalam konteks Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA), dissenting opinion menjadi wujud pertanggungjawaban moral, transparansi, serta kebebasan berpikir hakim yang tidak memengaruhi kekuatan hukum putusan akhir. Di Indonesia, dissenting opinion mulai diakui sejak era reformasi dan diatur secara eksplisit dalam Pasal 14 ayat (3) UU Kekuasaan Kehakiman. Keberadaannya memiliki peran penting dalam menjamin independensi hakim, meningkatkan akuntabilitas, dan membuka peluang upaya hukum seperti banding atau kasasi. Salah satu contoh pentingnya adalah dalam putusan MK atas sengketa Pilpres 2024, di mana tiga hakim menyampaikan dissenting opinion secara terbuka sebagai bagian dari dinamika demokratis dalam sistem peradilan.

Referensi

Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 48 Tahun 2009. LN Tahun 2009 No. 157 TLN No. 5076.

Prajatama, Hangga, “KEDUDUKAN DISSENTING OPINION SEBAGAI UPAYA KEBEBASAN HAKIM UNTUK MENCARI KEADILAN DI INDONESIA.” Jurnal Verstek Vol. 2 No. 1 (2014). hlm. 41.

Pulungan, Abdul Ali, “Mengenal Dissenting Opinion dalam Peradilan.” djkn.kemenkeu.co.id. 3 Desember 2024. Tersedia pada https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-sidempuan/baca-artikel/17392/Mengenal-Istilah-Dissenting-Opinion-Dalam-Lembaga-Peradilan.html, Diakses pada 20 Juni 2025.