
Sumber: fahum.umsu.ac.id
Apakah Subjek Hukum Internasional Hanya Negara?
Dalam kerangka hukum internasional, subjek hukum internasional adalah entitas yang diakui memiliki kapasitas untuk memegang hak dan kewajiban serta bertindak secara langsung dalam hubungan internasional. Pengakuan ini bukan hanya berdasarkan teori semata, melainkan juga diatur oleh sejumlah instrumen hukum internasional dan konsensus praktik antarnegara. Secara tradisional, negara memegang peran sentral, tetapi perkembangan dinamika global sejak abad ke-20 telah memperluas daftar entitas yang diakui sebagai subjek hukum internasional. Lalu, siapa saja sih yang bisa disebut sebagai subjek hukum internasional? Yuk, simak selengkapnya!
Negara
Negara adalah subjek hukum internasional yang “klasik” dan memiliki kedudukan paling luas. Untuk dikategorikan sebagai negara, entitas harus memenuhi kriteria sebagaimana dirumuskan dalam Konvensi Montevideo 1933, yaitu:
- Penduduk yang tetap. Harus ada populasi yang menetap, bukan sekedar kelompok pengembara.
- Wilayah yang jelas. Batas-batas wilayah politik diakui baik secara fisik maupun de-facto.
- Pemerintahan yang efektif. Sistem pemerintahan yang mampu mengatur dan menerapkan hukum di dalam wilayahnya.
- Kemampuan menjalin hubungan dengan negara lain. Harus memiliki kapasitas diplomatik dan menciptakan perjanjian internasional secara mandiri.
Ketika suatu entitas memenuhi empat kriteria di atas, ia memperoleh kepribadian hukum internasional (international legal personality) penuh, seperti berhak mengadakan perjanjian, mengirim dan menerima perwakilan diplomatik, serta membawa dan menjadi pihak dalam gugatan di mahkamah internasional.
International Government Organization (IGO)
IGO atau bisa disebut juga Organisasi Internasional Publik dibentuk melalui perjanjian antarnegara (treaty-based), yang merinci tujuan, struktur, hak, dan kewajiban mereka. Tidak semua organisasi internasional otomatis menjadi subjek hukum internasional, hanya organisasi yang memiliki kepribadian hukum internasional (international legal personality) yang dapat memegang hak dan kewajiban langsung. Personalitas ini memungkinkan organisasi tersebut mengadakan perjanjian internasional, memiliki perwakilan diplomatik, dan mengakses forum-forum arbitrase atau peradilan internasional.
Menurut Leroy Bennet dikutip dari Sefriani yang berjudul Hukum Internasional Suatu Pengantar, organisasi internasional harus memiliki kriteria sebagai berikut:
- Organisasi permanen yang menjalankan fungsi yang berkelanjutan
- Keanggotaan sukarela
- Instrumen dasar yang menyatakan tujuan, struktur dan metode operasi
- Sebuah badan konferensi konsultatif yang mewakili secara luas
- Sekretariat tetap untuk menjalankan fungsi berkelanjutan
Namun dari keseluruhan kriteria tersebut, Sefriani menyatakan ada 2 (dua) syarat utama, yaitu anggotanya terdiri dari 2 (dua) negara atau lebih dan memiliki sekretariat tetap.
International Non Governmental Organization (INGO)
INGO adalah organisasi non-pemerintah yang beroperasi melintasi batas negara dan diciptakan atas inisiatif individu atau badan hukum swasta (non-state actors). Meskipun INGO tidak memperoleh personality yang sama seperti organisasi publik (mereka umumnya tidak dapat menandatangani perjanjian antarnegara), beberapa INGO memiliki peran signifikan dalam praktik hukum internasional melalui pengaruh normatif, advokasi, dan litigasi strategis. Greenpeace, Human Rights Watch, Amnesty International adalah beberapa contoh dari INGO yang ada.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengakui INGO sebagai bagian dari masyarakat internasional dapat kita lihat dalam Convention on the Recognition of the Legal Personality of INGO yang ditetapkan di Strasbourg pada tahun 1986. Pasal 1 Konvensi ini menetapkan persyaratan bagi INGO sebagai berikut:
- Memiliki tujuan nirlaba dengan kegunaan internasional;
- Telah didirikan dengan instrumen yang diatur oleh hukum internal partai;
- Menjalankan kegiatannya dengan efek setidaknya dalam dua status; dan
- Memiliki kantor hukum di wilayah suatu partai dan manajemen dan kontrol pusat di wilayah partai tersebut atau partai lain.
Individu (Natural Persoon)
Seiring berkembangnya konsep hak asasi manusia dan hukum pidana internasional, individu juga semakin diakui sebagai subjek hukum internasional. Dasar utama pengakuan ini bermula dari Pengadilan Nuremberg (1945–1946) dan Pengadilan Tokyo (1946–1948), di mana individu baik warga sipil maupun militer diadili atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida. Putusan-putusan ini menegaskan bahwa individu dapat memiliki tanggung jawab langsung di bawah hukum internasional, tanpa perlu disalurkan melalui negara asal.
Dalam hal hak, Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta instrumen PBB lainnya menegaskan kewajiban negara untuk melindungi hak individu. Sementara itu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang berdiri sejak 2002 memberikan forum tetap untuk menuntut individu atas kejahatan internasional tertentu. Individu juga berperan sebagai petisi (pelapor) pada Komite-komite HAM PBB, yang membuka akses bagi korban pelanggaran untuk membawa klaim secara internasional jika lembaga nasional gagal.
Perusahaan Transnasional
Perusahaan transnasional adalah entitas bisnis yang beroperasi di lebih dari satu negara. Meskipun primarily diatur oleh hukum nasional, dalam beberapa konteks, seperti arbitrase investasi internasional, perusahaan transnasional dapat memiliki hak dan kewajiban di bawah hukum internasional. Seiring dengan kemajuan era industri, perusahaan transnasional semakin berperan dalam ranah hukum internasional, terutama dalam sengketa investasi.
Berdasarkan Konvensi Washington 1965 (ICSID Convention), perusahaan dapat langsung mengajukan klaim arbitrase terhadap negara tuan rumah tanpa perantara negara asal dengan kesepakatan kedua belah pihak. Indonesia sendiri sudah pernah bersengketa di ICSID pada kasus Churchill Mining Plc dan Planet Mining.
ICRC (International Committee on The Red Cross)
ICRC merupakan entitas unik dalam masyarakat internasional, karena ICRC bukan merupakan negara, bukan organisasi antar-pemerintah, melainkan organisasi independen yang diberi mandat berdasarkan Konvensi Jenewa 1949. Pasal 1 Ayat (5) Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah menyatakan bahwa “Komite Internasional Palang Merah didirikan di Jenewa pada tahun 1863 dan secara resmi diakui dalam Konvensi Jenewa dan oleh Komite Internasional Palang Merah adalah sebuah organisasi kemanusiaan independen yang memiliki status sendiri”.
Sebagai satu-satunya institusi yang secara eksplisit disebut dalam hukum humaniter internasional, ICRC memperoleh imunitas, hak akses ke pihak berkonflik, serta mandat proteksi korban perang.
Selain itu, Protokol Tambahan I (1977) secara eksplisit menyebut ICRC sebagai “organisasi kemanusiaan yang melakukan bantuan dan perlindungan” dalam konflik bersenjata internasional, menegaskan statusnya sebagai subjek hukum fungsional yang memiliki personality terbatas untuk menjalankan tugasnya.
Organisasi Pembebasan/Bangsa yang Memperjuangkan Haknya (National Liberation Organization/Representation Organization)
National Liberation Organizations (NLO) atau organisasi pembebasan nasional adalah entitas non-negara yang berjuang untuk penentuan nasib sendiri atau kemerdekaan suatu bangsa. Pengakuan sebagai subjek hukum internasional diberikan apabila NLO tersebut secara efektif memerintah wilayah tertentu, memiliki struktur organisasi yang terdefinisi, dan memperoleh pengakuan de facto atau de jure oleh negara-negara lain. Contoh paling menonjol adalah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang sejak Deklarasi Algiers 1988 diakui PBB sebagai wakil sah rakyat Palestina, dengan hak untuk menandatangani perjanjian internasional dan berpartisipasi dalam konvensi-konvensi PBB sebagai entitas pengamat.
Pemberontak (Belligerent)
Belligerent, dalam terminologi hukum internasional, merujuk pada kelompok bersenjata non-negara yang terlibat dalam konflik bersenjata (internal atau eksternal) dan memenuhi kriteria tertentu untuk diakui sebagai pihak yang bersengketa. Pengakuan ini umumnya bersifat de facto dan ditetapkan oleh negara pihak ketiga yang mengambil sikap “netral” atau “mendukung” pemberontak. Menurut Sefriani, belligerent dapat diakui apabila memenuhi 4 (empat) unsur berikut:
- terorganisir secara rapi dan teratur di bawah kepemimpinan yang jelas;
- harus menggunakan tanda pengenal yang jelas dan menunjukkan identitasnya;
- harus sudah menguasai secara efektif sebagian wilayah, dan wilayah tersebut benar telah di bawah kekuasaannya;
- harus mendapat dukungan dari rakyat di bawah kekuasaannya.
Dengan status belligerent, kelompok tersebut wajib mematuhi hukum humaniter internasional, terutama Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan II (1977). Artinya, mereka harus melindungi non-kombatan, tawanan, dan infrastruktur sipil, serta mematuhi prinsip-prinsip proporsionalitas dan pembedaan. Sebaliknya, pihak negara berhak menggunakan sarana perang melawan kelompok tersebut dengan mengikuti aturan yang sama.
Dapat kita simpulkan bahwa subjek hukum internasional adalah suatu entitas yang dapat melakukan tindakan-tindakan di ranah hukum internasional. Umumnya, pengaturan mengenai subjek hukum internasional dapat kita temui dalam perjanjian dan/atau konvensi. Dari uraian diatas, kita dapat mengetahui bahwa subjek hukum internasional saat ini tidak hanya Negara tapi juga International Government Organization (IGO), International Non Governmental Organization (INGO), Individu, Perusahaan Transnasional, International Committee on The Red Cross (ICRC), Organisasi Pembebasan/Bangsa yang Memperjuangkan Haknya dan Pemberontak (Belligerent).
Demikian artikel mengenai Subjek Hukum Internasional, semoga bermanfaat!
Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis. [Call To Action]
Subjek hukum internasional adalah entitas yang memiliki hak dan kewajiban serta dapat bertindak langsung dalam hubungan internasional, tidak terbatas pada negara saja. Selain negara, yang diakui melalui Konvensi Montevideo 1933, subjek hukum internasional juga mencakup Organisasi Internasional Pemerintah (IGO) yang dibentuk melalui perjanjian antarnegara, Organisasi Non-Pemerintah Internasional (INGO) yang berperan dalam advokasi dan norma internasional, serta individu yang semakin diakui melalui hukum HAM dan pidana internasional. Entitas lain termasuk perusahaan transnasional yang dapat menggugat negara dalam arbitrase internasional, Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dengan mandat khusus dalam hukum humaniter, organisasi pembebasan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan seperti PLO, dan kelompok pemberontak (belligerent) yang memenuhi kriteria tertentu dalam konflik bersenjata.
Referensi
Buku
Sefriani. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Depok: Rajawali Press, 2022.
Artikel Webpage
Yolandha, Friska. “Hamas dan Fatah Sepakat Rekonsiliasi” Republika. 14 Oktober 2022. Tersedia pada https://internasional.republika.co.id/berita/rjpuzp370/hamas-dan-fatah-sepakat-rekonsiliasi. Diakses pada tanggal 13 Juni 2025.
Huzaini, Moh. Dani Pratama. “6 Tahun Bertarung di Arbitrase Internasional, Akhirnya Pemerintah Indonesia Menang” HukumOnline. 25 Maret 2019. Tersedia Pada https://www.hukumonline.com/berita/a/6-tahun-bertarung-di-arbitrase-internasional--akhirnya-pemerintah-indonesia-menang-lt5c98e32242f86/. Diakses pada tanggal 13 Juni 2025.
Fakihudin, Rifki. “Mengenal ICRC dan Peranannya dalam Konflik Rusia-Ukraina. Simak Ulasannya!” HeyLaw. 29 Maret 2022. Tersedia pada https://heylaw.id/blog/mengenal-icrc-dan-peranannya-dalam-konflik-rusia-ukraina-simak-ulasannya. Diakses pada tanggal 11 Juni 2025.
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Fenomena Artis Cilik: Antara Pengembangan Bakat da...
29 April 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →
Apa Sebenarnya Residivis? Fakta yang Perlu Kamu Ta...
15 April 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →
Clueless soal Draft RUU: Bagaimana Sebenarnya Pera...
04 May 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →