Sumber: www.rmol.id
Tinjauan Peraturan Polisi No 10 Tahun 2025 terhadap Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025
Pada 13 November 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang krusial. Putusan ini menghapus klausul penugasan Kapolri dari Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) UU Polri, sehingga memastikan bahwa anggota Polri harus pensiun atau berhenti dari dinas sebelum menduduki posisi non-kepolisian. Selanjutnya, Polri mengeluarkan Peraturan Polri No. 10 tahun 2025 sebagai respon terhadap putusan MK. Profesor hukum tata negara Mahfud MD menyatakan bahwa Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Harapan dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 merupakan titik krusial dalam penegasan prinsip supremasi sipil dan pemisahan peran aparat keamanan dalam negara hukum Indonesia. Putusan ini membatalkan frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri" dalam Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri), karena dinilai membuka ruang bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun. Sebagai respons, Kepolisian Negara Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Penugasan Anggota Polri di Luar Struktur Organisasi Kepolisian. Tulisan ini menganalisis secara kritis kesesuaian Perpol tersebut dengan amar dan ratio decidendi Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Ratio Decidendi Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025
Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 menegaskan bahwa Pasal 28 Ayat (3) UU Polri harus ditafsirkan secara ketat, yakni anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif. Pembatalan frasa dalam penjelasan pasal tersebut didasarkan pada tiga pertimbangan utama. Pertama, frasa tersebut menciptakan ketidakpastian hukum dan membuka peluang konflik kepentingan, bertentangan dengan prinsip negara hukum dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945.
Kedua, frasa tersebut melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 karena memberi keistimewaan struktural bagi anggota Polri aktif dalam pengisian jabatan publik. Ketiga, Mahkamah menempatkan putusan ini dalam konteks historis reformasi pasca-1998 yang secara sadar menghapus praktik dwifungsi aparat keamanan demi menjamin netralitas dan profesionalisme institusi kepolisian.
Dengan demikian, ratio decidendi putusan ini tidak berhenti pada penghapusan satu frasa semata, melainkan menetapkan batas normatif yang jelas: status keanggotaan aktif Polri tidak boleh berjalan paralel dengan pendudukan jabatan sipil apa pun di luar struktur kepolisian.
Substansi Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025
Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 mengatur mekanisme penugasan anggota Polri aktif ke jabatan di luar struktur organisasi kepolisian, dengan ketentuan bahwa anggota yang ditugaskan harus melepaskan jabatan internal Polri namun tetap mempertahankan status sebagai anggota aktif. Perpol ini juga mencantumkan daftar kementerian dan lembaga yang dapat menjadi lokasi penugasan, antara lain Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Badan Narkotika Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Intelijen Negara, Otoritas Jasa Keuangan, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Secara normatif, Perpol ini diklaim sebagai instrumen teknis untuk mengisi kekosongan pengaturan pasca-putusan MK dan untuk menjamin keberlanjutan fungsi lembaga negara yang membutuhkan keahlian kepolisian. Namun, klaim tersebut perlu diuji dalam kerangka hierarki peraturan perundang-undangan dan sifat mengikat putusan Mahkamah Konstitusi.
Konflik Normatif antara Perpol dan Putusan MK
Putusan Mahkamah Konstitusi memiliki kedudukan yang unik dan superior dalam sistem hukum Indonesia. Berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding) serta langsung berlaku sejak diucapkan. Konsekuensinya, seluruh lembaga negara tanpa kecuali wajib menyesuaikan tindakan dan regulasinya dengan putusan tersebut. Dalam konteks ini, Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 menimbulkan konflik normatif yang serius.
Meskipun secara formal tidak menghidupkan kembali frasa yang telah dibatalkan MK, secara substansial Perpol ini mempertahankan kondisi yang sama, yakni memungkinkan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil. Penggunaan istilah "melepaskan jabatan internal" tidak mengubah fakta hukum bahwa yang bersangkutan tetap berstatus anggota aktif Polri, sehingga konflik kepentingan dan problem supremasi sipil tetap melekat.
Jika dilihat dari sudut pandang hierarki norma (Stufenbau theory), norma yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan norma yang lebih tinggi. Ketika MK telah menetapkan tafsir konstitusional bahwa pendudukan jabatan sipil mensyaratkan pengunduran diri atau pensiun, maka setiap peraturan di bawah undang-undang yang memungkinkan kondisi sebaliknya harus dianggap inkonstitusional. Dengan demikian, Perpol ini dapat dikualifikasikan sebagai bentuk penghindaran (constitutional evasion) terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, yurisprudensi MK secara konsisten menolak penggunaan peraturan pelaksana untuk menciptakan norma baru yang tidak diperintahkan oleh undang-undang. Dalam beberapa putusan sebelumnya, Mahkamah menegaskan bahwa pembentuk peraturan di bawah undang-undang tidak memiliki kewenangan diskresioner untuk mengisi kekosongan hukum dengan norma yang justru bertentangan dengan konstitusi.
Implikasi
Keberlakuan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 menimbulkan persoalan konstitusional yang serius. Secara substansial, peraturan ini mengaburkan kembali batas antara ranah sipil dan aparat keamanan yang justru telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, sehingga melemahkan prinsip supremasi sipil dan netralitas profesional Polri.
Dalam kerangka hierarki norma, Perpol tersebut tidak hanya bertentangan dengan tafsir konstitusional UUD 1945 yang bersifat final dan mengikat, tetapi juga menciptakan norma baru tanpa dasar delegasi undang-undang yang sah. Oleh karena itu, selama tidak ada perubahan kebijakan melalui revisi UU Polri oleh pembentuk undang-undang, Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 memiliki dasar kuat untuk diuji secara yudisial.
Demikian artikel mengenai Tinjauan Peraturan Polisi No 10 Tahun 2025 terhadap Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, semoga bermanfaat!
Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 menegaskan batas tegas antara status keanggotaan aktif Polri dan pendudukan jabatan sipil sebagai wujud supremasi sipil dan konsistensi reformasi pasca-1998, dengan menafsirkan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. Namun, penerbitan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 justru mempertahankan praktik penugasan anggota Polri aktif ke jabatan sipil dengan dalih melepaskan jabatan internal, sehingga secara substansial bertentangan dengan amar dan ratio decidendi putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Dalam perspektif hierarki norma dan prinsip negara hukum, Perpol tersebut dapat dipandang sebagai penghindaran terhadap tafsir konstitusional MK karena menciptakan norma baru tanpa dasar delegasi undang-undang yang sah, berpotensi melemahkan netralitas Polri dan supremasi sipil, serta membuka ruang pengujian yudisial apabila tidak diikuti revisi UU Polri oleh pembentuk undang-undang.
Daftar Pustaka
Jurnal
Della, Ismarini Purnama, Novaranty Zura Dwiputri, Irwan Triadi. “Supremasi Sipil Atas Militer Pasca-2024: Membaca Resistensi Institusional dalam Politik Hukum Indonesia.” Jurnal Hukum Legalita 7, no. 2 (2025): 250–262. https://doi.org/10.47637/legalita.v7i2.1947.
Hamdan Nango et al. “Tinjauan Yuridis terhadap Rancangan Undang-Undang TNI dalam Perspektif Supremasi Sipil dan Negara Hukum.” Mahkamah : Jurnal Riset Ilmu Hukum 2, no. 3 (2025): 261–272. https://doi.org/10.62383/mahkamah.v2i3.887.
Sundariwati, Ni Luh Dewi. “Judicial Activism: Between Protecting Constitutional Supremacy or Transitioning to Juristocracy.” Jurnal Konstitusi 21, no. 3 (2024): 432–447. https://doi.org/10.31078/jk2135.
Hadji, Kuswan, Sulistiowati, Aulia Sinta Arianti, Alya Khoyrunisa, Nur Aisyah Kusmawati, & Melati Harmia Putri. “Hak Dan Kewajiban Warga Negara Dalam Sistem Hukum Tata Negara.” Amandemen: Jurnal Ilmu Pertahanan, Politik dan Hukum Indonesia 1, no. 3 (2024): 112–117. https://doi.org/10.62383/amandemen.v1i3.271.
Muin, Fatkhul. “Analisa Negara Hukum Indonesia: Peran Hukum Tata Negara dalam Menjamin Supremasi Konstitusi.” Jurnal Tana Mana 6, no. 2 (2025). https://doi.org/10.33648/jtm.v6i2.1021
Peraturan Perundang-undangan dan Putusan Pengadilan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. LN Tahun 2002 No. 2 TLN No. 4168.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. LN Tahun 2011 No. 82 TLN. 5234
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. LN Tahun 2023 No. 141 TLN No. 6897.
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025 tentang Penugasan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Website
BBC News Indonesia. “Kontroversi Perpol Nomor 10 Tahun 2025 dan Putusan Mahkamah Konstitusi.” BBC News Indonesia, 2025. Tersedia pada https://www.bbc.com/indonesia/articles/c0exe8v4rnwo. Diakses 13 Desember 2025.
Kompas.com. “Dilarang MK, Polri Malah Buka Jalan Polisi Menjabat di 17 Instansi.” Kompas.com, 13 Desember 2025. Tersedia pada https://nasional.kompas.com/read/2025/12/13/06572951/dilarang-mk-polri-malah-buka-jalan-polisi-menjabat-di-17-instansi. Diakses 13 Desember 2025.
Kompas TV. “Mahfud MD Nilai Perpol Nomor 10 Tahun 2025 Bertentangan dengan Putusan MK.” Kompas TV, 2025. Tersedia pada http://kompas.tv/nasional/637336/mahfud-md-nilai-perpol-nomor-10-tahun-2025-bertentangan-dengan-putusan-mk. Diakses 13 Desember 2025.
Baca Artikel Menarik Lainnya!
Kisruh Pemblokiran Rekening: Kepala PPATK dan Gube...
31 July 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →
Gelombang Protes di Pati: Sudewo Menolak Mundur, D...
13 August 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
POLEMIK DANA PEMDA Rp 234 TRILIUN, BI KLARIFIKASI...
23 October 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →