
Sumber: CNNIndonesia.com
Ketegangan Memuncak! Iran Ancam Segel Selat Hormuz Pasca-Serangan AS, Harga Minyak Terancam Melonjak Drastis
Jakarta - Ancaman besar dari Iran muncul setelah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada hari Minggu, 22 Juni 2025. Sebagai respons, Iran kini mempertimbangkan serius penutupan Selat Hormuz, jalur pelayaran vital yang menjadi nadi perdagangan minyak mentah dunia.
Melansir dari CNNIndonesia, Parlemen Iran telah menyatakan dukungan kuat terhadap langkah drastis ini. Meski demikian, keputusan akhir ada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, dan hingga kini belum ada pengesahan resmi atas rancangan undang-undang terkait. Esmail Kosari, salah seorang anggota komisi keamanan nasional parlemen Iran, menegaskan bahwa Penutupan selat ini ada dalam agenda dan akan dilakukan kapanpun diperlukan.
Ancaman penutupan Selat Hormuz sontak memicu kekhawatiran mendalam di pasar global. Pasalnya, sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari, atau seperlima dari konsumsi minyak global, mengalir melalui selat strategis yang terletak antara Oman dan Iran ini. Jalur ini juga menghubungkan negara-negara produsen minyak utama seperti Arab Saudi, Irak, Kuwait, dan Uni Emirat Arab.
Merespons potensi krisis ini, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, bahkan meminta bantuan China. Rubio mendorong Pemerintah China di Beijing untuk menggunakan pengaruhnya terhadap Iran, mengingat China adalah pembeli minyak utama dari Teheran dan memiliki hubungan baik dengan Republik Islam tersebut. Rubio juga menekankan bahwa penutupan selat ini justru akan menjadi "bunuh diri ekonomi" bagi Iran, mengingat sebagian besar ekspor minyak mereka, terutama ke China, akan terhenti. Data menunjukkan, sekitar separuh impor minyak mentah China melalui jalur laut berasal dari Teluk Persia.
Dampak awal dari ketegangan ini sudah terlihat jelas, harga minyak global telah melonjak lebih dari 2% setelah serangan AS. Para analis memperingatkan bahwa jika Selat Hormuz ditutup secara berkepanjangan, harga minyak bisa melampaui US$100 per barel, bahkan mencapai US$110 per barel jika aliran minyak terganggu separuhnya dalam sebulan. Kondisi ini berpotensi memicu inflasi global yang parah. Selain minyak, Selat Hormuz juga merupakan jalur penting bagi seperlima perdagangan gas alam cair (LNG) global, terutama dari Qatar. Mayoritas pasokan energi yang melewati selat ini (sekitar 84% minyak mentah dan 83% LNG) dikirim ke negara-negara Asia seperti China, India, Jepang, dan Korea Selatan.
Meskipun sebagian besar pelaku pasar minyak meyakini Angkatan Laut AS akan mampu dengan cepat mengatasi upaya Iran memblokir selat, beberapa analis menyuarakan peringatan. Bob McNally, mantan penasihat energi Presiden George W. Bush, berpendapat bahwa Iran bisa mengganggu pengiriman melalui Hormuz lebih lama dari perkiraan pasar, berpotensi selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Ia menambahkan, "AS pada akhirnya akan menang, tetapi itu tidak akan mudah."
Para analis JPMorgan menilai risiko Iran menutup Hormuz secara permanen relatif rendah karena AS akan menganggap tindakan tersebut sebagai deklarasi perang. Namun, ketidakpastian ini membuat pasar tetap dalam kondisi siaga tinggi.
Penulis: Michelle Stephanie Langelo
Editor: Rahma Ardana Fara Aviva
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Masih Berstatus Pelajar, Polisi Pilih Tak Tahan Te...
24 May 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →
Mendagri Izinkan Rapat di Hotel: Langkah Strategis...
05 June 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Bagaimana Cara Negara Melindungi Gen Alpha dari Ba...
02 May 2025
Waktu Baca: 7 menit
Baca Selengkapnya →