Awal Oktober 2025, pemerintah Indonesia menghadapi kasus pencemaran radioaktif Cesium-137 (Cs-137) yang berdampak serius, dimulai dari kawasan industri hingga produk ekspor. Krisis ini pertama kali terungkap di Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten, di mana tingkat radiasi di salah satu titik mencapai 33 ribu microsievert per jam. Hal ini pun telah terkonfirmasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). 


Dampak kesehatan mulai tampak secara nyata, akibat kejadian ini. Melalui pemeriksaan Whole Body Counting, Kementerian Kesehatan menemukan setidaknya sembilan pekerja yang terpapar radionuklida. “Kita bersyukur telah dilakukan penanganan serius kepada saudara-saudara kita yang terpapar berupa pemberian obat-obat khusus. Saat ini mereka berada di rumah masing-masing dalam pantauan Kementerian Kesehatan,” ujar Hanif, Menteri Lingkungan Hidup.


sumber: detik.com 


BAPETEN menjelaskan bahwa risiko radiasi Cesium-137 bergantung pada dosis yang diterima, di mana paparan di atas 200 miliSievert (mSv) dapat menyebabkan efek berat. "Radiasi akan berdampak serius ke tubuh jika dosis yang diterima melebihi 200 mSv dengan gejala seperti mual, rambut rontok, hingga menyebabkan kematian," kata Koordinator Komunikasi Publik BAPETEN, Abdul Qohhar. Bahkan dosis di bawah ambang tersebut masih memiliki risiko probabilistik yang menekankan perlunya pemantauan ketat untuk mencegah dampak jangka panjang.


Adapun sumber kontaminasi diduga kuat berasal dari limbah besi dan baja impor. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa hasil penelusuran menunjukkan scrap metal yang terkontaminasi diproduksi dari PT BMT yang lalai dalam penyimpanan. "Hasil penelusurannya memang semuanya scrap itu diproduksi dari PT BMT yang lalai disimpan, kemudian, kalau memang, siapa ngira ada cesium kan. Jadi mungkin kelalaian-keteledoran kita semua," ujarnya. 


Merespons temuan ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Perdagangan segera menghentikan sementara impor skrap atau limbah baja dan besi hingga ada penyelesaian penataan tata laksana di industrinya. “Hari ini Kementerian Lingkungan Hidup telah menghentikan importasi skrap baja dan besi,” kata Hanif di Cikande (13/10/2025).


Pemetaan lokasi terkontaminasi menunjukkan penyebaran yang cukup luas. Menteri LH menyebutkan ada 32 titik radiasi Cesium-137 di Kawasan Industri Modern Cikande dengan 10 titik berada di luar kawasan industri dan 22 titik lainnya di area industri seperti generator dan storage.


Menanggapi krisis ini, pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Radiasi Radionuklida Cs-137 dan melakukan langkah-langkah darurat. Gubernur Banten, Andra Soni, menjelaskan akan dilakukan relokasi sementara masyarakat terdampak sampai proses dekontaminasi selesai. 


Kapolda Banten, Irjen Hengki, menyebutkan ada tiga lokasi yang disiapkan sebagai tempat evakuasi. "Kami berharap dalam waktu dekat, warga yang nanti dinyatakan harus keluar sementara dari titik zona merah akan dievakuasi ke tiga titik, yaitu BLK, Gedung PGRI, dan Wisma Bhayangkara," ujarnya.


Proses dekontaminasi masif juga dilakukan oleh lebih dari 100 personel satuan Kimia, Biologi, Radioaktif, dan Nuklir (KBRN) Korps Brimob Polri, satu peleton Denzi Nubika TNI AD, serta para ahli dari PT Grafika.


Sementara itu, dampak kasus Cikande ternyata meluas hingga ke sektor pangan ekspor Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menemukan dugaan cemaran radioaktif dalam produk pangan asal Indonesia, dimulai dari udang beku PT Bahari Makmur Sejati pada Agustus 2025, kemudian diikuti temuan pada cengkeh produksi PT Natural Java Spice. 


Melansir dari New York Post, FDA memblokir seluruh impor rempah dari PT Natural Java Spice usai mendeteksi adanya cesium-137 pada kiriman cengkeh ke California, padahal perusahaan tersebut telah mendatangkan sekitar 200 ribu kilogram cengkeh ke AS sepanjang 2025.


Menanggapi laporan FDA, Satgas Cs-137 melalui BAPETEN langsung meninjau lokasi. Ketua Bidang Diplomasi dan Komunikasi Satgas, Bara Krishna Hasibuan, mengonfirmasi hasil investigasi tim. Setelah meninjau lokasi perkebunan hingga pengolahan cengkeh di Surabaya, Pati, dan Lampung, ditemukan kontaminasi di perkebunan Lampung. 


"Kami bisa memberikan konfirmasi bahwa ditemukan kontaminasi di perkebunan di Lampung. Kontaminasi tersebut ditemukan dalam jumlah terbatas dan tidak meluas ke wilayah atau komoditas lainnya," terang Bara dalam konferensi pers di Jakarta Pusat (13/10/2025).


Merespons import alert dari FDA, Bara menegaskan bahwa pembatasan ini bukan pelarangan total perdagangan. "Ini perlu saya tegaskan, import alert ini bukan pelarangan total. Jadi ini bukan pelarangan total terhadap seluruh produk udang dan bukan penghentian perdagangan," ujar Bara. 


Pembatasan hanya berlaku untuk produk udang dan cengkeh dari Jawa dan Lampung yang harus mengantongi sertifikasi impor pangan melalui Food Safety Modernization Act (FSMA) mulai 31 Oktober 2025. Bara menekankan bahwa kontaminasi radioaktif pada udang berasal dari aktivitas industri logam di Cikande, bukan dari kesalahan praktik budidaya.


Di sisi industri, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya untuk menjaga keamanan produk dan kepercayaan pasar. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan, “Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan industri di Indonesia, termasuk di kawasan industri Cikande, berjalan sesuai dengan prinsip public safety.” Kemenperin juga menyiapkan pedoman penguatan tata kelola lingkungan industri yang lebih komprehensif untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.


Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, menambahkan bahwa temuan radiasi Cs-137 menjadi peringatan untuk dunia industri Indonesia. "Ini sebenarnya sudah jadi kewajiban sejak beberapa tahun lalu sebelum pemerintahan Pak Prabowo, yaitu comply terhadap standar industri hijau," kata Faisol. 


Kemenperin meminta seluruh kawasan industri berlaku proaktif mengecek lingkungannya dan menerapkan mekanisme self announcement untuk menyatakan kawasan mereka aman dari radiasi. Pemerintah juga akan memfasilitasi usaha kecil dan menengah yang belum mampu melakukan pengecekan radiasi secara mandiri.


Seperti yang dilansir Antara (15/10/2025), Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan, “Peristiwa kontaminasi dan paparan radionuklida Cesium-137 ini adalah alarm keras bagi kita semua.” Hal ini dikarenakan tingkat radiasi tersebut setara dengan 875 ribu kali lipat radiasi alamiah yang menandakan bahaya yang sangat serius.


Hanif kembali menambahkan bahwa penegakan hukum harus dilakukan tanpa kompromi terhadap pihak yang lalai hingga menyebabkan paparan radiasi. Momentum ini juga dimanfaatkan untuk memperkuat regulasi terkait penggunaan radioaktif dan sistem industrial safety management di seluruh kawasan industri Indonesia, memastikan kasus serupa tidak terulang di masa depan.


Penulis: Rofi Nurrohmah

Editor: I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana