Pernahkah kalian mendengar tentang apa yang disebut sebagai upaya hukum? Kira - kira, apakah yang dimaksud sebagai upaya hukum itu dan ada berapa banyak jenisnya yang perlu kita ketahui dalam hukum positif di Indonesia? Yuk kita simak!


Apa itu Upaya Hukum?

Menelaah pada apa yang tertulis pada Pasal 1 Angka 12 KUHAP, upaya hukum adalah “hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya upaya hukum merupakan respon dari pihak yang berperkara dalam peradilan.


Upaya hukum sendiri pada dasarnya dapat terjadi pada lingkup perdata maupun pidana, sehingga tidak menutup kemungkinan dari keduanya akan melaksanakan apa yang dikatakan sebagai upaya hukum. Akan tetapi, dalam kesempatan kali ini marilah kita lebih menyelami ranah pidana secara spesifik! 


Fungsi Krusial atas Upaya Hukum 

Sejatinya, upaya hukum memberikan ruang kepada seseorang atau badan hukum atas dasar hal tertentu untuk “melawan” putusan hakim sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap putusan. Dalam hal ini, latar belakang dari adanya tindakan ini dilandasi beberapa hal seperti contoh:

a. Pihak terkait menganggap bahwa putusan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan;

b. Salah satu pihak merasa putusan tidak memenuhi rasa keadilan; dan

c. Salah satu pihak merasa putusan terkait salah diputuskan demikian, mengingat bahwa hakim juga merupakan seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan.


Ada Berapa Jenis Upaya Hukum di Indonesia?

Berdasarkan klasifikasinya, upaya hukum dibagi ke dalam 2 tipe, yakni Upaya Hukum Biasa & Upaya Hukum Luar Biasa. Lebih daripada itu, setiap ‘kamar’ upaya hukum tersebut terbagi lagi menjadi sub bagian upaya hukum yang lebih spesifik dengan penjelasan di bawah ini:  

A. Upaya Hukum Biasa

BANDING

Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Guru Besar Universitas Trisakti Andi Hamzah, banding adalah hak terdakwa ataupun penuntut umum untuk melakukan penolakan terhadap putusan pengadilan. Hal ini ditujukan untuk memeriksa ulang putusan pengadilan tingkat pertama (dalam tingkatan pengadilan negeri) oleh pengadilan yang lebih tinggi guna menguji penerapan hukum putusan terkait.


KASASI

Kasasi sendiri sesungguhnya memiliki kesamaan dengan banding, akan tetapi kasasi sendiri digunakan untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan cara membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang ataupun kekeliruan dalam penerapannya. Hal ini dilakukan atas dasar putusan perkara pidana pada pengadilan tingkat terakhir selain daripada Mahkamah Agung, sehingga terdakwa atau penuntut umum mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Berdasarkan hal itu, Mahkamah Agung akan menentukan: 

a. Benar/salahnya peraturan hukum yang tidak/diterapkan sebagaimana mestinya;

b. Benar/salahnya cara mengadili tidak dilaksanakan menurut undang-undang; dan

c. Apakah benar pengadilan yang memutus telah melampaui batas kewenangannya. 


B. Upaya Hukum Luar Biasa

PEMERIKSAAN TINGKAT KASASI DEMI HUKUM

Pemeriksaan ini dikhususkan karena hanya dapat diajukan oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung secara tertulis melalui panitera pengadilan negeri yang memutus perkara pada tingkat pertama dengan  pesan yang memuat alasan permintaan. Tujuan adanya kasasi yang berbeda dengan kasasi biasa ini dikarenakan fakta bahwa kasasi demi kepentingan hukum ditujukan guna mencapai kesatuan penafsiran hukum oleh pengadilan.  Respons dari adanya upaya hukum ini ialah Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang lebih rendah. Beberapa alasan terjadinya pemeriksaan tingkat kasasi demi hukum adalah: 

a. Suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan, tidak sebagaimana mestinya;

b. Apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; dan/atau

c. Peradilan melampaui wewenangnya. 


PENINJAUAN KEMBALI

Berbeda dengan banding, peninjauan kembali dilakukan kepada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini dikecualikan terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan. Permintaan ini biasanya didasari oleh beberapa hal yang diantaranya adalah: 

a. Terdapat keadaan atau bukti baru yang menimbulkan dugaan kuat (Novum);

b. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar putusan tersebut bertentangan dengan yang lain; dan/atau

c. Putusan jelas memperlihatkan kekhilafan atau kekeliruan hakim.


Apa Dasar Hukum Mengenai Upaya Hukum di Indonesia?

Secara keseluruhan, upaya banding dalam hukum pidana pada dasarnya telah diatur dalam Pasal 1 Angka 12 KUHAP. Lebih spesifik, keseluruhan pengaturannya dalam berbagai sumber hukum adalah sebagai berikut: 

a. Banding ( Pasal 233 Ayat (1) jo. Pasal 67 KUHAP)

b. Kasasi ( Pasal 244 KUHAP jo. Putusan MK No.114/PUU-X/2012 )

c. Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum ( Pasal 259 Ayat (1) KUHAP )

d. Peninjauan Kembali ( Pasal 263 Ayat (1) KUHAP )

Kesimpulan

Atas dasar tersebut, perlu kita ketahui bahwa setiap putusan pengadilan masih memiliki kemungkinan untuk berubah dikarenakan adanya upaya hukum ini. meskipun keputusan pengadilan sudah diputuskan, kita sebagai mahasiswa perlu peka terhadap hal ini dan harus dapat melihat kembali bahwa putusan pengadilan belum tentu final and binding.


Demikian artikel mengenai Upaya Hukum Pidana yang ada di Indonesia, semoga bermanfaat!


Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis. 

Upaya hukum dalam sistem hukum pidana Indonesia adalah hak yang dimiliki oleh terdakwa atau penuntut umum untuk menolak putusan pengadilan melalui mekanisme yang diatur oleh KUHAP, seperti banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Upaya hukum ini bertujuan memberikan ruang koreksi terhadap putusan hakim yang dianggap tidak adil, keliru, atau melampaui kewenangan. Terdapat dua jenis upaya hukum, yakni upaya hukum biasa (banding dan kasasi) serta upaya hukum luar biasa (kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali), masing-masing dengan syarat dan prosedur tertentu. Pentingnya pemahaman terhadap upaya hukum ini menunjukkan bahwa putusan pengadilan belum tentu bersifat final, dan masyarakat, termasuk mahasiswa hukum, harus menyadari kemungkinan adanya perubahan putusan melalui jalur hukum yang sah.

Referensi

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana 

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Putusan MK No.114/PUU-X/2012

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Tim. “Upaya Hukum Dalam Hukum Acara Perdata”. djkn.kemenkeu.go.id. 18 Mei 2011. Tersedia pada https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2296/Upaya-Hukum-dalam-Hukum-Acara-Perdata.html#:~:text=Upaya%20hukum%20merupakan%20upaya%20yang,rasa%20keadilan%2C%20karena%20hakim%20juga. Diakses pada 21 Mei 2025

Dian Dwi Jayanti, S.H. “ 2 Macam Upaya Hukum Atas Putusan Pengadilan Perkara Pidana “. hukumonline.com. 20 Februari 2023. Tersedia pada https://www.hukumonline.com/klinik/a/upaya-hukum-putusan-pengadilan-lt63f361852a255/. Diakses pada 21 Mei 2025

Andi Hamzah. “Hukum Acara Pidana Indonesia”. Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm. 304