
Sumber: klikers.id
Menguak Obstruction of Justice: Ancaman Serius terhadap Penegakan Hukum di Indonesia
Latar Belakang
Obstruction of justice, atau penghalangan proses peradilan, menjadi ancaman nyata bagi sistem hukum yang adil dan independen. Kasus pembunuhan Brigadir J oleh sesama anggota kepolisian pada tahun 2022 membuka mata publik terhadap bahaya obstruction of justice di Indonesia. Dalam kasus tersebut, upaya penghilangan dan rekayasa barang bukti, manipulasi kronologi kejadian, hingga intimidasi terhadap saksi menjadi sorotan luas. Fakta ini menunjukkan bagaimana praktik ini bisa merusak proses peradilan secara sistemik.
Dasar Hukum
Pengaturan mengenai obstruction of justice terdapat pada Pasal 221 Ayat (1) KUHP, yang menyebutkan bahwa: “Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang telah melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau menyembunyikan barang yang dipakai untuk melakukan kejahatan atau yang diperoleh dari kejahatan, supaya orang itu tidak dihukum atau supaya barang itu tidak dirampas, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”. Lebih lanjut, Pasal 221 Ayat (2) KUHP juga menyebutkan: “Ketentuan dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap orang yang melakukan perbuatan tersebut untuk menolong saudara sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah, atau saudara kandung, atau karena hubungan suami istri.”
Selain KUHP, ketentuan serupa juga diatur dalam Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 (UU Tipikor), yang mengatur ancaman pidana bagi siapa saja yang menghalangi proses hukum dalam perkara korupsi. Sanksi dalam ketentuan ini lebih berat, yaitu dengan sanksi yang berkisar antara 3–12 tahun penjara dan/atau denda Rp150–600 juta.
Tindakan yang tergolong sebagai Obstruction of Justice
1) Merusak atau Menghilangkan Bukti;
2) Menghancurkan dokumen, data digital, atau barang bukti untuk menghindari pengungkapan fakta;
3) Kesaksian Palsu;
4) Memberikan informasi palsu untuk mengaburkan proses pembuktian di pengadilan;
5) Mempengaruhi Saksi/Hakim;
6) Ancaman, suap, atau tekanan terhadap saksi/hakim agar bersaksi tidak objektif;
7) Membantu Pelaku Melarikan Diri; dan/atau
8) Menyembunyikan atau memfasilitasi pelaku agar lolos dari proses hukum.
Dampak dari Obstruction of Justice
a. Menghilangkan bukti atau mempengaruhi saksi dapat membuat pelaku tidak dikenai sanksi hukum, meskipun bersalah.
b. Proses hukum yang terhalang membuat korban kehilangan kesempatan untuk memperoleh keadilan yang seharusnya.
c. Korban bisa merasa diabaikan, bahkan disalahkan, yang memperparah luka batin dan penderitaan yang sudah ada.
d. Ketika masyarakat melihat bahwa proses hukum bisa diintervensi, kepercayaan terhadap institusi penegak hukum menurun drastis.
e. Tanpa adanya pengakuan kesalahan dan putusan yang adil, korban kesulitan memperoleh: rehabilitasi, restitusi, kompensasi dari negara
Contoh Kasus yang Dikenai Obstruction of Justice
a. Kasus Brigadir J – Rekayasa Barang Bukti oleh Aparat (2022)
b. Kasus Korupsi e-KTP – Ancaman terhadap Saksi (2017)
c. Kasus Freeport – Intervensi terhadap Laporan Hukum (2015)
d. Kasus Suap Pajak Rafael Alun & Mario Dandy (2023)
Penutup
Obstruction of justice merupakan kejahatan yang secara langsung merusak pondasi penegakan hukum. Oleh karena itu, diperlukan beberapa langkah konkret, yakni:
1) Pengawasan internal perlu diperkuat melalui sistem yang terstruktur dan independen di lingkungan lembaga penegak hukum
Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk unit pengawasan internal yang memiliki wewenang evaluatif dan korektif, serta didukung prosedur audit berkala dan transparansi laporan kinerja. Selain itu, penguatan mekanisme pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) yang aman dan akuntabel juga penting untuk mendorong budaya kerja yang berintegritas. Dengan adanya mekanisme pengawasan yang efektif, kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dapat terus ditingkatkan.
2) Masyarakat perlu diberikan pemahaman mengenai hak dan kewajiban hukum, serta konsekuensi dari menghalangi proses peradilan
Di sisi lain, aparat penegak hukum juga harus dibekali pelatihan berkelanjutan mengenai etika profesi, integritas, serta standar prosedur penanganan perkara secara adil dan transparan. Dengan meningkatnya kesadaran hukum di semua lapisan, diharapkan proses penegakan hukum dapat berjalan lebih efektif dan akuntabel.
3) Peningkatan transparansi proses hukum agar publik turut mengawasi
Dengan membuka akses informasi kepada masyarakat, publik dapat turut mengawasi jalannya penyidikan, penuntutan, hingga persidangan. Transparansi mencegah praktik penyimpangan, seperti penyalahgunaan kewenangan, manipulasi bukti, atau intervensi pihak tertentu. Selain itu, partisipasi publik melalui pengawasan juga memperkuat integritas aparat penegak hukum dan memperkecil peluang terjadinya obstruction of justice.
Demikian artikel mengenai Menguak Obstruction of Justice: Ancaman Serius terhadap Penegakan Hukum di Indonesia, semoga bermanfaat!
Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis
Obstruction of justice atau penghalangan proses peradilan merupakan ancaman serius terhadap keadilan hukum yang independen, sebagaimana tercermin dalam kasus pembunuhan Brigadir J yang mengungkap praktik manipulasi bukti dan intimidasi saksi oleh aparat penegak hukum. Tindakan semacam ini, yang diatur dalam Pasal 221 KUHP dan Pasal 21 UU Tipikor, mencakup berbagai bentuk perbuatan seperti menghilangkan bukti, memberikan kesaksian palsu, hingga memengaruhi hakim atau saksi, dengan ancaman pidana yang cukup berat. Dampaknya tidak hanya menghambat keadilan bagi korban, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi hukum. Beberapa kasus besar, seperti korupsi e-KTP dan suap pajak Rafael Alun, turut memperlihatkan pola serupa. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pengawasan internal yang kuat, edukasi hukum bagi masyarakat dan aparat, serta peningkatan transparansi proses hukum agar mencegah praktik penyimpangan dan memperkuat integritas sistem peradilan.
Referensi
Rofiq Hidayat, "Kasus Brigadir J, Obstruction of Justice Dalam RKUHP Harus Diperbaiki", HUKUM ONLINE.COM, 17 Mei 2022, tersedia pada https://www.hukumonline.com/berita/a/kasus-brigadir-j--obstruction-of-justice-dalam-rkuhp-harus-diperbaiki-lt62fa01b7b8d9f/ diakses pada 10 Juni 2025 .
Renata Christha Auli, "Bunyi Pasal 221 KUHP Tentang Obstruction of Justice", HUKUM ONLINE.COM, 8 Januari 2024, tersedia pada https://www.hukumonline.com/klinik/a/bunyi-pasal-221-kuhp-tentang-iobstruction-of-justice-i-lt65e5c883364d3/, diakses pada tanggal 10 Juni 2025.
Juliana Sinaga Fauziah Lubis, "Analisis Obstruction Of Justice Dalam Perspektif Hukum Pidana", UNES Law Review, 60, No. 1 (2023), hlm 24.
Ismail Pettanasse, "Tindak Pidana “Obstruction of Justice” Dalam Pengaturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023", Journal of Sharia and Legal Science, 44, No.1 (2024), hlm 115.
Afifah Diva Aramitha Suprayoga, "Analisis Dampak Obstruction of Justice Terhadap Proses Peradilan", Jurnal Recidive 20, No. 2 (2024), hlm 225.
Penegak Hukum,"Inilah Contoh Obstruction of Justice Di Indonesia", Penegak Hukum.Com, 22 Maret 2023, tersedia pada https://www.penegakhukum.com/2023/06/contoh obstruction of justice.html, diakses pada tanggal 10 Juni 2025.
Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, "Kasus Obstruction of Justice (OOJ) Mencuat, Begini Penjelasan Mustain Nasoha Dosen Ilmu Hukum UIN Surakarta", Fakultas Syariah UIN Surakarta, 2025 <https://syariah.uinsaid.ac.id/kasus-obstruction-of-justice-ooj-mencuat-begini-penjelasan-mustain-nasoha-dosen-ilmu-hukum-uin-surakarta/ 40, No 2 (2023), hlm 223.
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Yuk, Simak Pengaturan Penggunaan Drone Sebagai Pes...
29 April 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
Polisi Mengamankan Demo Dengan Kekerasan? Apakah B...
30 April 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →
Sumber Hukum: Pengertian, Jenis, dan Contohnya
03 April 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →