
Sumber: FAVPNG
Clueless soal Draft RUU: Bagaimana Sebenarnya Peran Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?
Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) baru saja disahkan dan kini perbincangan mengenai RUU KUHAP sedang panas didiskusikan, tapi kita sebagai masyarakat tidak tahu menahu proses dan bahkan isi dari RUU tersebut. Memangnya apa boleh begitu? Apakah masyarakat memang disuruh menunggu hasil sahnya saja? Nah, tahu tidak, sih, kalau sebenarnya masyarakat punya peran penting, lho, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan bahkan diatur secara tegas dalam undang-undang. Mari kita bahas!
Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara jelas dan terperinci diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan dibagi menjadi lima tahap yang diatur dalam Pasal 16 hingga Pasal 87.
5 Tahap Pembentukan Perundang-undangan
a. Tahap Perencanaan (Pasal 16 sampai dengan Pasal 42)
Dalam tahap ini, Badan Legislatif menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan berkoordinasi bersama DPD dan Kementerian Hukum dan HAM untuk menyusun serta menetapkan Prolegnas.
b. Tahap Penyusunan (Pasal 43 sampai dengan Pasal 64)
Dalam tahap ini, dilakukan penyusunan naskah akademik dan draft awal RUU, yang setelahnya dilakukan harmonisasi dan penyempurnaan setelah dilaksanakannya sidang paripurna.
c. Tahap Pembahasan (Pasal 65 sampai dengan Pasal 71)
Tahap ini dibagi menjadi 2 tingkat pembicaraan, yakni pada tingkat 1 dilakukan oleh DPR dan menteri yang ditunjuk presiden dalam rapat gabungan, dan pada tingkat 2 dilakukan pengambilan keputusan.
d. Tahap Pengesahan (Pasal 72 sampai dengan Pasal 74)
Dalam tahap ini, RUU yang telah disetujui akan disampaikan oleh DPR kepada Presiden untuk disahkan.
e. Tahap Pengundangan (Pasal 81 sampai dengan Pasal 87)
Setelah disahkan, RUU tersebut akan diundangkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Peran Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Dalam Pasal 5 Huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa proses pembentukan peraturan perundang-undangan haruslah memenuhi asas keterbukaan, yang selanjutkan dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal I Angka 1 Penjelasan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 5 Huruf g, bahwa dalam keseluruhan prosesnya, akses haruslah dibagikan oleh DPR kepada publik atau kepada pihak yang terdampak agar publik dapat memberikan masukan. Asas tersebut merupakan syarat formil, yaitu syarat yang harus dipenuhi dalam suatu proses hukum. Selanjutnya, Keterlibatan publik ini harus memenuhi 3 aspek, yakni hak untuk didengarkan pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapat jawaban atas pendapat yang diberikan.
Akibat Apa yang Terjadi Jika Persyaratan Formil Tidak Terpenuhi?
Pelanggaran terhadap asas formil dalam proses pembentukan perundang-undangan khususnya pada asas keterbukaan dapat mengakibatkan peraturan perundang-undangan tersebut cacat secara formil. Oleh sebab itu, perlu diajukan uji formil kepada Mahkamah Konstitusi untuk ditinjau kembali apakah peraturan perundang-undangan tersebut benar telah cacat secara formil dan apakah harus diubah kembali atau dibatalkan.
Demikian artikel mengenai peran masyarakat dalam proses pembuatan undang-undang, semoga bermanfaat!
Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis.
Proses pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011, yang terdiri dari lima tahap: perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. Dalam proses tersebut, masyarakat memiliki peran penting sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf g UU No. 12 Tahun 2011 jo. UU No. 13 Tahun 2022, yang mewajibkan asas keterbukaan agar publik dapat memberi masukan. Keterlibatan publik ini mencakup hak untuk didengar, dipertimbangkan, dan mendapat tanggapan. Jika asas ini dilanggar, peraturan yang dihasilkan dapat dianggap cacat formil dan bisa diuji ke Mahkamah Konstitusi untuk pembatalan atau revisi.
Referensi
Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU Nomor 12 Tahun 2011. LN Tahun 2011 No. 82 TLN No. 5234.
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU Nomor 12 Tahun 2011. LN Tahun 2011 No. 82 TLN No. 5234, sebagaimana diubah oleh UU No 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, LN Tahun 2022 No. 143, TLN No. 6801
Azis, Arasy Pradana A, “Proses Pembentukan Undang-undang di Indonesia.” Hukumonline.com. 2 Maret 2023. Tersedia pada https://www.hukumonline.com/klinik/a/proses-pembentukan-undang-undang-di-indonesia-lt506c3ff06682e/. Diakses pada tanggal 23 April 2025.
Marwan, Ali, “Problematika Pengujian Formil Undang-Undang.” Grondwet Jurnal Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara Vol. 1 No. 1 (2022).
Wafa, Muhammad Khoirul, “Peran dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Undang-Undang.” Siyasah: Jurnal Hukum Tata Negara Vol. 03 No. 1 (2023).
Baca Artikel Menarik Lainnya!

PeduliLindungi Berubah Jadi Situs Judi Online: Buk...
22 May 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →