Kepolisian bersama Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal) berhasil mengungkap sindikat pabrik uang palsu yang terletak pada sebuah rumah di Kelurahan Bubulak, Kabupaten Bogor. Polsek Metro Tanah Abang kemudian menetapkan 8 (delapan) tersangka sebagai pelaku yang memproduksi serta menjual uang palsu tersebut. Tidak hanya itu, uang sebesar Rp2,3 miliar pun telah disita sebagai barang bukti. Kronologi kejadian bermula dari temuan tas tertinggal di KRL Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Haris Akhmat Basuki, Kapolsek Metro Tanah Abang mengungkapkan bahwa timnya mendapatkan laporan penemuan benda tas mencurigakan yang tertinggal di satu gerbong. Setelah mendapatkan laporan, polisi melakukan pengintaian dan menunggu hingga tas tersebut diambil seseorang. Tak lama kemudian, pelaku datang mengambil tas tersebut dan polisi langsung membekuknya.


Setelah melalui interogasi, diketahui isi dari tas mencurigakan tersebut dari pelaku yang berinisial MS ini berupa uang senilai Rp316 juta. Pelaku mengatakan bahwa uang palsu itu didapatkan dari pihak kedua selaku penjual uang palsu. Polisi pun menelusuri lokasi penjual uang palsu tersebut dan berhasil menangkap dua orang pelaku di Mangga Besar, Jakarta Barat. Pelaku tersebut berinisial BI (50) dan E (42). Setelah menerima keterangan dari kedua pelaku, polisi berhasil menangkap pelaku lainnya, yaitu BS (40) dan BBU (42). Setelah penyidikan lebih lanjut, Tim Reskrim Polsek Metro Tanah Abang kemudian berhasil mengamankan AY (70) di Subang, Jawa Barat. Dari keterangan AY, uang palsu tersebut dicetak oleh DS (41) dalam rumah yang sekaligus menjadi ‘pabrik’ uang palsu di Bogor, Jawa Barat. Rumah tersebut ternyata disediakan oleh seseorang dengan inisial LB (50).


Kasus peredaran uang palsu sangat merugikan masyarakat secara luas. Pertanyaannya, bagaimana pengaturan serta sanksi terhadap uang palsu yang beredar di masyarakat? Simak pembahasan di bawah ini!


Pengaturan Mata Uang Rupiah di Indonesia

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang) merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai berbagai aspek rupiah selaku mata uang mulai dari bentuk fisiknya, pengelolaan, hingga sanksi pidana terkait pemalsuan dan penggunaannya secara ilegal. Dalam Pasal 1 Angka 5 UU Mata Uang, diatur mengenai ciri rupiah sebagai tanda tertentu pada setiap rupiah yang ditetapkan dengan tujuan untuk menunjukkan identitas, membedakan harga atau nilai nominal, dan mengamankan rupiah tersebut dari upaya pemalsuan.


Pasal 4 UU Mata Uang menyatakan bahwa ciri rupiah terdiri dari ciri umum dan ciri khusus. Ciri umum rupiah kertas yang tercantum dalam Pasal 5 Ayat (1) UU Mata Uang, yaitu: 

a. gambar lambang negara “Garuda Pancasila”;

b. frasa “Negara Kesatuan Republik Indonesia”;

c. sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagai nilai dan nominalnya;

d. tanda tangan pihak Pemerintah dan Bank Indonesia;

f. nomor seri pecahan;

g. teks “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MENGELUARKAN RUPIAH SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN UANG YANG SAH DENGAN NILAI…”; dan

h. tahun emisi dan tahun cetak.


Ciri umum rupiah logam sebenarnya sama dengan rupiah kertas, hanya yang membedakannya adalah bahan dasarnya berupa logam serta hanya memuat gambar lambang Garuda Pancasila, frasa Republik Indonesia, sebutan pecahan serta nominalnya, dan tahun emisi.


Sanksi terhadap Pelaku Distribusi Uang Palsu

Pasal 26 UU Mata Uang mengatur mengenai pelarangan untuk:

a. Memalsukan rupiah;

b. Menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan rupiah palsu;

c. Mengedarkan dan/atau membelanjakan rupiah palsu;

d. Membawa atau memasukkan rupiah palsu ke dalam dan/atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau

e. Mengimpor atau mengekspor rupiah palsu.


Sanksi terhadap pelaku pemalsuan uang diatur dalam Pasal 36 Ayat (1) UU Mata Uang, di mana setiap orang yang memalsu rupiah sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Ayat (1) UU Mata Uang dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Sanksi terhadap pelaku yang menyimpan uang palsu juga dipidana penjara dan pidana denda yang sama terhadap pelaku pemalsuan uang.


Selain itu, sanksi terhadap pelaku yang mengedarkan dan/atau membelanjakan uang yang diketahuinya sebagai uang palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Ayat (3) UU Mata Uang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Hal ini diatur dalam Pasal 36 Ayat (3) UU Mata Uang.


Cara Mengenali Rupiah Asli vs Palsu

Bank Indonesia melalui kampanye Cinta, Bangga, Paham Rupiah (CBPR) telah mengedukasi masyarakat mengenai pengidentifikasian uang secara mendalam. Pada bagian Cinta Rupiah, masyarakat diajak untuk mengenali rupiah dari ciri umum yang sudah tercantum pada Pasal 4 UU Mata Uang serta ciri khusus.


Masyarakat dapat menggunakan metode 3D, yaitu dilihat, diraba, dan diterawang. Dilihat, artinya masyarakat melihat secara jelas mengenai warna uang, gambar, serta detail lainnya dalam rupiah. Uang asli memiliki warna yang tajam dan tidak luntur, serta gambar pahlawan yang terlihat jelas. Terdapat juga perubahan warna pada angka nominal jika dilihat dari sudut berbeda. Kemudian, diraba artinya kita dapat merasakan tekstur uang asli, terutama pada bagian tertentu seperti tulisan “Bank Indonesia” dan angka nominal. Uang asli memiliki cetakan timbul yang terasa kasar, sedangkan uang palsu terasa licin atau lembek. Terakhir, dengan menerawang rupiah artinya masyarakat dapat melihat watermark dan gambar saling isi (rectoverso) saat diterawang ke cahaya. Watermark biasanya berupa gambar pahlawan yang terlihat jelas. Sedangkan rectoverso adalah logo Bank Indonesia yang saling mengisi di bagian depan dan belakang uang.


Dengan metode 3D, masyarakat dapat selalu waspada dan hati-hati saat menerima atau menggunakan uang sehingga tidak ada lagi yang terjerat tipuan uang palsu.


Kesimpulan

Kasus pengungkapan pabrik uang palsu di Bogor menunjukkan betapa seriusnya ancaman peredaran rupiah palsu di masyarakat. Delapan pelaku telah ditangkap dengan barang bukti mencapai Rp2,3 miliar. Peredaran uang palsu tidak hanya merugikan ekonomi masyarakat, tetapi juga merupakan tindak pidana berat sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang. Pelaku pemalsuan, penyimpanan, hingga peredaran uang palsu dapat dikenai hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp50 miliar. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mengenali keaslian uang melalui metode 3D (dilihat, diraba, diterawang) serta terus meningkatkan kesadaran lewat edukasi agar tidak menjadi korban maupun pelaku kejahatan ini.

Pengungkapan sindikat pabrik uang palsu di Bogor oleh kepolisian dan Botasupal mengungkap keterlibatan delapan pelaku dan penyitaan barang bukti sebesar Rp2,3 miliar, bermula dari temuan tas mencurigakan di KRL Stasiun Tanah Abang. Dalam proses penyelidikan, polisi berhasil menangkap para pelaku secara berantai hingga menemukan lokasi produksi uang palsu. Peredaran uang palsu ini sangat merugikan masyarakat dan merupakan tindak pidana serius sesuai UU Mata Uang Nomor 7 Tahun 2011, dengan ancaman hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp50 miliar. Untuk mencegahnya, masyarakat dihimbau mengenali keaslian uang menggunakan metode 3D (dilihat, diraba, diterawang) dan memahami ciri-ciri rupiah asli sebagaimana diatur undang-undang.

Referensi

Fawdi, Maulana Ilhami. “Terbongkar Pabrik Duit Palsu di Bogor: Rp 2,3 M Siap Edar Termasuk Dolar.” detiknews.com. 11 April 2025. Tersedia pada https://news.detik.com/berita/d-7863648/terbongkar-pabrik-duit-palsu-di-bogor-rp-2-3-m-siap-edar-termasuk-dolar. Diakses pada 4 Juni 2025.

Undang-Undang Tentang Mata Uang, UU Nomor 7 Tahun 2011. LN Tahun 2011 No. 64 TLN No. 5223