Jakarta, Kunci Hukum - Serangkaian bencana hidrometeorologis yang melanda tiga provinsi di Pulau Sumatera, yaitu Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, pada akhir November 2025 telah menimbulkan luka berat serta kerusakan besar-besaran. Banjir bandang dan tanah longsor tidak hanya menghentikan fungsi infrastruktur penting, tetapi juga menelan ratusan korban jiwa dan memaksa puluhan ribu penduduk meninggalkan tempat tinggal mereka. Di tengah-tengah upaya penanggulangan darurat, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pernyataan keras yang menghubungkan tragedi ini dengan masalah mendasar yang lebih luas: kerusakan lingkungan akibat perbuatan manusia, khususnya penebangan hutan.

Tingkat kehancuran yang terjadi terlihat jelas dari berbagai laporan di lokasi. Di Aceh, Gubernur Muzakir Manaf terpaksa menetapkan status darurat bencana hidrometeorologis setelah 16 kabupaten/kota terpengaruh. Gambar dari Desa Manyang Cut di Pidie memperlihatkan rumah-rumah yang rusak tertimbun lumpur dan sampah kayu, serta jembatan lintas nasional yang putus sepenuhnya diterjang arus kuat. Banjir yang menggenangi jalan nasional Medan-Banda Aceh di Aceh Barat juga menghambat akses transportasi darat. Sementara itu, di Padang, Sumatra Barat, jebolnya bendungan Gunung Nago di Pauh memperburuk banjir bandang yang merusak rumah dan jembatan, sehingga memaksa warga untuk segera mengungsi.

Namun, dampak paling menyedihkan berasal dari data korban jiwa, terutama di Sumatera Utara. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Utara, melalui Kepala Bidang Penanganan Darurat Sri Wahyuni Pancasilawati, mengeluarkan data terkini per Sabtu (29/11/2025). Laporan itu mencatat angka yang menakutkan: 127 orang tewas, 104 orang masih dalam keadaan hilang, dan 152 orang mengalami cedera. Jumlah pengungsi di provinsi ini saja telah mencapai 11.139 jiwa news.detik.com. Penyebaran korban jiwa terbanyak terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan 44 korban meninggal, sedangkan pencarian korban hilang paling besar terpusat di Kota Sibolga dengan 48 orang belum ditemukan. Data ini menekankan pentingnya operasi SAR dan perlunya bantuan bagi para penyintas.

Menanggapi krisis ini, Presiden Prabowo Subianto tidak hanya menyampaikan belasungkawa, tetapi juga memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memberikan renungan mendalam tentang penyebab bencana. Dalam pidatonya pada acara Hari Guru Nasional, ia secara tegas menghubungkan banjir dan longsor dengan tantangan perubahan iklim serta kerusakan lingkungan. "(Musibah) ini mengingatkan kita bahwa dunia penuh dengan tantangan perubahan iklim, pemanasan global. Kerusakan lingkungan ini menjadi tantangan yang harus kita hadapi," tegas Prabowo nasional.kompas.com. Pernyataan ini mengubah pandangan dari sekadar bencana alam menjadi sebuah bencana ekologis yang dipercepat oleh kegiatan manusia.

Lebih lanjut, Presiden mengajak sebuah upaya bersama untuk pemulihan lingkungan. Ia menyoroti pentingnya melestarikan hutan dan menjaga kebersihan sungai sebagai tindakan pencegahan dasar. "Benar-benar mencegah pembabatan pohon-pohon, perusakan hutan-hutan, juga sungai-sungai harus kita jaga agar bersih sehingga dapat menyalurkan air yang bisa tiba-tiba datang," ujarnya nasional.kompas.com. Ajakan ini secara tidak langsung menjadi isyarat bagi aparat penegak hukum untuk bertindak keras terhadap praktik penebangan liar dan kegiatan lain yang merusak ekosistem. Ini merupakan kesempatan untuk menekankan pentingnya penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta aturan terkait kehutanan.

Sebagai langkah nyata jangka panjang, Prabowo mengemukakan penguatan kesadaran lingkungan melalui jalur pendidikan. "Mungkin perlu kita tambah dalam silabus, dalam mata pelajaran juga, kesadaran akan sangat pentingnya kita menjaga lingkungan alam kita," katanya liputan6.com. Gagasan ini membuka pembahasan tentang perubahan kebijakan pendidikan nasional untuk menyatukan mitigasi bencana dan etika lingkungan secara lebih terstruktur sejak awal.

Di bidang penanganan darurat, pemerintah pusat telah bertindak cepat dengan mengirimkan bantuan. Berdasarkan perintah Presiden, empat pesawat angkut berat, yaitu tiga unit C-130 Hercules dan satu unit A400M, diterbangkan dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma pada pagi Jumat. Menurut Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, bantuan tersebut mencakup keperluan mendesak seperti 150 tenda pengungsi, 64 perahu karet untuk evakuasi, generator listrik, peralatan komunikasi, makanan siap santap, obat-obatan, serta tim medis dari TNI dan Kementerian Kesehatan liputan6.com. Bantuan ini disebarkan ke lokasi-lokasi terdekat dengan daerah bencana di tiga provinsi untuk memastikan tanggapan cepat bagi para korban.

Tragedi di Sumatra menjadi peringatan pahit bahwa pelestarian lingkungan bukanlah masalah abstrak, melainkan dasar keamanan masyarakat. Tanggapan Presiden Prabowo yang menghubungkan bencana dengan kerusakan hutan membuka peluang untuk penilaian kebijakan yang lebih mendalam dan penegakan hukum lingkungan yang tegas. Sekarang, tantangannya adalah mengubah kesadaran ini menjadi tindakan nyata yang berkesinambungan, agar penderitaan serupa tidak terus terulang di masa mendatang.


Penulis: Tasya Khoerunnisa Himawan

Editor  :  I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana