Belakangan ini, beredar isu mengenai usulan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial (Bansos). Hal ini menimbulkan berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat dan akademisi. Tapi, bagaimana pandangan hukum terkait usulan ini? Mari kita bahas!


Desas-Desus Vasektomi sebagai Syarat Bantuan Sosial

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengemukakan rencananya untuk menjadikan vasektomi pria sebagai syarat untuk menerima bansos. Ia mengemukakan bahwa alasan dari rencana tersebut adalah karena ia sering menerima permintaan untuk membantu biaya kelahiran yang bisa mencapai Rp25 juta. Selain itu, ia juga mengemukakan bahwa ketika seseorang menikah, mereka harus bertanggung jawab atas kehamilan, kelahiran, dan pendidikan anak-anaknya. Oleh karena itu, untuk menekan angka kelahiran, ia menggagaskan agar vasektomi menjadi syarat untuk menerima bansos.


Kebijakan Vasektomi dalam Sudut Pandang Hukum

Usulan ini menimbulkan berbagai kontra, salah satunya dari Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro yang mengemukakan bahwa apa yang dilakukan oleh seseorang atas tubuhnya merupakan Hak Asasi Manusia dan merupakan ranah yang bersifat privat sehingga tidak boleh dicampuri oleh negara. Selain itu, Ekonom UGM Wisnu Setiadi Nugroho menilai bahwa menjadikan vasektomi sebagai syarat bansos merupakan suatu tindakan diskriminatif dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan sosial.


Vasektomi merupakan hak pribadi setiap individu yang dijamin dalam Pasal 28A hingga Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kehidupannya sendiri, termasuk hak untuk membuat keluarga dan memiliki keturunan. Selain itu, Pasal 4 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (selanjutnya disebut UU TPKS)menyebutkan bahwa pemaksaan kontrasepsi merupakan salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual. Lebih jauh, Pasal 8 dan Pasal 9 UU TPKS menjelaskan bahwa dapat dipidana setiap orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya baik sementara maupun secara tetap. Dalam hal ini, gagasan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang bertentangan dengan hukum.


Bagaimana Seharusnya Negara Menyikapi Permasalahan Tersebut?

Vasektomi merupakan pilihan suatu individu dan bersifat privat yang tidak boleh dicampuri oleh negara, sebab negara hanya berhak mengatur ranah publik yang mengatur elemen masyarakat secara menyeluruh. Dalam permasalahan ini, negara seharusnya menganalisis terlebih dahulu apakah fenomena di mana suatu keluarga tidak dapat membiayai anaknya sendiri, merupakan akar masalah atau justru akibat dari akar masalah yang sebenarnya. Kemudian, apabila fenomena ini dilihat dari sudut pandang lain, dapat ditemukan bahwa sebenarnya ini adalah suatu akibat dari kemiskinan, di mana masyarakat kelas bawah mengandalkan anak sebagai insting dan pelarian untuk bertahan hidup. Oleh sebab itu, negara seharusnya menyelesaikan permasalahan yang lebih mendasar dan sistematis untuk mengatasi fenomena ini.


Demikian artikel mengenai pandangan hukum terkait vasektomi sebagai syarat bansos, semoga bermanfaat!


Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis. 

Usulan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial menuai kontroversi karena dinilai melanggar hak asasi manusia dan berpotensi diskriminatif. Vasektomi sebagai tindakan medis menyangkut hak privat setiap individu, sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28A–28J serta UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang melarang pemaksaan kontrasepsi dengan alasan apa pun, termasuk melalui penyalahgunaan kekuasaan. Gagasan tersebut dianggap menyalahi prinsip negara hukum dan tidak menyelesaikan akar permasalahan, yaitu kemiskinan struktural yang menyebabkan ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak. Oleh karena itu, negara seharusnya fokus pada solusi yang lebih sistematis dan adil daripada mengatur ranah privat individu.

Referensi

Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Nomor 12 Tahun 2022. LN Tahun 2022 No. 120 TLN No. 6792.

Agungnoe, “Vasektomi Sebagai Syarat Bansos Dinilai Diskriminatif dan Pemaksaan Kontrasepsi.” ugm.ac.id. 5 Mei 2025. Tersedia pada https://ugm.ac.id/id/berita/vasektomi-sebagai-syarat-bansos-dinilai-dikriminatif-dan-pemaksaan-kontrasepsi/. Diakses pada 12 Mei 2025.

Yunus, Sapto, “ Mengapa Dedi Mulyadi inginkan Vasektomi Jadi Syarat Bansos.” tempo.com.  8 Mei 2025. Tersedia pada https://www.tempo.co/politik/mengapa-dedi-mulyadi-inginkan-vasektomi-jadi-syarat-bansos-1374559. Diakses pada 12 Mei 2025.