Maraknya Operasi Drone dan Reaksi Publik

Maraknya pengoperasian drone saat ini menjadi pro dan kontra pada sebagian pihak/kalangan sebab sebagian masyarakat tersebut masih awam/kurang atau tidak mengerti akan fungsi pesawat drone tersebut. Pemantauan dengan menggunakan pesawat tanpa awak (drone) memerlukan biaya yang lebih sedikit daripada menggunakan pesawat terbang berpenumpang ataupun dengan kapal laut, serta dapat memberikan informasi secara detail. Pesawat ini juga mempunyai risiko yang lebih kecil bila digunakan dalam lingkungan yang sulit. Hanya saja, penggunaan drone yang juga untuk penduduk sipil memiliki tantangannya tersendiri, sebab mereka dapat melakukan pengawasan terhadap pihak lain tanpa diketahui pihak tersebut.


Dalam perkembangan teknologi, tindakan suatu negara dapat menjadi hukum kebiasaan internasional tanpa adanya kurun waktu tertentu. Hukum udara adalah hukum yang mengatur tentang udara dimana negara yang memiliki udara merasa berdaulat atas udara itu. Sampai detik ini belum ada instrumen hukum internasional yang mengatur secara khusus mengenai operasi drone. Convention on International Civil Aviation, 7 December 1944 atau lebih dikenal Konvensi Chicago 1944, sebagai salah satu instrumen hukum udara internasional hanya mengatur pemanfaatan ruang udara oleh pesawat udara berawak, dengan klasifikasi pesawat udara sipil (civil aircraft) atau pesawat udara negara (state aircraft).


Kedaulatan Negara dan Ruang Udara: Prinsip Konvensi Paris 1919

Dalam Pasal 1 Konvensi Paris 1919 kedaulatan negara yang menjelaskan, pihak-pihak yang mengadakan kontrak tinggi mengakui bahwa setiap penguasa memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif atas ruang udara di atas wilayahnya. Pasal 3  Konvensi Paris 1919 merupakan pasal yang berkenaan dengan zona larang terbang yang menjelaskan setiap negara berhak untuk menetapkan zona larangan terbang atas pertimbangan kepentingan pertahanan dan keamanan nasional dengan ancaman hukuman bilamana terdapat pelanggaran. Ketentuan ini sesuai dengan usul yang disampaikan oleh delegasi Perancis pada saat konferensi Paris 1910.  Menurut Pasal 5 konvensi Paris 1919, pesawat udara harus mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan (nationality and registration marks).


Posisi Drone dalam Konvensi Chicago 1944

Pada awalnya drone dibahas dalam Pasal 8 Konvensi Chicago 1944 yang mengatur tentang pesawat udara tanpa pilot dapat terbang di atas negara bagian yang menandatangani konvensi dengan syarat izin khusus yang diberlakukan di setiap negara. Sebagai jenis pesawat tanpa pilot, drone juga harus mengikuti Rules of The Air (Peraturan Udara) dalam Pasal 12 konvensi Chicago 1944 yang pada pokoknya berisikan mengenai setiap negara anggota konvensi berjanji untuk mengambil tindakan tindakan yang menjamin bahwa setiap pesawat udara yang terbang di atas atau latihan militer di dalam wilayahnya dan bahwa setiap pesawat udara yang memiliki tanda kebangsaannya, di mana pun pesawat itu berada, harus mematuhi peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan penerbangan dan latihan militer pesawat udara yang berlaku di sana. Dengan kata lain, aturan udara berlaku untuk semua pesawat, berawak atau tak berawak.


Sebagai jenis pesawat udara tanpa pilot, drone juga harus memiliki kebangsaan pesawat agar dapat melintasi perbatasan wilayah antar negara. Pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 21 konvensi Chicago 1944. Drone juga sama seperti pesawat udara pada umumnya yang dimana tidak dapat melakukan pendaftaran ganda terhadap kebangsaan negara tersebut. Pendaftaran kebangsaan pesawat udara maupun peralihannya diatur berdasarkan hukum nasional masing-masing negara.


Klasifikasi Drone dalam Hukum Internasional

Dalam hukum internasional, drone dibahas dalam Pasal 8 Konvensi Chicago 1944 yang mengatur tentang pesawat udara tanpa pilot dapat terbang diatas dengan syarat izin khusus yang diberlakukan di setiap negara. Namun, berdasarkan sumber hukum internasional kedudukan drone sebagai pesawat udara hanya dapat diklasifikasikan sebagai Civil Aircraft, mengingat hampir seluruh konvensi mengenai hukum udara hanya membahas pesawat udara sebagai penerbangan sipil bukan untuk tujuan atau kepentingan militer.


Sudah memahami artikel di atas dan butuh bantuan hukum? Kunci Hukum siap membantu lewat layanan konsultasi hukum gratis.

👉 Isi formulir disini untuk mulai konsultasi


Referensi:

Peraturan Perundang-Undangan

Konvensi Internasional

Konvensi Paris 1919 

Konvensi Chicago 1944


Jurnal

Esahstiansyah, E. P. (2023). Penggunaan Drone Sebagai Pesawat Udara Menurut Hukum 

Internasional Dan Hukum Nasional. UNJA Journal of Legal Studies, 1(1), 01-27.