Tahukah kamu, kalau sebagai warga negara kamu dapat mengajukan keberatan terhadap peraturan perundang-undangan termasuk UU TNI yang menjadi kontroversi kemarin?


Pada era reformasi, jaminan atas hak tersebut salah satunya diimplementasikan melalui judicial review atau pengujian perundang-undangan (PUU), suatu mekanisme melalui badan peradilan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pembentukan regulasi tidak bertentangan dengan regulasi di atasnya menurut hierarki peraturan perundang-undangan. 


Berkaitan dengan pelaksanaan judicial review, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah mengatur secara eksplisit mengenai kewenangan uji materiil yang dilaksanakan oleh lembaga kekuasaan kehakiman. Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa Mahkamah Agung (MA) berwenang untuk melakukan pengujian materiil peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Lalu, Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 juga mengatur bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang untuk melakukan pengujian materiil peraturan perundang-undangan terhadap konstitusi. Artinya, MK dan MA sama-sama memiliki kewenangan untuk melakukan judicial review yang diajukan oleh masyarakat. Hanya saja, yang menjadi perbedaan utama kedua lembaga tersebut terdapat pada objek yang diuji. Ketentuan ini juga telah diatur dalam peraturan di bawahnya, yakni pada Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.


Lantas, Apa Saja Perbedaannya?

Judicial review bertujuan untuk memastikan bahwa undang-undang yang berlaku tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi dan hak-hak konstitusional warga negara yang dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut:


Objek Pengujian

a. MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (misal: Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah) terhadap undang-undang; sedangkan

b. MK berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945.

 

Kewenangan

a. MA hanya dapat melakukan judicial review secara materiil terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu menilai apakah materi muatan peraturan tersebut bertentangan atau tidak dengan undang-undang; sedangkan 

b. MK dapat melakukan judicial review secara formil (prosedur pembentukan) dan materiil (substansi) atas peraturan perundang-undangan terhadap UUD 1945.


Akibat Hukum dari Putusan

a. Putusan MA yang menyatakan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tidak sah menyebabkan peraturan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; sedangkan 

b. Putusan MK yang menyatakan peraturan perundang-undangan bertentangan dengan UUD 1945 menyebabkan peraturan perundang-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berbeda dengan Putusan MA, Putusan MK bersifat final serta mengikat (final and binding).


Pihak yang Berhak Mengajukan

a. Permohonan ke MA dapat diajukan oleh perorangan warga negara indonesia (WNI), kesatuan masyarakat hukum adat, atau badan hukum publik/privat yang merasa dirugikan haknya; sedangkan 

b. Permohonan ke MK dapat diajukan oleh perorangan WNI, kelompok orang, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik/privat, atau lembaga negara yang merasa hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan. 


Ayo, gunakan hak konstitusionalmu! Jika kamu merasa ada peraturan perundang-undangan yang merugikan, jangan ragu untuk mengajukan judicial review


Demikian artikel mengenai Warga +62 Harus Tahu! Kalian Dapat Mengajukan Pengujian Peraturan Perundang-Undangan Loh!, semoga bermanfaat!


Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis. 

Judicial review atau pengujian perundang-undangan adalah mekanisme konstitusional yang memungkinkan warga negara untuk mengajukan keberatan terhadap peraturan perundang-undangan yang dianggap merugikan haknya. UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk menguji peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945. MA hanya melakukan uji materiil, sementara MK dapat melakukan uji formil dan materiil. Putusan MA menyebabkan peraturan yang diuji tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat, sedangkan putusan MK bersifat final dan mengikat. Warga negara, kelompok masyarakat, badan hukum, dan bahkan lembaga negara yang merasa hak atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan, berhak mengajukan permohonan judicial review ke MA atau MK sesuai objek yang diuji. Mekanisme ini menjadi salah satu bentuk partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga supremasi hukum dan konstitusi.

Referensi

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.