Jakarta –  Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Komisi XI DPR RI mendorong pemerintah untuk mulai berpikir lebih progresif mengenai potensi finansial yang bisa dikeruk. Salah satu yang muncul dalam rapat kerja bersama Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Kamis (8/5), adalah celetukan untuk berkaca dari negara-negara Uni Emirat Arab (UEA) yang telah melegalkan kasino dan memfungsikannya sebagai sumber pemasok dana.


Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita, menggarisbawahi bahwa pemerintah dalam menggali potensi pemasukan negara khususnya dari sektor non-sumber daya alam, haruslah kreatif. "Mohon maaf nih, saya bukannya mau apa-apa, tapi UEA kemarin udah mau jalanin kasino. Coba negara Arab jalankan kasino. Mereka out of the box gitu kementerian dan lembaganya," papar Galih.


Ia menilai Indonesia selama ini masih terlalu bergantung pada sektor sumber daya alam untuk menopang penerimaan negara non-pajak. Padahal, jika ditilik lebih teliti, sektor hiburan dan pariwisata memiliki potensi besar dengan catatan harus dikelola dengan pendekatan regulasi yang tepat dan ketat.


Contoh serupa juga datang dari Thailand, yang kini tengah menyusun kerangka hukum untuk melegalkan perjudian dalam bentuk resort kasino bergaya Singapura. Parlemen Thailand bahkan telah membentuk komite ad-hoc dengan dukungan lintas partai untuk meneliti legalisasi industri ini demi meningkatkan pendapatan dari sektor-sektor tersebut.


Meski menyebut soal kasino, Galih menegaskan dirinya tidak secara langsung mendorong legalisasi perjudian. Menurutnya, yang penting adalah adanya keberanian untuk membuka ruang diskusi terhadap ide-ide baru yang masih dianggap tabu. "Saya tidak mengusulkan Indonesia membuka kasino. Bahasa saya adalah pemerintah bersama kementerian/lembaga harus mampu berpikir di luar zona nyaman," ujarnya.


Sebagai reaksi dari lontaran tersebut, kritik tajam banyak bermunculan dalam ketidaksetujuan. Peneliti media dan politik, Buni Yani, menyebut usulan legalisasi kasino hanya jalan pintas tanpa memikirkan dampak sosial jangka panjang. "DPR-nya tidak mutu. Tidak kreatif, tidak punya alternatif. Maunya gampang saja," ujar Buni Yani lewat akun Facebook pribadinya.


Meski demikian, wacana-wacana ini menunjukkan bahwa DPR mulai membuka ruang diskusi yang lebih luas dalam mencari sumber pendapatan negara baru dengan pemikiran baru. Pemerintah dan DPR disebut akan melakukan studi komparatif ke negara-negara yang sudah menerapkan kebijakan serupa untuk menimbang sisi regulasi, kontrol sosial, dan dampak ekonominya.


Langkah keluar dari zona nyaman ini belum tentu berujung pada kebijakan final, namun setidak-tidaknya membuka peluang untuk mengevaluasi batas-batas yang selama ini tidak tersentuh demi memperkuat ketahanan fiskal nasional.


Penulis: Fairuz Fakhirah

Editor: Rahma Ardana Fara Aviva