Jakarta, Kunci Hukum - Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan pengalokasian sejumlah uang pengganti kerugian negara dari tindak pidana korupsi senilai Rp13 triliun kepada program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Keputusan tersebut ia sampaikan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025).


Dana senilai Rp13 triliun itu berasal dari hasil penyerahan barang bukti sitaan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) beserta turunannya yang diserahkan Kejaksaan Agung kepada Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.


"Mungkin yang Rp 13 triliun disumbangkan atau diambil oleh Jaksa Agung hari ini diserahkan ke Menteri Keuangan, mungkin sebagian bisa kita taruh di LPDP untuk masa depan ya," ujar Prabowo di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025), dikutip dari Tempo.co.


Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan bahwa nilai pengembalian dana baru mencapai Rp13,225 triliun dari target total Rp17,7 triliun. Sisanya, sekitar Rp4,4 triliun belum diserahkan karena dua perusahaan, yakni PT Musim Mas dan PT Permata Hijau, meminta penundaan pembayaran.

“Hari ini, kami serahkan Rp 13,225 triliun karena yang Rp 4,4 triliun-nya diminta Musim Mas dan Permata Hijau. Mereka meminta penundaan,” kata Burhanuddin di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/10/2025), dikutip dari Detiknews. 


Penyitaan aset ini merupakan eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung yang memvonis PT Wilmar Group, PT Musim Mas, dan PT Nagamas Palmoil Lestari melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PT Wilmar Group diharuskan membayar uang pengganti Rp11,8 triliun, PT Musim Mas Rp4,89 triliun, serta PT Nagamas Palmoil Lestari Rp937,558 miliar.


Arahan Kepala Negara ini muncul setelah ia memaparkan berbagai program pendidikan nasional dalam sidang kabinet, termasuk pengembangan sekolah rakyat, sekolah unggulan SMA Garuda, perluasan beasiswa hingga penambahan fakultas kedokteran. Menurut Presiden, penguatan dana beasiswa LPDP sangat krusial agar Indonesia mampu melahirkan generasi unggul berdaya saing global.


Pada tahun 2025, LPDP hanya membuka kuota sebanyak 4.000 penerima beasiswa, jumlah tersebut turun hampir setengah dari tahun 2024 yang mencapai 8.592 penerima. Kondisi ini mendorong Prabowo mengambil langkah strategis dalam memanfaatkan uang hasil sitaan korupsi untuk investasi sumber daya manusia.


Presiden juga menekankan pentingnya mencari siswa berbakat dari seluruh pelosok Indonesia, bukan hanya kalangan menengah atas. Ia meyakini banyak anak yang berasal dari keluarga sederhana memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga layak mendapat kesempatan belajar dengan beasiswa penuh.


"Kita harus mencari mereka ini dan jangan anggap bahwa mereka itu anak-anak orang menengah ke atas, banyak anak orang bawah, orang miskin ternyata punya kecerdasan yang tinggi. Kita harus cari mereka," tegas Prabowo.


Presiden meminta proses pencarian tersebut dilakukan melalui kerja sama lintas lembaga, mulai dari kementerian, TNI, Polri, organisasi masyarakat hingga yayasan pendidikan.


Tak hanya untuk pendidikan, dana sitaan Rp13 triliun itu juga direncanakan akan digunakan untuk memperbaiki lebih dari 8.000 sekolah serta membangun sekitar 600 kampung nelayan modern yang dilengkapi fasilitas pendingin ikan (cold storage). Targetnya hingga akhir 2026, terdapat 1.100 desa nelayan yang direvitalisasi dengan anggaran sekitar Rp22 miliar per desa.


Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno juga menyambut positif kebijakan tersebut. Menurutnya, tambahan dana bagi LPDP akan memperluas akses pendidikan tinggi bagi generasi muda Indonesia.


“Sehingga kalau memang dana tersebut dialokasikan untuk menambah dana dan anggaran LPDP, tentu kami sambut gembira karena makin banyak putra-putri terbaik bangsa ini bisa memanfaatkan pendidikan jenjang tinggi, baik di dalam maupun di luar negeri dengan adanya ketersediaan dana yang tambahan," ucap Eddy.


Eddy menambahkan, investasi pada pendidikan merupakan langkah kunci menuju kemajuan bangsa karena membuka jalan bagi lahirnya inovasi dan penguasaan teknologi yang lebih kuat.


Penulis: Fuji Mayumi Riyenti

Editor: Kayla Stefani Magdalena Tobing