Tren memelihara satwa liar memicu banyak rang tertarik memelihara hewan eksotis seperti burung langka, primata, hingga reptil karena dianggap unik, prestisius, atau untuk kebutuhan konten media sosial. Akan tetapi, masyarakat masih sangat awam bahwa tindakan tersebut bisa melanggar hukum, terutama jika hewan yang dipelihara termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan, apakah memelihara satwa liar benar-benar dapat dikenai sanksi pidana? Yuk simak lebihl lanjut mengenai pengaturannya!


Definisi Satwa Liar

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pengertian satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air, dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Sementara itu, satwa yang dilindungi merupakan jenis satwa baik hidup maupun mati serta bagian-bagiannya yang harus mendapat perlindungan khusus karena populasinya yang terancam atau langka. Singkatnya, emua satwa yang dilindungi adalah satwa liar, tetapi tidak semua satwa liar termasuk satwa yang dilindungi. Satwa yang dilindungi mendapat perlakuan hukum khusus yang melarang penangkapan, pemeliharaan, perdagangan, atau tindakan lain tanpa izin resmi, dengan ancaman pidana bagi pelanggar


Pengaturan Mengenai Perlindungan Satwa Liar

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan jenis tumbuhan dan hewan dilindungi di Indonesia dalam Peraturan Menteri LHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018. Tercantum berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang dilindungi, yaitu 562 jenis burung, 137 jenis mamalia, 37 jenis reptil, 26 jenis insekta, 20 jenis ikan, 127 jenis tumbuhan, 9 jenis Krustasea, Muluska, dan Xiphosura, serta satu jenis amphibi, sehingga totalnya adalah 919 jenis.


Selain itu, Pasal 21 UU/5/1990 menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati tanpa izin.


Indonesia juga meratifikasi Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yang membagi spesies satwa dan tumbuhan liar ke dalam tiga Appendix (Lampiran) yaitu, spesies yang paling terancam (tidak boleh diperdagangkan kecuali untuk kepentingan ilmiah), spesies yang belum terancam punah namun perdagangan harus diatur agar tidak mengarah pada kepunahan dan spesies yang dilindungi di setidaknya satu negara anggota dan memerlukan kerja sama internasional untuk pengendalian perdagangan.


Berdasarkan pengaturan-pengaturan ini berarti pemeliharaan satwa yang dilindungi, baik di Indonesia maupun internasional, hanya dapat dilakukan jika ada izin yang sah dari pihak berwenang. Di Indonesia, izin yang sah hanya dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Untuk memelihara satwa yang dilindungi pun harus memenuhi beberapa kriteria karena pihak tersebut harus mampu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan satwa seperti tempat yang luas/sesuai, makanan yang kayak, dan memperhatikan kesehatan satwa.


Sanksi

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990, apabila memelihara satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup maka dapat dijatuhi hukuman penjara, yaitu antara 3 - 15 tahun dan jika sengaja dapat dihukum hingga 5 tahun penjara. Pelanggaran yang dilakukan karena kelalaian, maka hukumannya lebih ringan, yaitu kurungan hingga 1 tahun.

Slide 6:


Pelaku pelanggaran juga dapat dikenakan sanksi denda. Apabila disengaja dikenakan denda maksimal Rp 100 juta dan pelanggaran dan apabila karena kelalaian dikenakan denda maksimal Rp 50 juta. Selain itu, ada kategori denda lain yang lebih besar, tergantung pada beratnya pelanggaran, yang bisa mencapai ratusan juta rupiah.


Satwa yang dibudidayakan atau dipelihara harus memiliki izin resmi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Tanpa izin, pemeliharaan dianggap ilegal dan dapat dikenakan sanksi. Jika kelalaian menyebabkan kematian satwa dilindungi, pelaku tetap bertanggung jawab secara hukum.


Secara umum, memelihara satwa liar yang tidak dilindungi secara umum tidak melanggar hukum, asalkan pemeliharaan tersebut memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan satwa tersebut bukan hasil perburuan liar atau ilegal. Namun, untuk satwa liar yang dilindungi, memelihara tanpa izin resmi adalah pelanggaran hukum dengan ancaman pidana penjara dan denda yang cukup berat.