Sumber: CNN Indonesia
Nyaris Kena Pajak! Menkeu Purbaya 'Injak Rem' Rencana Cukai Popok yang Bikin Resah.
Jakarta, Kunci Hukum - Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menyampaikan penjelasan tegas mengenai kegelisahan masyarakat terkait wacana penerapan cukai pada produk popok sekali pakai (diapers) dan tisu basah. Dalam pernyataannya di Jakarta pada Jumat (14/11/2025), Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melaksanakan kebijakan itu dalam waktu mendatang. Ia menekankan komitmennya untuk tidak menambah beban pajak baru kepada masyarakat sebelum perekonomian nasional mencapai pertumbuhan yang kuat dan stabil pada angka 6 persen.
Pernyataan tersebut merupakan tanggapan terhadap spekulasi yang merebak di kalangan masyarakat setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029 (PMK 70/2025). Dalam dokumen itu, disebutkan adanya kajian untuk memperluas Barang Kena Cukai (BKC) yang meliputi produk-produk kebutuhan sehari-hari seperti popok dan tisu basah.
“Saya masih menggunakan acuan yang sama seperti sebelumnya. Sebelum perekonomian stabil, saya belum akan menambahkan beban pajak baru,” ujar Purbaya ketika dikonfirmasi di kantor Kementerian Keuangan, seperti yang dilaporkan kompas.tv. Ia melanjutkan bahwa usulan untuk memperluas sumber pendapatan negara akan dievaluasi dengan cermat setelah target pertumbuhan ekonomi 6 persen berhasil diraih. “Jika sudah mencapai lebih dari 6 persen, barulah menambah berbagai pajak,” tegasnya, sebagaimana disiarkan cnbcindonesia.com.
Masalah ini muncul dari salah satu bagian dalam PMK 70/2025 yang ditandatangani Purbaya pada 10 Oktober 2025. Di bagian “Tujuan 2: Penerimaan Negara yang Optimal”, disebutkan bahwa Kementerian Keuangan telah mengeksplorasi potensi pendapatan dengan menyusun kajian tentang BKC baru. “Eksplorasi potensi pendapatan telah dilakukan melalui penyusunan kajian potensi BKC berupa popok sekali pakai dan alat makan serta minum sekali pakai, serta kajian perluasan cukai tisu basah,” begitu isi kutipan dalam peraturan tersebut.
Meskipun rencana kajian itu tercantum dalam peraturan yang dikeluarkannya, Purbaya menegaskan bahwa keberadaan kajian tersebut tidak berarti akan segera diterapkan. “Sebenarnya, kami belum akan melaksanakannya dalam waktu mendatang,” katanya. Langkah ini diambil sebagai tanggapan terhadap pandangan bahwa kenaikan tarif pajak atau penerapan pajak baru dapat menurunkan daya beli masyarakat atau pendapatan yang tersisa setelah memenuhi kebutuhan pokok. Daripada menaikkan tarif, Purbaya menyatakan lebih memilih pendekatan yang mendorong peredaran ekonomi untuk mempercepat penerimaan negara.
Selain itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memberikan latar belakang historis terkait asal mula kajian tersebut. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa kajian ini sebenarnya telah dimulai sejak 2021. Latar belakang utamanya adalah sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.
Nirwala menyatakan bahwa kajian ini merupakan kelanjutan dari program penanganan sampah laut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2018, sebagaimana dikutip dari cnbcindonesia.com. Selain masalah lingkungan, ia menjelaskan bahwa pada tahun 2020, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan saran agar pembahasan cukai plastik tidak hanya terbatas pada kantong plastik, melainkan juga mencakup produk plastik sekali pakai lainnya. Berdasarkan masukan tersebut, kajian diperluas untuk memetakan produk seperti popok, tisu basah, dan alat makan sekali pakai yang secara teoritis memenuhi syarat sebagai barang kena cukai karena dampaknya terhadap lingkungan.
Nirwala menegaskan bahwa proses ini masih dalam tahap kajian ilmiah atau tinjauan kebijakan, yang merupakan wujud transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam merumuskan kebijakan. "Karena saat ini masih dalam tahap kajian ilmiah, belum ada target penerimaan negara yang ditetapkan," tegasnya.
Penting untuk diketahui bahwa dalam periode 2020–2024, Kementerian Keuangan telah melaksanakan berbagai kajian guna memperluas objek pajak cukai. Selain popok dan tisu basah, barang-barang lain yang pernah diteliti mencakup minuman berpemanis dalam kemasan, produk pangan olahan tinggi natrium, emisi kendaraan bermotor, serta barang mewah.
Dari sejumlah kajian tersebut, beberapa tampaknya akan diteruskan dalam Rencana Strategis 2025–2029 dengan penyediaan anggaran khusus. Berdasarkan PMK 70/2025, terdapat program rekomendasi kebijakan cukai emisi kendaraan bermotor pada 2025 senilai Rp880 juta dan rekomendasi kebijakan fiskal cukai produk pangan olahan bernatrium pada 2026 sebesar Rp640 juta.
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa meskipun wacana penerapan cukai pada popok dan tisu basah memiliki landasan regulasi serta pertimbangan lingkungan, pelaksanaannya masih belum terealisasi. Komitmen Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk mengutamakan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi menjadi jaminan bahwa masyarakat tidak akan dikenai pungutan baru atas produk-produk tersebut hingga kondisi ekonomi nasional dianggap cukup kokoh.
Penulis :Tasya Khoerunnisa Himawan
Editor : I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana
Baca Artikel Menarik Lainnya!
Pernikahan Anak di Lombok: Ketika Adat Bertentanga...
07 July 2025
Waktu Baca: 5 menit
Baca Selengkapnya →
Imbal Dagang atau Ancaman Privasi? AS Bisa Akses D...
23 July 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Hukum Negara Mandek? Pahami Diskresi sebagai Solus...
12 August 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →