Sumber: Westjavatoday.com
Sumber Air Dipertanyakan: Aqua Beri Klarifikasi, Akan Dipanggil oleh BPKN dan DPR RI
Jakarta, Kunci Hukum – Produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Aqua, PT Tirta Investama, merespons gejolak publik terkait isu sumber air baku yang diklaim berasal dari sumur bor dalam. Perusahaan tersebut secara tegas membantah narasi tersebut, menekankan bahwa praktik ekstraksi airnya menggunakan teknologi sumur bor untuk mengambil air dari lapisan akuifer terlindungi yang secara geologis berada di daerah pegunungan vulkanik.
Foto: Klarifikasi dari pihak Aqua (22/10/2025), dikutip pada (27/10/2025)
Sumber: Laman resmi sehataqua.co.id
Pihak Aqua mengklaim sumber air mereka terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat. Perusahaan ini juga menyatakan secara tegas setiap titik pengambilan air telah melalui kajian dampak yang ketat, didukung hasil studi hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
Kajian yang mereka lakukan juga mengonfirmasi bahwa pengambilan air dilakukan secara hati-hati dan tidak menyebabkan pergeseran tanah maupun longsor serta tidak bersinggungan dengan air yang digunakan oleh masyarakat setempat. Pengambilan air yang dilakukan diklaim memiliki izin resmi dari pemerintah dan dipantau secara berkala oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta pemerintah daerah terkait. Selain itu sebagai bagian dari kebijakan internal, Aqua memiliki dan menjalankan Ground Water Resources Policy (Kebijakan Perlindungan Air Tanah Dalam).
Klaim yang Dipertanyakan
Klaim AMDK merek Aqua yang dinarasikan bersumber dari "air pegunungan terpilih" kini berada di bawah sorotan tajam publik dan pemerintah. Kontroversi yang dipicu oleh temuan pengecekan langsung di lapangan yang menyoroti adanya kesenjangan antara narasi pemasaran dan realitas teknis ekstraksi air mineral modern memicu kekhawatiran serta kegaduhan terkait transparansi dan perlindungan konsumen oleh masyarakat.
Geliat isu ini terpantik saat Gubernur Provinsi Jawa Barat, Dedi Mulyadi (akrab disapa dengan inisial KDM), melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke salah satu pabrik PT Tirta Investama (Aqua) yang bertempat Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Melalui unggahan video yang viral, KDM terkejut saat mengetahui bahwa sumber air baku yang digunakan perusahaan adalah Air Tanah Dalam yang diambil melalui sumur pompa bor, bukan mata air permukaan yang mengalir alami.
Foto: Sidak yang dilakukan KDM ke salah satu pabrik Aqua di Subang
Sumber: Akun Youtube KANG DEDI MULYADI CHANNEL (21/10/2025)
Dalam momen sidak tersebut, Dedi Mulyadi mengungkapkan keheranannya. Dedi bertanya kepada salah satu pekerja tentang asal bahan baku air mineral dalam kemasan. "Ngambil airnya dari sungai?" kata Dedi. "Airnya dari bawah tanah pak," kata pekerja tersebut. "Saya kira itu air permukaan, air sungai atau air dari mata air. Ternyata bukan dari mata air, tapi dari sumur pompa dalam, berarti airnya dibor,” pungkas KDM.
Meskipun KDM kemudian melanjutkan pertanyaannya dan dijelaskan bahwa secara teknis air tersebut tetap berasal dari mata air pegunungan yang diekstraksi secara higienis, temuan awal ini sudah menjadi polemik bagi kepercayaan publik, memaksa produsen dan pemerintah segera merespon meluruskan isu yang berkembang.
Peneliti hidrologi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rachmat Fajar Lubis, memberikan perspektif ilmiah yang membedakan terminologi pemasaran dan realita geologis. Menurutnya, meskipun kini hampir semua AMDK mengambil dari air tanah dalam (sumur bor), istilah 'air pegunungan' masih relevan secara geologi.
"Air tanah dalam dari daerah vulkanik tetap termasuk air pegunungan. Hanya saja, kini pengambilannya lebih terkontrol lewat pengeboran untuk memastikan kualitasnya tetap higiene."
Dilansir dari detikcom, sebagian besar perusahaan AMDK modern termasuk Aqua, telah beralih mengambil air dari sumber air tanah dalam melalui pengeboran dengan kedalaman 60 hingga 104 meter, tidak lagi dari mata air terbuka seperti pada awal berdirinya Aqua tahun 1973. Hanya sedikit sumber Aqua yang masih berupa mata air, misalnya di Bali dan Kabupaten Solok. Meskipun diambil lewat pengeboran, perusahaan tetap menggunakan label "air pegunungan" karena sumber airnya secara geologi berasal dari lapisan akuifer sistem gunung api yang kaya mineral.
Ia juga menimpali bahwa air tanah dalam dari daerah vulkanik secara alami kaya mineral dan mengandalkan mata air permukaan justru "rentan kontaminasi". Hal ini menguatkan argumentasi bahwa metode pengeboran adalah standar industri modern untuk menjamin keamanan produk.
Menunggu Pasca-Reaksi
Kontroversi ini segera memicu intervensi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Komisi VI DPR RI. Ketua BPKN RI, Mufti Mubarok, mengumumkan bahwa lembaganya akan segera memanggil manajemen PT Tirta Investama untuk meminta klarifikasi resmi, serta mengirim tim investigasi langsung ke pabrik.
“Kami akan memanggil pihak manajemen dan Direktur PT Tirta Investama untuk meminta klarifikasi resmi terkait sumber air yang digunakan dalam produksi Aqua. BPKN juga akan mengirim tim investigasi langsung ke lokasi pabrik guna memverifikasi kebenaran informasi tersebut,” ujar Mufti dikutip dari Media ANTARA dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, (23/10/2025). Ia menegaskan BPKN akan mengambil langkah tegas untuk memastikan hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim, menyoroti potensi pelanggaran ganda. Mengutip dari media Parlementaria, selain potensi pelanggaran Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Ia juga menyinggung potensi Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kerusakan lingkungan dari pengambilan air tanah secara masif yang dapat mengganggu ketersediaan air sumur dangkal bagi masyarakat sekitar. Komisi VI berkomitmen untuk mendorong audit menyeluruh dan menuntut sanksi bagi pihak yang terbukti melanggar, sekaligus ganti rugi bagi masyarakat yang dirugikan.
"Komisi VI nanti bisa mendorong tim investigasi dan pengkajian untuk mengetahui dampak dari aktivitas sebelum, saat dan sesudah pengeboran sumur tersebut dilakukan. Apakah merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar dan apakah ada potensi membahayakan untuk konsumen air kemasan tersebut,” pungkasnya.
Penulis: Almerdo Agsa Soroinama Hia
Editor : I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana
Baca Artikel Menarik Lainnya!
Yuk, Simak Pengaturan Penggunaan Drone Sebagai Pes...
27 April 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Ingin Jadi Advokat Profesional? Ini 6 Langkah Krus...
29 May 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
Apakah Foto Dalam Kampanye Pemilu Boleh Pakai AI?
06 July 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →