Pada tangal tanggal 7 Maret 2025 dalam rapat terbatas yang dilaksanakan Presiden Prabowo Subianto bersama dengan sejumlah menteri kabinet merah putih, presiden merencanakan akan membentuk Koperasi Desa Merah Putih sebagai bagian strategi pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dalam Desa. dengan konsep setiap desa akan diberikan anggaran sekitar 5 miliar per desa. Rencana Koperasi Desa Merah Putih dilatarbelakangi oleh keadaan sebelumnya dimana masyarakat seringkali terjerat rentenir, tengkulak, dan pinjol. selain itu, rencana ini ditinjau dapat menegakkan pondasi ekonomi indonesia yang berdasarkan konstitusi pasal 33 UUD NRI 1945.


Menteri Koperasi Budi Arie dalam acara Talkshow Inspiratif #DemiIndonesia yang bertempat di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan pada Rabu 12 Maret 2025 menjelaskan peta tahapan-tahapan Koperasi Desa Merah Putih yang dimulai dengan koordinasi Kementerian, Lembaga dan Pemda yang membahas soal pemetaan koperasi dan potensi desa, modul perkoperasian, sosialisasi mengenai kopdes, pendampingan kelembagaan, dan konferensi Kopdes Merah Putih di tahap pertama , kemudian dilanjutkan dengan launching 70 ribu Koperasi Desa Merah Putih pada tanggal 12 Juli 2025 sebagai tahap kedua , lalu tahap ketiga yang merupakan tahap krusial yaitu tahap pendampingan usaha, lalu akses pembiayaan dengan Komitmen Pemerintah melalui bank Pemerintah. dan terakhir adalah tata kelola kelembagaannya.


Namun, hal ini menimbulkan polemik, apakah ini merupakan terobosan terbaru untuk memperkuat ekonomi masyarakat dari bawah ke atas atau hanya proyek perpanjangan birokrasi semata? padahal sudah ada yang namanya BUMDes di desa yang perannya menyerupai koperasi juga tidak lepas dari pendahulu Koperasi Desa yaitu KUD yang memiliki banyak kekurangan dalam eksekusinya. Oleh karena itu, rencana ini perlu dipertimbangkan efektivitasnya jika dijalankan.


Bukan evolusi, tapi berganti Kulit?

Sebelum Koperasi Merah Putih diusungkan pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Indonesia telah memiliki program serupa bernama Koperasi Unit Desa (KUD) pada masa orde baru. Namun, banyak KUD mengalami masalah internal, seperti manajemen yang buruk, kurangnya transparansi, kurangnya partisipasi aktif anggota, dan korupsi. Sehingga setelah Orde Baru berakhir, KUD kehilangan dukungan kuat dari pemerintah dan harus bersaing dengan pelaku ekonomi lain yang lebih kuat meskipun untuk beberapa daerah masih ada KUD yang bertahan.


Dalam perencanaan pembentukan Koperasi Merah Putih terdapat tiga opsi untuk mengeksekusi pendiriannya, yaitu ‘Pendirian Koperasi Merah Putih’ untuk desa yang belum memiliki koperasi sebelumnya, ‘Pemberdayaan Koperasi Yang Sudah Ada’ untuk desa yang telah memiliki koperasi sebelumnya dan masih fungsional dengan cara melakukan perubahan Anggaran Dasar, dan ‘Revitalisasi Koperasi’ untuk desa yang telah memiliki koperasi tetapi mengalami kemunduran hingga tidak berfungsi secara optimal. Ketiga opsi ini mengakomodasi setiap kondisi tanpa menyingkirkan keberadaan koperasi yang masih berfungsi di desa tersebut.


Perencanaan dan eksekusi program Koperasi Merah Putih perlu untuk merefleksikan kesalahan dalam KUD untuk meminimalisir kegagalan yang mungkin timbul. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, faktor yang menyebabkan KUD gagal adalah kurangnya pengurus pada koperasi, kurangnya kontribusi anggota, persaingan usaha yang tidak sebanding dengan kinerja anggota, serta banyaknya tunggakan atas pinjaman anggota yang menyebabkan keuangan KUD collapse. Koperasi Merah Putih yang pendanaan awalnya berasal dari pemerintah dan memiliki target yang serupa memiliki ancaman yang sama seperti KUD.


Pengelolaan desa yang besar namun tanpa pengawasan yang ketat akan berpotensi sarang korupsi, apalagi dengan sumber daya yang kurang berkualitas. Sejatinya Koperasi Desa Merah Putih bukan ide yang baru, Koperasi Unit Desa (KUD) dan BUMDes sudah ada dengan ambisi yang serupa. Lihat saja akhirnya KUD dan BUMDes banyak yang mangkrak dan mati suri karena dana habis dikorupsi. Perlu adanya pengawasan yang ketat dan kapasitas manajerial yang baik dan profesional untuk mengelola dana besar tersebut.


Potensi Tumpang Tindih dengan BUMDes

Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDes merupakan lembaga usaha yang seluruh atau sebagian besarnya milik desa yang berasal dari kekayaan desa yang dikelola untuk mensejahterakan masyarakat. BUMDes dibentuk dengan tujuan utama untuk meningkatkan perekonomian desa dan pemerataan kesejahteraan desa. Hal ini merupakan amanat dan semangat dari UU Desa yang memberikan ruang dan kesempatan kepada desa untuk mengembangkan potensi dan kapasitas desa. Desa tentunya memiliki berbagai potensi sumber daya alam tergantung geografis yang ada di Indonesia. Eksistensi BUMDes merupakan wujud dari instrumen ekonomi yang harapannya desa bisa memiliki finansial yang mandiri. Namun, implementasi BUMDes hingga saat ini pun perlu dievaluasi dikarenakan dalam implementasinya tidak berjalan mulus.


Fungsi BUMDes sebagai penggerak roda perekonomian desa berpotensi tumpang tindih dengan keberadaan Koperasi Desa Merah Putih. Koperasi Desa Merah Putih memiliki tujuan yang sama sebagai upaya untuk membangun kemandirian desa. Hal ini tentu akan menjadi tumpang tindih ketika desa sudah memiliki BUMDes sebagai kendaraan ekonomi namun terdapat lembaga baru yang menduplikasi lembaga sebelumnya. Koperasi Desa Merah Putih perlu dilakukan optimalisasi dan integrasi yang baik dengan BUMDes, karena BUMDes saat ini masih menjadi sebuah penggerak ekonomi desa sebagai eksistensinya di desa. Sejak UU Desa disahkan, BUMDes menjadi instrumen lembaga ekonomi resmi desa yang dalam pengelolaannya berdasarkan musyawarah desa. Hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai bagaimana sistem pengelolaan Koperasi Desa Merah Putih. Jika terjadi dualisme atau tumpang tindih maka masyarakat desa akan menjadi korban dari kebijakan yang tidak jelas arahnya. Perlu adanya tugas dan fungsi yang berbeda untuk menghindari tumpang tindih yang akibatnya tidak efektif dan efisien.


Proyek Raksasa Seharga 350 Triliun

Sumber dana Koperasi Merah Putih berasal dari 4 sumber yaitu Dana Desa: Sebagai modal awal untuk pembentukan dan pengembangan sebesar 5 miliar. Maka dengan target pendirian 70.000 koperasi dibutuhkan anggaran Rp 350 triliun, meskipun bisa lebih kecil jika mempertimbangkan daerah yang telah memiliki infrastruktur yang dibutuhkan. Sumber pendanaan akan berasal dari 4 pihak, yaitu Dana Desa, APBN & APBD, Pinjaman dari bank milik negara, serta program Corporate Social Responsibility Perusahaan.


Untuk tahap pembentukan Koperasi Merah Putih yang ditargetkan untuk membangun infrastruktur seperti gudang dan beberapa gerai seperti gerai simpan pinjam, sembako, dan klinik desa yang diperkirakan biayanya mencapai Rp 1,6 miliar. Pembangunan infrastruktur untuk Koperasi Merah Putih akan dibiayai melalui pinjaman dari bank negara dan pembayarannya akan melalui angsuran. Untuk meringankan beban anggaran pemerintah mengonsepkan minimal 5 desa bekerja sama untuk pembangunan infrastruktur ini. Dengan begitu, setiap desa hanya perlu mengangsur sebagian kecil dari total biaya, sehingga tidak membebani anggaran desa secara berlebihan.


Rekomendasi

  1. Sumber Daya Manusia Desa Mumpuni. Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat desa harus memiliki kapasitas yang mumpuni dan terampil.
  2. Integrasi dengan BUMDes. Pemerintah perlu mengintegrasikan koperasi merah putih dengan BUMDes agar tidak berpotensi tumpang tindih.
  3. Pengawasan Ketat. Mengingat anggaran yang sangat besar, perlu adanya pengawasan yang sangat ketat dan laporan yang dapat diakses oleh publik.
  4. Partisipasi Masyarakat. Pemerintah harus berkomunikasi aktif dengan masyarakat desa untuk melihat kondisi dan potensi desa sehingga tidak hanya sepihak.


Demikian artikel mengenai pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, semoga bermanfaat!


Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis No. 1 di Indonesia. Kunci Hukum adalah solusi dari permasalahan kamu!