Jakarta, Kunci Hukum - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mempertegas komitmennya menjaga integritas aparatur sipil negara (ASN). Kali ini, pejabat Kemenkeu, Purbaya, mengeluarkan ancaman pemecatan bagi pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang terbukti memamerkan gaya hidup mewah, termasuk kebiasaan nongkrong di kafe-kafe mewah seperti Starbucks. Pernyataan menggemparkan ini disampaikan Jumat lalu (17/10/2025) dan langsung memicu reaksi luas dari berbagai kalangan.


Ancaman pemecatan datang sebagai respons keras atas indikasi pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan wewenang yang tercermin dari gaya hidup pegawai yang dianggap tidak pantas. Sebagai institusi di bawah Kemenkeu yang bertugas menjaga penerimaan negara dari sektor perdagangan dan cukai, Bea Cukai harus menjunjung tinggi standar integritas. Pegawai yang hidup mewah berpotensi merusak citra institusi di mata publik.

Purbaya, pejabat yang dikenal tegas dalam isu integritas, menunjukkan kemarahannya terhadap segelintir pegawai yang dianggap mencederai nama baik lembaga. Dia tidak toleran terhadap perilaku yang menampilkan pamer kekayaan.


Dilansir CNNIndonesia.com (17/10/2025), Purbaya mengeluarkan pernyataan tegas dan langsung dalam merespons temuan ini. Penggunaan bahasa yang sangat informal dalam ancaman pemecatan ini menunjukkan seberapa serius dan personal masalah ini bagi Purbaya, sekaligus memberi sinyal jelas tentang konsekuensi bagi para pelanggar.


Senada, Kompas.com (17/10/2025) melaporkan bahwa pejabat tersebut secara eksplisit mengancam pemecatan bagi pegawai Bea Cukai yang menampilkan gaya hidup mewah dengan kebiasaan di tempat-tempat mahal. Istilah "nongkrong di Starbucks" yang digunakan Purbaya adalah metafora untuk praktik konsumsi berlebihan yang tidak sesuai dengan penghasilan resmi ASN. Menurut Purbaya, ancaman pemecatan akan diberlakukan tanpa kompromi jika ada bukti kuat pelanggaran etika dan disiplin.


Reaksi keras ini ternyata dipicu oleh informasi yang bocor ke tangan Purbaya. CNBCIndonesia.com (18/10/2025) mengungkapkan bahwa ancaman pemecatan berawal dari adanya data awal mengenai gaya hidup pegawai Bea Cukai yang dinilai tidak pantas. Bocoran tersebut berisi fakta tentang pengeluaran beberapa pegawai yang secara finansial sulit dibenarkan hanya dari gaji resmi mereka.


Informasi ini ditanggapi serius bukan tanpa alasan. Laporan tersebut tampaknya dilengkapi dengan bukti visual atau paparan detail mengenai tempat-tempat mewah yang sering dikunjungi dan frekuensi aktivitas belanja mereka. Dalam konteks pelayanan publik, pegawai yang memamerkan kemewahan sering memicu pertanyaan masyarakat tentang sumber pendapatan yang tidak sesuai dengan gaji dan tunjangan ASN. Hal ini dapat menggerogoti kepercayaan publik terhadap institusi negara dan memicu dugaan praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), atau gratifikasi.


Langkah yang diambil Purbaya dilihat sebagai tindakan preventif sekaligus korektif untuk mengatasi masalah integritas sebelum berkembang menjadi kasus hukum yang lebih serius. Bagi Kemenkeu, menjaga citra lembaga adalah prioritas utama mengingat tingginya tuntutan akuntabilitas dari publik.


Isu gaya hidup pegawai negeri sipil memang sudah lama menjadi sorotan publik di Indonesia. Meski setiap individu berhak mengelola keuangan pribadi, ASN memiliki batasan etika dan moral yang harus dipatuhi sesuai peraturan kepegawaian. Lingkungan kerja seperti Bea Cukai yang berhubungan langsung dengan transaksi bernilai tinggi dan rawan suap memerlukan kehati-hatian ekstra dari pegawainya.


Ancaman Purbaya tidak terlepas dari ketentuan disiplin dan kode etik ASN. Gaya hidup mewah, terutama jika ditonjolkan di media sosial atau ruang publik, dapat dikategorikan melanggar prinsip kepatutan. Ini bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi dan upaya Kemenkeu membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Memamerkan kekayaan dapat diinterpretasikan sebagai indikasi potensi tindak pidana korupsi, yang dalam ranah disiplin kepegawaian dapat berakhir dengan pemberhentian tidak dengan hormat.


Pernyataan Purbaya mengirimkan pesan kuat kepada semua pegawai Kemenkeu, khususnya Bea Cukai, bahwa pengawasan terhadap perilaku mereka sangat ketat. Keputusan untuk menindaklanjuti bocoran tersebut dengan ancaman pemecatan menunjukkan keseriusan manajemen dalam menjalankan pengawasan internal. Ini diharapkan menjadi shock therapy agar pegawai lebih berhati-hati dalam menentukan gaya hidup mereka di ruang publik.


Di balik peringatan ini adalah prinsip bahwa ASN harus menyadari tanggung jawabnya sebagai pelayan masyarakat. Nilai-nilai seperti kesederhanaan, kerendahan hati, dan menghindari konflik kepentingan adalah inti yang harus dipegang teguh. Kebiasaan nongkrong di kafe mewah, jika dilakukan berlebihan dan mencerminkan kehidupan di luar batas kewajaran finansial, dianggap tidak etis bagi seseorang yang gajinya berasal dari uang rakyat. Tindakan disipliner yang konkret atas dasar pelanggaran etika dapat memperkuat integritas Kemenkeu di mata publik.


Tindakan tegas pejabat Kemenkeu ini adalah wujud nyata komitmen institusi menjaga kepercayaan publik. Di tengah sorotan masyarakat terhadap birokrasi, langkah tegas dan tidak pandang bulu seperti ini sangat dibutuhkan. Dengan demikian, ancaman pemecatan terhadap pegawai yang menampilkan gaya hidup mewah bukan hanya tentang kopi dan kafe, tetapi tentang penegakan martabat ASN dan upaya memulihkan citra institusi sebagai pelayan rakyat yang berintegritas dan patut dicontoh.


Penulis: Tasya Khoerunnisa Himawan

Editor: I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana