
Sumber: Tempo
Kita Semua Benci Koruptor Kan? Ini Lah Peraturan Yang Menjadi Mimpi Buruk Bagi Mereka Semua!
Kalian resah tidak sih dengan para pelaku tindak pidana korupsi yang ada di Indonesia? Apalagi dengan hukuman yang diberikan tidak selalu sebanding dengan kerugian dan dampak yang mereka berikan. Nah! Ada nih Rancangan Undang Undang sebagai mimpi buruk bagi para koruptor di Indonesia, Penasaran? Yuk kita simak!
Fakta Lapangan Korupsi Saat Ini
Keberadaan koruptor di Indonesia tidaklah ada habisnya dengan berbagai kasus korupsi yang marak terjadi baru-baru ini. Berdasarkan data indeks Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per 2024, Indonesia mengalami peningkatan dan berada pada urutan ke-99 dari 180 negara yang memiliki banyaknya kasus korupsi. Indeks Korupsi di Indonesia juga menyentuh angka 37, yang mana berada diatas dari rata-rata indeks korupsi secara global.
Yang menjadi permasalahan di sini ialah dengan tingginya indeks korupsi di Indonesia, kerugian yang akan didapatkan oleh negara pun akan semakin membengkak. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), kerugian negara Indonesia terkait korupsi selama 10 tahun terakhir menyentuh angka 238,14 T. Dengan kerugian yang sangatlah besar tersebut, sayangnya tidaklah 100% seluruh uang tersebut akan kembali ke negara.
Kenyataannya, pada tren korupsi di Indonesia per-2023 saja yang mengakibatkan kerugian negara sebesar 56 T, hanyalah 7,3 T saja yang kembali ke dalam kas negara. Ketika hal ini terjadi, yang menjadi masalah adalah bukan bagaimana mengungkap kasus korupsi itu saja, melainkan bagaimana sistematika pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi tersebut bisa diatasi secara optimal.
Atas dasar hal tersebut, RUU Perampasan Aset datang sebagai jawaban dari keresahan terkait dengan kerugian negara yang kian terjadi, meskipun pelaku tindak pidana korupsi telah diketahui dan memasuki proses peradilan. Mengapa demikian?
Mengenal RUU Perampasan Aset di Indonesia
RUU Perampasan aset merupakan rancangan draft peraturan perundang-undangan yang akan berlaku di Indonesia pada masa yang akan datang untuk bisa mengatur sistematika penanganan tindak pidana korupsi secara ketat dan tegas. Pada Pasal 1 Ayat (3) RUU Perampasan Aset sendiri, dikatakan bahwa perampasan terhadap aset hasil tindak pidana korupsi dapat dilakukan dengan keputusan yang sudah inkrah/berkekuatan hukum tetap tanpa menunggu putusan terhadap terdakwa.
Keberadaan dari nomenklatur tersebut menjelaskan bahwa pengadilan akan lebih sigap dalam menangani kekayaan “kotor” terdakwa pelaku tindak pidana korupsi, sehingga tindakan lanjutan dari adanya korupsi tidak dapat dilakukan. Terlebih lagi, Pasal 7 RUU Perampasan aset juga menegaskan bahwa berbagai kondisi dari adanya terdakwa tidak mempengaruhi proses perampasan terhadap aset yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi sehingga sindikat yang diasumsikan akan dilakukan tidak akan sempat dilakukan.
Keunggulan RUU Perampasan aset ini dibandingkan dengan dasar hukum perampasan aset terkait tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini adalah kita tidak perlu menunggu adanya putusan pengadilan mengenai tersangka yang dapat memakan waktu lama dan menjadi celah bagi terdakwa/pelaku untuk mengaburkan informasi terkait dengan aset yang ia miliki, yang biasanya kita kenal dengan tindakan pencucian uang atau TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang).
Urgensi RUU Perampasan Aset
Melihat apa yang dapat dilakukan oleh terdakwa semasa peradilan berlangsung, tentulah penanganan yang sigap menjadi jawaban. Kenyataannya, Indonesia masih memiliki skor indeks Anti Money Laundering (AML) sebesar 4.62/10 pada tahun 2020 yang di mana mengatakan masih memungkinkan adanya tindak pidana pencucian uang terjadi. RUU Perampasan aset nantinya akan menjadi usaha preventif dan represif bagi para pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia.
Mengutip perkataan Guru Besar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, bahwa RUU Perampasan Aset perlu segera disahkan mengingat kerugian negara yang telah banyak terjadi sebelumnya. Selain daripada itu, pembuktian terhadap aliran dana hasil tindak pidana korupsi yang sulit dilacak membuat adanya “keadaan darurat” yang harus ditangani. Lalu Mengapa RUU Perampasan Aset tidak segera disahkan?
Sebuah Pertanyaan Besar, tetapi Sebenarnya Dapat Dijawab!
Sebagai contoh, jumlah tindak pidana korupsi pada tahun 2023 saja menyajikan fakta bahwa terdapat beberapa fakta mengejutkan yang mungkin dapat menjadi alasan mengapa RUU Perampasan Aset tidak segera disahkan. Terdapat setidak-tidaknya 161 kasus tindak pidana korupsi pada tahun 2023 yang melibatkan diantaranya 61 kasus pejabat pada tingkat eselon 1-4 dan pihak swasta dengan 57 perkara. Sehingga cukup Ironis dan menjadi jawaban bisu terkait mengapa RUU Perampasan Aset ini tidak segera di-sah kan.
Maka dari itu, marilah tidak abai terhadap cakrawala hukum yang harus selalu ditegakan ketika runtuh dan dikuatkan ketika rubuh!
Demikian artikel mengenai RUU Perampasan Aset sebagai ‘obat’ bagi koruptor di Indonesia, semoga bermanfaat!
Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis.
Tingginya angka korupsi di Indonesia yang menyebabkan kerugian negara ratusan triliun rupiah serta lambatnya proses pengembalian aset menjadi alasan utama pentingnya pengesahan RUU Perampasan Aset. RUU ini dirancang untuk memungkinkan penyitaan aset hasil korupsi tanpa harus menunggu putusan akhir pengadilan, sehingga dapat menutup celah bagi pelaku untuk menyembunyikan harta melalui pencucian uang. Keunggulan RUU ini terletak pada kemampuannya bertindak cepat dan tegas terhadap harta “kotor” koruptor, yang sebelumnya sulit ditindak karena proses hukum yang panjang. Meski sangat dibutuhkan, pengesahan RUU ini terkendala kepentingan politik, mengingat banyaknya pejabat yang terlibat korupsi. Oleh karena itu, dukungan publik dan kesadaran hukum menjadi kunci untuk menegakkan keadilan secara menyeluruh.
Referensi
Rancangan Undang Undang Perampasan Aset, PPATK.go.id.
Tessa Mahardika. “Skor IPK 2024 Meningkat, KPK Dorong Penguatan Pemberantasan Korupsi”. KPK.go.id. 11 Februari 2025. Tersedia pada https://kpk.go.id/id/ruang-informasi/berita/skor-ipk-2024-meningkat-kpk-dorong-penguatan-pemberantasan-korupsi. Diakses pada tanggal 06 Mei 2025
Aksi-Informasi. “Korupsi dan kerugian keuangan negara yang ditimbulkannya”. Pusat Edukasi Antikorupsi. 29 Februari 2024. Tersedia pada https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20240229-korupsi-dan-kerugian-keuangan-negara-yang-ditimbulkannya . Diakses pada tanggal 06 Mei 2025
Dede Leni Mardianti. “Catatan ICW Soal Tren Vonis Korupsi 2023 : Kerugian Negara Mencapai Rp.56 Triliun, tapi yang kembali hanya Rp.7,3 triliun”.Tempo.co. 14 Oktober 2024. Tersedia pada https://www.tempo.co/hukum/catatan-icw-soal-tren-vonis-korupsi-2023-kerugian-negara-mencapai-rp-56-triliun-tapi-yang-kembali-hanya-rp-7-3-triliun-85377. Diakses pada 06 Mei 2025
Tim Pelaksana Penilaian Risiko Indonesia terhadap TPPU Tahun 2021. “Penilaian Risiko indonesia terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2021”. PPATK.go.id. 2021
Addy Thea DA. “6 Urgensi Keberadaan UU Perampasan Aset”. HukumOnline.com. 21 Juni 2023. Tersedia pada https://www.hukumonline.com/berita/a/6-urgensi-keberadaan-uu-perampasan-aset-lt6492e35030130/. Diakses pada 07 Mei 2025
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Negara Kembali Merugi, Telkom dan Proyek Fiktifnya...
28 May 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
Hak Kekayaan Intelektual: Menelusuri Konsep Dasar...
02 May 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →