Apakah kalian menyadari bahwa baru-baru ini ada perkara dimana terdapat mahasiswa yang membuat meme di media sosialnya dan menerima adanya ancaman hukuman pidana berupa kurungan selama 12 tahun? Tapi bukankah mengunggah meme sebenarnya sebagai bentuk dari sebuah kebebasan berekspresi sebagai warga negara Indonesia? Kalau begitu kok bisa dipidana? Yuk kita simak!


Kronologi Kejadian 

Pada bulan Maret 2025 seorang mahasiswa berinisial SSS mengunggah adanya foto Presiden Prabowo ‘berciuman’ dengan mantan Presiden Joko Widodo. Foto tersebut merupakan hasil Artificial Intelligence (AI) di media sosial X, pada dasarnya hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai sebuah pelanggaran mengingat bahwa unggahan tersebut ditujukan sebagai sebuah bentuk dari kritik atas pemerintahan Indonesia pada saat ini. Kemudian, perkara terjadi tidak berselang lama setelah unggahan tersebut menjadi viral, yang dikarenakan oleh adanya unggahan tersebut mulai di-notice banyak orang. Pada akhirnya SSS pun dilaporkan oleh pihak berwajib untuk diproses oleh Bareskrim .


Apa Dasar Hukum Yang Digunakan Dalam Penuntutan?

Berdasarkan kronologi tersebut maka kita perlu menelaah terlebih dahulu terkait hal yang didakwakan apakah merupakan dakwaan yang memang berlandaskan hukum positif (hukum yang sedang berlaku) di negara Indonesia atau bukan. 

Mengetahui bahwa mahasiswa tersebut didakwakan dengan Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka perlulah kita bedah satu per satu apa yang tertulis dalam pasal-pasal tersebut.


  • Pasal 45 Ayat (1)

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”


  • Pasal 27 Ayat (1)

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.”


  • Pasal 51 Ayat (1)

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”


  • Pasal 35 Ayat (1)

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.”


Apakah Seluruh Tuntutan-nya Relevan?

Perlu digaris bawahi ketika berbicara mengenai kesusilaan maka kita akan mengacu kepada “tidak baik” - nya budi bahasa, beradap, ataupun kesopanan. Pada kasus meme ini perlu kita sadari bahwa gambar yang dipublikasikan berasal dari kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Seorang tokoh menyatakan bahwa foto tersebut merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia, hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Peneliti dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Teuku Harza Mauludi yang mengatakan bahwa foto tersebut merepresentasikan sebuah sindiran atas situasi politik Indonesia saat ini. 

Lebih daripada itu pasal yang diancamkan dapat dikatakan tidaklah relevan dikarenakan oleh ketidaksesuaian nomenklatur pada pasal tersebut dengan realita yang beredar. Keberadaan dari adanya foto mantan presiden Jokowi dan Presiden Prabowo yang ‘berciuman’ dengan menggunakan Artificial Intelligence (AI) pada dasarnya tidak memenuhi beberapa nomenklatur berikut; 

  1. Pada Pasal 45 Ayat (1) terdapat kerancuan apabila membaca nomenklatur “dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.” dan 
  2. Pasal 27 Ayat (1) terdapat kerancuan apabila membaca nomenklatur “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.”


Penjelasan sederhananya ialah apabila menyadari sedari awal bahwa gambar tersebut adalah hasil AI maka tidak perlu dijelaskan kembali bahwa gambar tersebut “seolah-olah data yang otentik”, pun keberadaan pose ‘ciuman’ yang menjadi kontroversi pun pada dasarnya tidaklah terjadi dan dapat dikatakan sebagai sebuah kebebasan berekspresi dari masyarakat. Jadi sebenarnya apakah boleh?

Dasar Hukum Berekspresi di Indonesia

Menggunakan dasar hukum, kebebasan berekspresi di Indonesia diatur dalam Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945 yang mengatakan bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”, dan Pasal 28E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” sehingga apabila kita mengacu kepada UUD 1945 sebagai dasar negara maka kita dapat menganggap foto tersebut sebagai sebuah kebebasan berekspresi. 

Selain daripada itu pada Pasal 23 ayat (2) Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan bahwa “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.” Sehingga pada dasarnya apa yang dilakukan oleh SSS tidaklah menyalahi dari adanya hukum yang berlaku (hukum positif) di Indonesia.

Akan tetapi, yang perlu diperhatikan juga saat kita bebas mengekspresikan suara kita adalah bagaimana cara kita menyampaikan pendapat tersebut. Mengingat bahwa ketika kita memberikan meng–upload adanya pendapat atau bentuk pengekspresian kita di sosial media kita haruslah peka dan tidak gegabah terhadap apa yang kita publikasikan.


Indonesia Sebagai Negara Demokratis

Berdasarkan apa yang dikatakan pula oleh Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi, bahwa apabila hal seperti ini terjadi haruslah ditanggapi dengan pembinaan dan bukan sebagai suatu cela kesalahan. Hal tersebut mengingat kembali bahwa negara Indonesia sebagai negara demokratis yang dimana rakyat berhak atas banyak hal terutama terhadap suara mereka sendiri.  

Pada intinya, adanya meme ini merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi di negara Indonesia. Maka dari itu, selain dari kita yang bebas menyuarakan pendapat dan bebas berekspresi sebagaimana dijamin oleh konstitusi, kita juga tetap harus bijak memperhatikan bagaimana cara yang kita gunakan untuk menyampaikan hal tersebut!

Demikian artikel mengenai apakah membuat meme adalah bentuk dari kebebasan berekspresi di Indonesia, semoga bermanfaat!


Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis. 


Kasus seorang mahasiswa berinisial SSS yang mengunggah meme hasil kecerdasan buatan (AI) bergambar Presiden Prabowo dan mantan Presiden Jokowi tengah menjadi sorotan karena ia diancam hukuman pidana hingga 12 tahun penjara. Unggahan ini dianggap sebagai bentuk kritik politik, namun SSS didakwa melanggar pasal-pasal dalam UU ITE terkait penyebaran konten melanggar kesusilaan dan manipulasi data elektronik. Namun, banyak pihak menilai pasal-pasal tersebut kurang relevan karena gambar tersebut jelas buatan AI dan tidak dimaksudkan sebagai data otentik. Dari sudut pandang hukum konstitusional, tindakan SSS dapat dianggap sebagai wujud kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU HAM, selama tidak melanggar nilai kesusilaan secara nyata. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk bijak dalam menyampaikan ekspresi di media sosial, dan negara sebagai demokrasi seharusnya mengedepankan edukasi, bukan kriminalisasi.

Referensi:


Undang - Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28


Undang - Undang Hak Asasi Manusia. UU Nomor 39 tahun 1999 Pasal 23 Ayat (2)


Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 1 Tahun 2024, Sebagaimana Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 45 Ayat (1) 


Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 1 Tahun 2024, Sebagaimana Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008  Pasal 27 Ayat (1) 


 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 11 Tahun 2008  Pasal 51 Ayat (1)


Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 35 Ayat (1) 


Renata Christha Auli, S.H. “Tentang Tindak Pidana Asusila: Pengertian dan Unsurnya”. HukumOnline.com. 14 Juni 2023. Tersedia pada https://www.hukumonline.com/klinik/a/tentang-tindak-pidana-asusila-pengertian-dan-unsurnya-lt521b9029a4e48/. Diakses pada 13 Mei 2025

Tim Penulis BBC. “Mahasiswi ITB pembuat meme 'ciuman' Prabowo-Jokowi jadi tersangka – 'Kritik jangan dilihat sebagai kebencian personal' BBC.Com. 13 Mei 2025. Tersedia pada https://www.bbc.com/indonesia/articles/czel388wydlo. Diakses Pada 13 Mei 2025


Subekti. “Hasan Nasbi Usul Pembuat Meme Prabowo-Jokowi Dibina”. Tempo.com. 11 Mei 2025. Dapat diakses pada https://www.tempo.co/politik/hasan-nasbi-usul-pembuat-meme-prabowo-jokowi-dibina--1404176. Diakses pada 14 Mei 2025


Hammam Izzuddin. “Kronologi Mahasiswa ITB Bikin Meme Prabowo-Jokowi hingga Jadi Urusan Polisi”. Tempo.com. 11 Mei 2025. Dapat diakses pada https://www.tempo.co/politik/hasan-nasbi-usul-pembuat-meme-prabowo-jokowi-dibina--1404176. Diakses pada 14 Mei 2025