Sumber: www.konsultanhukum.web.id
Jangan Keliru! Ini Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam Hukum Perdata
Dalam praktik hukum perdata, sering muncul kebingungan membedakan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (PMH). Sekilas keduanya sama-sama menyangkut tanggung jawab dan ganti rugi, tetapi sebenarnya berbeda dari segi dasar hukum maupun akibatnya.
Kekeliruan memahami perbedaan ini dapat membuat gugatan salah arah dan melemahkan posisi hukum pihak yang dirugikan. Misalnya, ada pihak yang seharusnya menggugat wanprestasi akibat keterlambatan kontrak justru menggunakan dasar PMH sehingga gugatan ditolak hakim. Lalu, apa sebenarnya perbedaan mendasar antara wanprestasi dan PMH?
Apa Itu Wanprestasi?
Istilah wanprestasi merupakan serapan dari bahasa Belanda, yaitu wanprestatie. Secara terminologis, istilah ini mengacu pada keadaan ketika salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan prestasi atau kewajiban yang telah disepakati. Lebih lanjut, menurut M. Yahya Harahap wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.
Ketentuan wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.” \
Berdasarkan pasal tersebut, setidaknya ada tiga unsur wanprestasi, antara lain:
(1) Adanya perjanjian;
(2) Adanya pihak yang ingkar janji atau melanggar perjanjian; dan
(3) Telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak melaksanakan isi perjanjian.
Sebagaimana disarikan oleh hukumonline.com dalam artikelnya yang berjudul “Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum”, Subekti menerangkan wanprestasi dapat berupa: tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Apa Itu PMH?
PMH atau Perbuatan melawan hukum dalam terminologi Belanda disebut dengan onrechtmatige daad, yang merujuk pada suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum serta berakibat menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Dalam doktrin hukum perdata, PMH dipahami sebagai suatu tindakan atau kelalaian yang bertentangan dengan hak pihak lain, kewajiban hukum, kesusilaan, maupun prinsip kepatutan.
Sejalan dengan itu, Munir Fuady menekankan bahwa konsep PMH merupakan kumpulan prinsip hukum yang berfungsi mengendalikan perilaku merugikan, menetapkan tanggung jawab atas kerugian sosial, dan menyediakan mekanisme ganti rugi bagi pihak yang dirugikan. Dengan demikian, PMH tidak hanya dipandang sebagai pelanggaran norma hukum, melainkan juga sebagai instrumen untuk menjamin keadilan melalui pemberian kompensasi kepada pihak yang menderita kerugian.
Dalam hukum positif di Indonesia definisi PMH tertuang secara eksplisit dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”
Dari ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata tersebut dapat dipahami bahwa perbuatan melawan hukum mengandung unsur-unsur yang harus dipenuhi, yaitu adanya suatu perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dari pelaku, timbulnya kerugian pada pihak lain, serta adanya hubungan kausal antara perbuatan tersebut dengan kerugian yang terjadi. Unsur-unsur ini berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan apakah suatu tindakan dapat digolongkan sebagai PMH.
Perbedaan Mendasar antara Wanprestasi dan PMH
Perbedaan mendasar antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (PMH) terletak pada sumber kewajiban yang melahirkannya. Wanprestasi muncul karena adanya hubungan kontraktual yang sah, di mana salah satu pihak tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1243 KUH Perdata.
Unsur wanprestasi mencakup adanya perjanjian, pelanggaran terhadap isi perjanjian, kerugian yang timbul, serta biasanya didahului dengan somasi untuk menyatakan debitur lalai. Akibat hukumnya terbatas pada lingkup kontrak, yaitu pemenuhan prestasi, ganti rugi berupa biaya, kerugian, dan bunga, serta pembatalan perjanjian apabila pelanggaran bersifat substansial.
Sementara itu, PMH bersumber dari undang-undang, khususnya Pasal 1365 KUHPerdata, yang mewajibkan setiap orang mengganti kerugian akibat perbuatannya yang melanggar hukum, norma kesusilaan, hak orang lain, atau kepatutan. Unsurnya lebih kompleks karena harus dibuktikan adanya perbuatan melawan hukum, kerugian nyata, hubungan kausalitas, serta kesalahan berupa kesengajaan maupun kelalaian.
Berbeda dengan wanprestasi, somasi bukan syarat wajib dalam gugatan PMH, dan ruang lingkup ganti rugi jauh lebih luas, meliputi kerugian materiil maupun immateriil serta kemungkinan penghentian perbuatan. Perbedaan dasar normatif inilah yang membuat penggabungan gugatan wanprestasi dan PMH dalam satu perkara tidak diperkenankan.
Mahkamah Agung melalui beberapa putusan menegaskan bahwa gugatan wanprestasi dan PMH tidak boleh dicampur karena memiliki dasar hukum dan pembuktian berbeda (Putusan No. 1875 K/Pdt/1984; Putusan No. 879 K/Pdt/1997). Namun, dalam Putusan No. 886 K/Pdt/2007, MA memberikan kelonggaran sepanjang posita dan petitum dipisahkan secara jelas.
Kesimpulan
Baik Wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (PMH) sama-sama berujung pada kewajiban ganti rugi, namun berbeda sumber hukumnya; wanprestasi lahir dari pelanggaran perjanjian, sedangkan PMH bersumber dari undang-undang dan berlaku meski tanpa hubungan kontraktual. Perbedaan ini penting dipahami agar gugatan hukum tidak keliru dan hak pihak yang dirugikan dapat terlindungi secara optimal.
Demikian artikel mengenai perbedaan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (PMH) dalam hukum Perdata, semoga bermanfaat!
Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis.
Dalam praktik hukum perdata sering timbul kebingungan membedakan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (PMH), padahal keduanya memiliki dasar hukum dan akibat berbeda; wanprestasi merupakan ingkar janji dalam perjanjian sebagaimana diatur Pasal 1243 KUHPerdata, sedangkan PMH bersumber dari Pasal 1365 KUHPerdata yang menekankan adanya perbuatan melanggar hukum, kesalahan, kerugian, dan hubungan kausal. Wanprestasi hanya dapat terjadi bila ada kontrak yang dilanggar, sedangkan PMH berlaku meski tanpa hubungan perjanjian. Akibat hukumnya pun berbeda, wanprestasi terbatas pada lingkup kontrak berupa pemenuhan prestasi, ganti rugi, atau pembatalan, sementara PMH lebih luas karena mencakup kerugian materiil maupun immateriil. Oleh karena itu, penting memahami perbedaan mendasar ini agar gugatan tidak salah arah dan posisi hukum pihak yang dirugikan tetap terlindungi.
REFERENSI
BUKU
R. Subekti. Hukum Perjanjian. Bandung: Intermasa, 1979.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijke Wetboek], diterjemahkan oleh R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio.
WEBSITE
Auli, Renata Cristha. “Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum.” hukumonline.com. 16 Agustus 2024. Tersedia pada https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-hukum-cl2719/. Diakses pada tanggal 3 September 2025.
Baca Artikel Menarik Lainnya!
Mahasiswa dan Rakyat Gugat UU TNI, DPR dan Pemerin...
24 June 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →
7 Adagium Favorit Anak Hukum! Bisa Dipake di Bio d...
02 May 2025
Waktu Baca: 1 menit
Baca Selengkapnya →
Surat Usulan Pemakzulan Gibran Diterima, DPR Siap...
04 June 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →