Tindak Pidana Melalui Platform Media Sosial

Saat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Melalui berbagai platform seperti Instagram, X (Twitter), Facebook, dan TikTok, masyarakat dapat berbagi informasi, berkomunikasi, mencari hiburan, hingga berbisnis. Namun, dibalik manfaatnya, media sosial juga memunculkan risiko kejahatan siber (cyber crime). International Organization of Standardization (ISO) mendefinisikan kejahatan siber sebagai tindak pidana yang terjadi di dunia maya, yaitu pemanfaatan teknologi informasi dan internet untuk melakukan kejahatan.


Meski Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), penegakannya masih lemah sehingga pengguna sering tidak sadar akan bahaya siber. Penelitian menunjukkan lebih dari setengah kasus kejahatan siber terjadi di media sosial, seperti penyebaran hoax dan penipuan daring, bahkan sekitar 45% pengguna pernah menjadi korban akibat membagikan data pribadi secara berlebihan. Kondisi ini menegaskan pentingnya tanggung jawab hukum bagi platform media sosial dalam mengawasi konten berunsur kejahatan. Oleh karena itu, perlu untuk melakukan pembelajaran lebih mendalam terkait tanggung jawab hukum platform media sosial dalam menghadapi kejahatan siber, serta mengevaluasi efektivitas regulasi yang ada.


Regulasi Terkait

Secara keseluruhan, terdapat beberapa regulasi yang turut mengatur mengenai tanggung jawab hukum penyelenggara platform media sosial di Indonesia, beberapa yang relevan terutama dalam konteks ini adalah:

1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE);

2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP 71/2019); dan

3) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (Permenkominfo 5/2020) sebagaimana diubah oleh Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor  10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permenkominfo 5/2020.


Definisi Kejahatan Siber

International Organization of Standardization (ISO) mendefinisikan cyber crime atau kejahatan siber sebagai tindak pidana yang terjadi di dunia maya. Secara lebih sederhana, kejahatan siber dapat dipahami sebagai penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dan/atau internet untuk melakukan tindak kejahatan. Dalam kata lain, dapat juga disimpulkan bahwa kejahatan siber bukanlah jenis kejahatan baru, tetapi hanya merupakan metode baru untuk melakukan kejahatan secara umum.


Teori Tanggung Jawab Subjek Hukum

Secara umum, setiap subjek hukum, baik individu maupun badan hukum, mengemban hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum. Kewajiban hukum tersebut berkaitan erat dengan konsep tanggung jawab hukum, yakni kondisi di mana seseorang dapat dikenai sanksi apabila tindakannya melanggar peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, setiap pelanggaran terhadap hukum membawa konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku. Dalam konteks media sosial, bentuk tanggung jawab ini menjadi lebih rumit karena platform berperan sebagai penyedia dan pengatur arus informasi digital tanpa secara langsung menciptakan konten yang berpotensi melanggar hukum. Oleh karena itu, pembahasan mengenai pertanggungjawaban hukum platform media sosial menjadi penting untuk menilai sejauh mana mereka dapat dimintai tanggung jawab atas terjadinya kejahatan siber di ruang digital.


Teori Vicarious Liability dan Strict Liability 

Teori strict liability menegaskan bahwa korporasi sebagai subjek hukum tetap dapat dimintai pertanggungjawaban pidana meskipun tidak ada bukti kesalahan atau kelalaian. Dengan kata lain, platform media sosial bisa dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran hukum di sistemnya, bahkan bila mereka tidak mengetahui adanya konten berunsur kejahatan. Sementara itu, vicarious liability menyatakan bahwa suatu pihak dapat dimintai tanggung jawab atas tindakan pihak lain yang berada di bawah pengawasannya. Dalam konteks ini, platform dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan pengguna yang terjadi dalam sistem mereka, sebab mereka berperan sebagai penyedia layanan yang seharusnya melakukan pengawasan  agar tidak terjadi penyalahgunaan seperti penipuan, perundungan siber, atau penyebaran hoaks. Mengingat pembuktian tanggung jawab platform kerap sulit dilakukan, maka penting untuk membahas konsep pertanggungjawaban hukum mereka guna memastikan perlindungan hukum yang efektif di ruang digital. 


Kejahatan Siber dalam UU ITE dan PP 71/2019

Merujuk pada UU ITE dan PP 71/2019, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) memiliki tanggung jawab untuk memastikan sistem elektroniknya berjalan aman dan stabil. Dalam hal ini, platform media sosial sebagai PSE wajib menjaga keamanan serta mencegah penyebaran konten yang merugikan. Pasal 1 Angka 6 PP 71/2019 juga menegaskan bahwa PSE dapat berbentuk orang maupun badan usaha, termasuk perusahaan asing seperti Instagram, X, atau TikTok yang beroperasi di Indonesia. Selain itu, Pasal 33 PP 71/2019 mewajibkan PSE untuk memberikan data atau informasi elektronik kepada penyidik apabila diperlukan untuk penegakan hukum dalam kasus kejahatan siber.


Peran Kemenkominfo dalam Kejahatan Siber

Lebih lanjut, Kemenkominfo diberi wewenang mengawasi penyelenggaraan sistem elektronik dan memastikan sertifikasi elektronik berjalan sesuai ketentuan. Pengawasan ini bertujuan mencegah penyalahgunaan sistem yang dapat dimanfaatkan untuk kejahatan siber. Melalui Permenkominfo 5/2020, pemerintah juga mengatur mekanisme pemberian akses data elektronik oleh PSE untuk membantu proses hukum, sehingga regulasi tersebut menekankan pentingnya langkah pencegahan sekaligus penindakan terhadap pelanggaran digital.


Demikian artikel mengenai “Pertanggungjawaban Pidana Platform Media Sosial terhadap Kejahatan Siber” semoga dapat memberikan pemahaman dasar tentang tindak pidana di media sosial. Jika kamu sudah memahami artikel di atas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum tanpa biaya untuk membantu masyarakat memperoleh solusi hukum yang tepat dan terpercaya.


Platform media sosial memiliki tanggung jawab terbatas terkait penyebaran konten kejahatan siber, tetapi sejauh mana tanggung jawab tersebut berlaku bergantung pada beberapa faktor yang diatur oleh hukum Indonesia, seperti UU ITE, PP 71/2019, dan peraturan lainnya yang lebih spesifik mengenai PSE maupun tindak pidana yang dilakukan. Secara umum, platform media sosial memang tidak sepenuhnya bertanggung jawab secara langsung atas setiap konten yang diunggah oleh pengguna, karena mereka hanya berfungsi sebagai sarana. Namun, platform diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah tertentu untuk mengawasi dan mengelola konten, termasuk kewajiban untuk menghapus konten ilegal seperti pornografi, penipuan, atau penyebaran hoaks, menyediakan data elektronik yang diperlukan untuk proses hukum, serta mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia.

Referensi

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU Nomor 19 Tahun 2016. LN Tahun 2016 Nomor 251 TLN Nomor 5952.

Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. PP Nomor 71 Tahun 2019. LN Tahun 2019 No. 185 TLN No. 6400.

Peraturan Menteri 

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020.

Artikel Jurnal 

Aziz, Fahrul Abdul dan Anggraeni, Yulia. "Pertanggungjawaban Hukum Platform Media Sosial terhadap Publikasi Konten yang Mengandung Unsur Pornografi," UNES Law Review Vol. 5, no. 4 (2023): 2284–2293.

BR, Wahyudi. "Tantangan Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Berbasis Teknologi AI,” INNOVATIVE: Journal of Social Science Research 5, no. 1 (2025).

Junio, Iko Juliant. et al. "Tantangan Hukum dan Sosial dalam Penerapan UU ITE di Media Sosial X terhadap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang," Jurnal Mediasi 4, no. 2 (Februari 2025): 158–169.

Ramadhani dan Pratama, "Analisis Kesadaran Cyber Security Pada Pengguna Media Sosial Di Indonesia," AUTOMATA 1, no. 2 (2020). 

Smith, Troy. "Integrated Model of Cybercrime Dynamics: A Comprehensive Framework for Understanding Offending and Victimization in the Digital Realm," International Journal of Cybersecurity Intelligence and Cybercrime Vol. 7, no. 2 (2024): 54-70. 

Dokumen Internasional

European Parliament, Enhancing Research Security, EPRS Briefing PE 760.356, March 2024.

Internet

Kristianti, Livia. "Kemenkominfo Tegaskan Posisinya sebagai Pengawas PSE," ANTARA News, 7 September 2022. Tersedia pada ahttps://www.antaranews.com/berita/3104921/kemenkominfo-tegaskan-posisinya-sebagai-pengawas-pse.​ Diakses pada tanggal 16 Oktober 2025.