
Sumber: Liputan6.com
Polisi Diduga Perkosa Korban Pemerkosaan Saat Melapor, Propam Tahan Pelaku
Kupang— Seorang anggota Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), berinisial Aipda PS, resmi ditahan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya. Ia diduga mencabuli MML (25), seorang perempuan yang datang untuk melaporkan kasus pemerkosaan yang dialaminya ke kantor polisi pada Senin malam.
Awal mula dugaan pencabulan terjadi saat korban mendatangi Polsek sekitar pukul 21.00 WITA dan langsung diarahkan ke ruang penyidik. Dalam ruangan tersebut, Aipda PS meminta korban menceritakan kronologi kejadian secara rinci tanpa didampingi pihak perempuan atau pendamping hukum. Dalam kondisi trauma dan kebingungan, korban diminta membuka pakaian dengan alasan untuk kebutuhan penyelidikan. Menurut kesaksian keluarga, saat itulah dugaan pelecehan terjadi, di mana Aipda PS menyentuh tubuh korban secara tidak pantas. Korban yang ketakutan dan bingung tidak langsung melaporkan kejadian tersebut hingga akhirnya mengadu kepada keluarga.
Kejadian ini pertama kali mencuat ke publik setelah unggahan akun Facebook keluarga korban pada Kamis menjadi viral. Dalam unggahan tersebut disebutkan bahwa korban, MML, mendatangi Polsek untuk melaporkan dugaan pemerkosaan oleh seorang pria bernama OBL alias Bora. Namun, ketika menjalani pemeriksaan oleh Aipda PS, MML justru kembali menjadi korban kekerasan seksual di ruang penyidik. Dikutip dari Kompas.com, keluarga korban menyatakan bahwa MML diperlakukan tidak senonoh oleh polisi saat memberikan keterangan awal.
Dikutip dari Detik.com, Kapolres Sumba Barat Daya, AKBP Harianto Rantesalu, membenarkan kejadian tersebut dan menyatakan bahwa Aipda PS langsung ditahan di ruang khusus oleh Propam selama 30 hari untuk kepentingan pemeriksaan etik dan pidana. "Proses ini kami tangani secara profesional, objektif, dan transparan. Yang bersangkutan sudah kami tahan dan tidak lagi bertugas," ujarnya.
Tempo.co menambahkan bahwa korban sempat mengalami trauma berat setelah insiden tersebut dan kini tengah didampingi oleh pihak keluarga dan pendamping hukum. Laporan resmi dari keluarga telah diajukan ke Polres untuk meminta proses hukum berjalan sesuai peraturan yang berlaku.
Kasus ini menarik sorotan luas masyarakat dan aktivis hak perempuan karena menunjukkan bahwa institusi penegak hukum justru bisa menjadi tempat kedua bagi korban kekerasan seksual mengalami reviktimisasi. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) NTT dalam keterangannya mengecam keras tindakan pelaku dan meminta agar seluruh proses pengusutan melibatkan pemantauan independen dari lembaga eksternal.
"Ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi bentuk pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Korban datang untuk mencari keadilan, bukan untuk kembali dilukai," ujar Direktur LBH NTT, Theresia Nggarang, seperti dikutip dari Tirto.id.
Sementara itu, Polda NTT menyatakan akan memberikan atensi penuh terhadap perkembangan kasus ini dan memastikan bahwa tidak ada intervensi dalam proses hukum. Kepolisian juga berjanji untuk memperkuat pelatihan sensitif gender dan prosedur penanganan korban kekerasan seksual di tingkat Polsek hingga Polda.
Kejadian ini menegaskan perlunya reformasi mendalam dalam tubuh institusi kepolisian, khususnya dalam penanganan korban kekerasan seksual. Ketika aparat yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi pelaku, maka kepercayaan publik berada di titik nadir.
Penulis: Aisya
Editor : Windi Judithia
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Perjanjian Pranikah di Mata Hukum: Apa, Mengapa, d...
05 May 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Perlindungan bagi Korban Kekerasan Seksual Menggun...
13 May 2025
Waktu Baca: 5 menit
Baca Selengkapnya →