Jakarta – Polisi Republik Indonesia resmi membentuk Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara, tim khusus yang diberi mandat untuk membantu meningkatkan pendapatan negara lintas sektor. Satgas ini tidak sekadar mengawal kebijakan, tapi juga diklaim akan langsung menyisir aktivitas ekonomi gelap alias shadow economy.

Untuk mengomandani satgas ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menunjuk Herry Muryanto sebagai Kepala Satgassus dan Novel Baswedan sebagai wakilnya. Keduanya bukan lah nama asing dalam pemberantasan korupsi, sebagaimana mereka adalah mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya tergabung dalam Satgassus Pencegahan Korupsi Polri.

Novel menyebut Satgassus ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari Satgassus Pencegahan Korupsi yang telah ada sejak 2022. Namun kini, dalam pelaksanaannya, Satgassus akan bersinergi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Bea Cukai, serta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Khusus untuk Itjen, fokus kerjanya adalah pada pengawasan terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).


Menkeu Sri Mulyani menyambut pembentukan Satgassus dengan positif. Menurutnya, penerimaan negara yang kuat adalah fondasi dari APBN yang sehat. “Tentu adalah merupakan hal yang positif untuk terus mendukung karena tadi APBN kita yang sehat harus didukung oleh penerimaan negara yang kuat,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi Juni 2025.


DJP sendiri mengaku sudah melakukan diskusi resmi dengan Satgassus. Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan, “Kemarin sore kami sudah berdiskusi. Kami undang Satgassus full team kecuali Pak Novel ke kantor kami.” Bimo menegaskan pihaknya berkomitmen untuk bersinergi, khususnya dalam upaya pencegahan dan penindakan kebocoran penerimaan.


DJP dan Satgassus, menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli, akan menargetkan aktivitas ekonomi tersembunyi. Ia menyebut fokus kedua pihak menitikberatkan pada aktivitas ekonomi ilegal di sejumlah sektor strategis, bahkan aktivitas ekonomi lain yang dicurigai sebagai tindak pidana juga masuk dalam target operasi.


"Sektor yang dimaksud utamanya yang terkait dengan sumber daya alam, seperti penangkapan ikan ilegal (illegal fishing), pertambangan ilegal (illegal mining), dan pembalakan liar (illegal logging)," jelasnya. 

Satgassus sendiri mengklaim telah bekerja sejak enam bulan terakhir. Anggota Satgassus, Yudi Purnomo Harahap, menyatakan mereka telah berkoordinasi dengan berbagai kementerian: dari Kemenkeu, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).


“Satgassus berusaha untuk memetakan masalah dan menawarkan serta mengawal solusi agar PNBP di sektor perikanan meningkat,” sebut Yudi dalam keterangan tertulis. Mereka telah turun langsung ke lapangan: Pelabuhan Mayangan di Probolinggo dan Pelabuhan Benoa di Bali menjadi lokasi pemetaan awal potensi kebocoran.


Di lapangan, Satgassus menemukan fakta klasik yang tetap relevan: banyak kapal penangkap ikan yang beroperasi di atas 12 mil laut tidak memiliki izin resmi. Akibatnya, hasil tangkapan mereka tak bisa dipungut PNBP. “Beberapa kapal memang telah mengajukan perizinan tetapi masih terkendala dan membutuhkan waktu yang relatif cukup lama,” ungkap Yudi.


Dalam sektor perikanan, potensi pendapatan negara hilang karena kebijakan dan sistem izin yang tidak berkejaran dengan realitas di laut. Dan di sinilah, Satgassus akan turun tangan menambal lobang-lobang yang membuat keefektifitasan penerimaan negara menurun, serta menjembatani kebijakan yang tak sepenuhnya dapat diraih oleh regulasi.


Novel berharap keberadaan Satgassus dapat memperbaiki tata kelola penerimaan negara. Tapi ia mengakui: “Keberhasilan dari tugas kami tentu sangat bergantung dengan dapatnya dilakukan kerja sama dengan kementerian dan lembaga.”


Penulis: Fairuz Fakhirah

Editor : Windi Judithia