Sumber: Polres Kupang
KONTROVERSI MBG:INVESTASI PETERNAKAN AYAM 20T DAN POLEMIK KEBUTUHAN AHLI GIZI
Kunci Hukum - Pada pekan kedua dan ketiga November 2025 program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan publik akibat dua isu krusial yaitu, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang berencana investasikan Rp20 Triliun untuk peternakan ayam, serta polemik terkait kebutuhan tenaga ahli gizi.
Investasi Rp20 Triliun Untuk Swasembada Protein
Isu ini mencuat pada Selasa (11/11/2025) ketika Danantara mengungumkan tengah mengkaji rencana pendanaan proyek peternakan ayam pedaging dan telur sebesar Rp 20 Triliun. Proyek ini bertujuan untuk mendukung ketersediaan pasokan protein bagi program MBG di seluruh Indonesia.
Chief Operating Officer (COO), Danantara Dony Oskaria, menyatakan bahwa, kajian mendalam diperlukan sebelum proyek dilaksanakan. Namun, ia menegaskan bahwa tujuan utama proyek ini adalah memperkuat ketahanan pangan. “Danantara tentu saja sebagai koperasi akan mengkaji dengan baik dan akan melaksanakan ini sesuai dengan keadaan koperasi yang baik,” Ujar Dony di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat.
Menteri Pertanian sekaligus Kepala Bapanas, Andi Amran Sulaiman, menjelaskan bahwa proyek ini dirancang sebagai ekosistem terintegrasi, dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengelola hulu dan peternakan kecil berada di hilir. Amran menjelaskan hal Ini adalah ekosistem, nanti BUMN bergerak di hulu. Kemudian semua yang hilir itu adalah peternakan kecil. Ini menjamin pakan peternakan kecil stabil, menjamin juga DOC (Day Old Chick) stabil. Selain itu, proyek yang akan dijalankan mulai awal 2026 ini, diperkirakan akan menambah menambah 700 ribu ton telur, dan 1,1 juta ton ayam pedaging per tahun, sehingga memperkuat kemandirian pangan nasional.
Kekhawatiran Ancaman bagi Peternak Kecil
Rencana investasi jumbo ini menuai kritik dari parlemen. Anggota Komisi IV DPR RI, Hindun Anisah, pada Jum’at (14/11/2025), meminta Danantara mengkaji ulang rencana investasi Rp 20 Triliun, ia khawatir investasi berskala masif dapat mengancam eksistensi peternak kecil dan memperkuat dominasi korporasi unggas.
Hindun menilai investasi besar berisiko menciptakan struktur pasar yang tidak seimbang. “Peternak kecil terutama yang baru memulai bisa tergeser sebelum mereka berkembang,” ujarnya.
Ia juga menyoroti potensi kelebihan pasokan yang dapat terjadi apabila kapasitas produksi meningkat drastis. Menurutnya, over capacity merupakan masalah kronis industri unggas yang kerap berakhir pada penurunan harga ayam hidup, dimana peternak kecil adalah pihak yang paling dirugikan. “Mereka tidak punya bantalan modal untuk bertahan ketika harga jatuh,” ujarnya, ia juga meminta jaminan investasi harus memperkuat peternak rakyat.
Polemik Kebutuhan Ahli Gizi dalam MBG
Di tengah rencana penguatan pasokan, aspek kualitas MBG justru menambah polemik. Isu ini berawal dari Rapat Konsolidasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, memotong pembicaraan seorang peserta yang mengusulkan kolaborasi dengan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) untuk memenuhi kebutuhan ahli gizi di tiap SPPG. Peserta tersebut mengingatkan bahwa perekrutan non-gizi dikhawatirkan membuat makanan tidak sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan.
Perdebatan memanas ketika Cucun meminta peserta tersebut duduk, kemudian menyampaikan pernyataan kontroversial, “Saya nggak suka anak muda arogan kayak gini. Mentang-mentang sekarang kalian dibutuhkan negara, kalian bicara undang-undang. Pembuat kebijakan itu saya,” ujar Cucun.
Dia lantas menyebut akan mengubah diksi ‘ahli gizi’ menjadi ‘tenaga yang menangani gizi’ di DPR. Cucun menegaskan bahwa program MBG tidak perlu merekrut sarjana gizi. “Tidak perlu ahli gizi. Cocok nggak? Nanti saya selesaikan di DPR,” tuturnya. Seraya mengusulkan ahli gizi bisa diganti dengan lulusan SMA yang diberi pelatihan tiga bulan dan Sertifikasi dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
BGN: Tenaga Ahli Gizi Tetap Krusial
Dilansir dari jawapos.com, pernyataan dari Wakil Ketua DPR memicu reaksi keras dari publik dan mendapat tanggapan langsung dari Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hidayana. Pada Senin (17/11/2025), Dadan menegaskan bahwa keberadaan ahli gizi tetap merupakan hal yang krusial pada setiap unit pelayanan MBG.
Dadan membantah pernyataan Cucun, “Begini, itu bukan sikap Badan Gizi Nasional. Program ini dirancang dengan tidak menetapkan menu standar nasional. Oleh karena itu di setiap SPPG harus ada orang yang paham tentang gizi.” Kata Dadan saat ditemui di Jakarta Pusat.
Dadan menjelaskan bahwa keterbatasan lulusan Sarjana gizi memaksa BGN mencari jalan keluar dengan merekrut ahli dari latar belakang lain yang memiliki pengetahuan gizi, seperti Kesehatan Masyarakat, Teknologi Pangan, atau Pengolahan Makanan. “Jadi sekarang disilahkan Sarjana Gizi, Sarjana Kesehatan Masyarakat, Sarjana Teknologi Pangan, Sarjana Pengolahan Makanan untuk terlibat dalam program Makanan Bergizi,” tukasnya.
Sementara itu, Cucun Ahmad Syamsurijal telah menyampaikan permohonan maaf melalui media sosialnya pada Selasa (18/11/2025), ia menyatakan tidak bermaksud menyinggung profesi ahli gizi dan mengaku telah berdiskusi dengan Ketua Persagi. Namun, video pernyataannya terlanjur ramai dibicarakan di media sosial.
Polemik ini menunjukkan tantangan besar yang dihadapi program MBG. Disatu sisi, pemerintah berupaya keras mengamankan pasokan melalui investasi besar, tetapi di sisi lain muncul ketidaksepakatan internal antara pembuat kebijakan dan badan pelaksana mengenai perlindungan peternak kecil dan jaminan kualitas program di lapangan.
Penulis: Sarah Novianti
Editor: I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana
Baca Artikel Menarik Lainnya!
2 Jenis Pendekatan dalam Penilaian Pelanggaran Per...
27 April 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
Antara Harapan dan Keraguan: Telaah Hukum Terhadap...
03 December 2025
Waktu Baca: 16 menit
Baca Selengkapnya →
Menggemparkan Penerbangan! Penumpang Teriak Bom di...
04 August 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →