Sumber: Unpadj.ac.id
OSO Cs Deklarasi Sekber Rakyat, Target Besar: PT Nol Persen di Pemilu 2029
Jakarta, Kunci Hukum - Sejumlah partai politik non parlemen membentuk Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat di Jakarta pada malam Rabu tanggal 24 September 2025. Pembentukan ini menandai penggabungan partai-partai yang tidak memiliki kursi di DPR RI, dengan tujuan utama mendukung tindakan hukum untuk menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) menjelang Pemilu 2029. Dalam penjelasan yang dikutip Kompas.com, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) menyatakan, "Malam ini kami telah sepakat mendirikan Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat yang terdiri dari 12 partai non parlemen, dengan sembilan partai hadir," menekankan bahwa Sekber bertujuan untuk memberikan arti bagi kedaulatan suara rakyat pada tahun 2029.
Sekber ini meliputi partai-partai seperti Hanura, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Buruh, Perindo, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Berkarya, dan Partai Ummat. OSO menegaskan bahwa susunan kepengurusan akan diumumkan selambat-lambatnya dalam seminggu setelah deklarasi, dan kursi ketua Sekber masih disimpan sebagai "rahasia" hingga struktur final diumumkan. Komitmen untuk memperluas keanggotaan tetap terbuka; partai non parlemen lainnya diundang untuk bergabung guna memperkuat upaya bersama. Dalam laporan Kompas.com, OSO menambahkan bahwa Sekber tidak hanya dibentuk sebagai tempat seremonial, tetapi juga sebagai pusat untuk mengkoordinasikan strategi hukum, advokasi kebijakan, dan komunikasi publik mengenai desain pemilu yang adil.
Tujuan utama Sekber adalah menghapus ambang batas parlemen hingga nol persen. OSO, seperti yang dilaporkan oleh ANTARA News, mengatakan bahwa "PT nol persen itu merupakan sesuatu demokrasi dan akhlak yang juga harus dihayati oleh semua anak bangsa." Ia berpendapat bahwa ambang batas suara nasional yang ada selama ini menyebabkan banyak suara yang hilang. Ia mengklaim lebih dari 17 juta suara rakyat tidak terwakili di DPR RI karena sistem PT ini, yang dilihat oleh Sekber sebagai masalah dalam representasi dan keadilan pemilihan umum. Pernyataan ini menempatkan Sekber dalam pembicaraan besar mengenai reformasi pemilu, di mana ambang batas menjadi isu yang diperdebatkan karena berpengaruh pada proporsionalitas hasil dan keterwakilan politik.
Para pendiri Sekber menegaskan bahwa jalur yang mereka ambil adalah jalur sesuai konstitusi. Mereka mempersiapkan langkah untuk menguji undang-undang pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) serta membuka saluran dialog dengan pembuat undang-undang. Dalam berita ANTARA News, OSO menyatakan bahwa perjuangan ini harus "disesuaikan dengan proses tentang undang-undang pemilu yang sebenarnya," menekankan kepatuhan terhadap hukum yang ada dan semangat berdemokrasi yang baik. Rencana strategis mencakup pengumpulan data mengenai "vote wastage", penyusunan dokumen akademis, hingga edukasi publik mengenai dampak PT pada representasi parlemen.
Dalam diskusi mengenai hal ini, argumen mendukung PT nol persen berfokus pada prinsip "setiap suara sama". Tanpa adanya batasan, suara partai kecil lebih mungkin untuk diterjemahkan menjadi kursi, sehingga DPR dipandang akan lebih mencerminkan preferensi pemilih. Namun, di sisi lain, perdebatan ini juga membahas konsekuensi terhadap pemerintahan: semakin banyak fraksi dapat menyebabkan kesulitan dalam pembentukan koalisi dan proses legislasi. Oleh karena itu, Sekber menyatakan kesiapannya untuk mendorong perbaikan dalam desain kelembagaan di parlemen, termasuk memperkuat tata tertib, aturan fraksi, dan pengelolaan alat kelengkapan dewan agar efektivitas kerja legislasi tetap terjaga meskipun dengan representasi yang lebih inklusif.
Sekitar masalah ini, beberapa pengamat pemilu berpendapat bahwa penghapusan PT perlu dilihat sebagai bagian dari perubahan yang lebih besar. Perubahan metode pembagian kursi, ukuran daerah pemilihan, dan syarat verifikasi partai menjadi penting agar sistem tetap berjalan dengan baik. Dalam kondisi seperti ini, Sekber berpendapat bahwa penting untuk awalnya memberi kesempatan representasi agar pemilih kembali percaya bahwa suara mereka berarti, sementara aspek pengelolaan dapat diperbaiki bersamaan melalui kebijakan internal DPR dan peraturan turunannya.
Pernyataan Sekber juga mencerminkan momen penyatuan politik setelah pemilu, ketika partai-partai non parlemen menilai tantangan yang mereka hadapi. Dengan menjadikan PT nol persen sebagai tuntutan utama, Sekber berusaha mengalihkan perhatian dari debat yang hanya pragmatis menuju masalah yang lebih mendasar: kedaulatan suara. Dalam cerita yang ditulis Kompas.com, OSO menyatakan bahwa Sekber dimaksudkan untuk “membangun sesuatu yang dapat memberikan nilai suara rakyat yang berdaulat,” menandai usaha untuk menyatukan aspirasi yang terpecah ke dalam agenda reformasi yang jelas.
Selanjutnya, Sekber sedang menyiapkan rilis resmi mengenai susunan kepengurusan dan jadwal kerja, termasuk batas waktu untuk mengajukan uji materi. Disisi lain, mereka menjalin kerjasama dengan akademisi dan organisasi masyarakat sipil untuk memperkuat dasar argumentasi. Media mencatat bahwa posisi Sekber bukan hanya sebagai penentang regulasi yang ada, tetapi juga sebagai tawaran untuk jalur hukum yang jelas agar masalah ini dapat diselesaikan melalui keputusan MK atau perubahan undang-undang. Dengan pendekatan ini, Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat berusaha menjadi pendorong advokasi representasi yang lebih inklusif, sekaligus menegaskan bahwa semua langkah akan dilakukan sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip demokrasi.
Penulis: Tasya Khoerunnisa Himawan
Editor: Kayla Stefani Magdalena Tobing
Baca Artikel Menarik Lainnya!
Reformasi Polri di Ujung Tanduk: Rekor Aduan HAM B...
23 September 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
9 Tersangka Baru Kasus Korupsi BBM, Pertamina Buka...
11 July 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →