Tahukah kalian, dalam hukum juga terdapat persidangan yang dapat dikatakan sebagai work from anywhere? E-Court atau peradilan elektronik merupakan sebuah peradilan dalam ranah hukum perdata yang dapat digunakan untuk mempermudah para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan perkara mereka dari manapun mereka berada. Kira-kira, mekanisme dan ketentuannya bagaimana saja ya? Yuk kita simak!


Yuk Berkenalan dengan E- Court!

Pengertian dari E-Court sesuai dengan namanya adalah peradilan yang dapat dilakukan melalui saluran elektronik. Fasilitas E-Court tersedia bagi para pihak yang terdaftar pada laman Mahkamah Agung guna melaksanakan rangkaian peradilan secara online. Selain itu, biaya dari peradilan berbasis E-Court juga dibayarkan secara online. Tidak hanya itu, rangkaian peradilan dari tahap pra peradilan seperti pemanggilan juga dilakukan secara online.


Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa E-Court saat ini hanya dikhususkan untuk advokat. Advokat pengguna haruslah terdaftar dan memiliki akun khusus yang divalidasi oleh pengadilan tinggi di tempat advokat disumpah. Dengan demikian, apabila terdapat perorangan maupun badan hukum yang ingin menggunakan fasilitas ini secara independen, belumlah dimungkinkan.



Mengapa Fitur E-Court Hanya Berfokus kepada Pengguna Advokat Saja?

Pembatasan penggunaan E-Court saat ini dimaksudkan sebagai pengelolaan potensi resiko yang berupa resiko keamanan, integritas aplikasi, dan juga beban yang timbul bagi infrastruktur yang ada. Hal ini pula menjadi langkah kehati-hatian dalam transisi dari sistematika konvensional ke digitalisasi elektronik. Yang diharapkan sementara ini dengan pembatasan tersebut adalah untuk terlebih dahulu membiasakan diri sebagaimana advokat merupakan profesi yang harus paham betul terkait dengan lingkup bagaimana peradilan akan tetap berjalan walaupun melalui media digital.


Dari Mana Awal Mula Lahirnya E-Court?

E-Court sendiri merupakan implementasi SPBE atau Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang lahir dalam Perma Nomor 1 Tahun 2019 yang telah diubah sebagaimana dalam Perma Nomor 7 Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa sistem informasi pengadilan adalah seluruh sistem informasi yang disediakan oleh Mahkamah Agung untuk memberikan pelayanan terhadap pencari keadilan yang meliputi administrasi, pelayanan perkara, dan persidangan secara elektronik.


Dalam frasa “persidangan secara elektronik” diperjelas bahwa proses memeriksa serta mengadili suatu perkara dilakukan oleh pengadilan dengan adanya dukungan teknologi informasi masa kini serta komunikasi secara digital. Hal ini digunakan dalam seluruh proses persidangan mulai dari pembacaan gugatan, putusan hingga upaya hukum banding. Melihat hal ini, sejatinya tidak terdapat perbedaan signifikan antara proses pengadilan E-Court dan konvensional yang tentu menjamin adanya konsistensi peradilan dalam penyelesaian perkara.


Inilah Tahapan-Tahapan dalam E-Court!

1) E-Filing

Merupakan awal mula untuk mengakses E-Court, di mana pengguna melakukan pendaftaran perkara secara online. Sebelum itu, pengguna harus memastikan dirinya  telah mendaftarkan diri dalam akun E-Court melalui validitas dari seorang advokat. Dalam E-Filing, perkara yang dapat didaftarkan di antaranya adalah: 

a. Perdata gugatan;

b. Perdata bantahan;

c. Perdata gugatan sederhana; dan

d. Perdata permohonan.


2) E-Skum

E-Skum atau pembayaran panjar biaya online dilakukan setelah penggugat mendaftarkan perkaranya dan mendapatkan taksiran biaya terkait perkara tersebut. Setelah mendapatkan berkas data E-Skum, penggugat membayarkan biaya perkara kepada bank yang bekerja sama dengan E-Court, yang mana setelahnya akan dilakukan verifikasi dan pemberian nomor register perkara oleh panitera. 


3) Pengiriman Dokumen Persidangan secara Digital

Sebagaimana sidang pada umumnya, terdapat adanya pengiriman berkas yang berkaitan dengan perkara, di antaranya adalah: 

a. Gugatan;

b. Jawaban;

c. Replik;

d. Duplik; dan

e. Kesimpulan. 


Setelah berkas tersebut dikirimkan melalui sistem digital, panitera akan melakukan verifikasi secara manual dan menyampaikan berkas perkara kepada ketua pengadilan. Setelah dikonfirmasi, ketua pengadilan akan menentukan dan membuat penetapan terkait siapa majelis hakim yang berwenang dalam perkara tersebut.


4) E-Summons

E-Summons  merupakan pemanggilan tergugat secara elektronik, yang di mana tetaplah akan disampaikan pula surat pemanggilan secara konvensional yang terdiri dari beberapa dokumen administratif, yaitu: 

a. Surat penetapan hari sidang pertama;

b. Surat panggilan;

c. Berita acara pemanggilan; dan 

d. Daftar perkara. 


5) E-Litigation

Setelah seluruh langkah diatas terpenuhi dan apabila pada hari sidang berlangsung tidak ada ketentuan atau force majeure yang mengintervensi jalannya persidangan, maka persidangan akan dilaksanakan secara daring dengan platform yang disepakati. 


Kesimpulannya adalah…

Eksistensi E-Court saat ini diharapkan dan dipandang sebagai sebuah inovasi yang akan membantu sistem peradilan di Indonesia dalam menemukan tujuannya, yaitu keadilan. Meskipun begitu, saat ini sistematika E-Court belum bisa dibilang sempurna dalam menggantikan peradilan konvensional secara sepenuhnya. Masih terdapat celah hukum yang perlu diperbaiki guna nantinya sistem E-Court ini dapat dijalankan dengan tanpa celah sedikitpun. 


Demikian artikel mengenai tahapan E-Court atau peradilan online dalam hukum perdata di Indonesia, Semoga bermanfaat!


Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis. 

E-Court atau peradilan elektronik adalah inovasi sistem peradilan perdata di Indonesia yang memungkinkan proses persidangan dilakukan secara daring, mulai dari pendaftaran perkara (E-Filing), pembayaran biaya (E-Skum), pengiriman dokumen, pemanggilan pihak (E-Summons), hingga sidang elektronik (E-Litigation). Layanan ini saat ini hanya dapat diakses oleh advokat yang telah terdaftar dan divalidasi oleh pengadilan tinggi, sebagai langkah kehati-hatian menghadapi risiko keamanan dan beban sistem. E-Court diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2019 yang diubah melalui Perma No. 7 Tahun 2022 sebagai bagian dari Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Meski dianggap dapat mendukung efisiensi dan akses keadilan, sistem ini belum sepenuhnya sempurna dan masih membutuhkan penyempurnaan regulasi agar bisa menggantikan peradilan konvensional secara menyeluruh.

Referensi

Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang  Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik (“Perma 7/2022”).


Artikel Website

E-Court Mahkamah Agung RI, ecourt.mahkamahagung.go.id. Tersedia Pada https://ecourt.mahkamahagung.go.id/ 

Internship Team. “Tanya Jawab Seputar E-Court”. pn-makassar.go.id. Tersedia pada https://www.pn-makassar.go.id/website/index.php/layanan-publik/69-e-court-pengadilan-negeri-makassar/674-tanya-jawab-seputar-e-court-faq#:~:text=Siapa%20saja%20yang%20dapat%20menggunakan,masih%20terbatas%20pada%20kalangan%20Advokat

Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Malang, “Ketentuan E-Court di Pengadilan Negeri Malang,” diakses melalui https://pn-malang.go.id/ketentuan-e-court-di-pengadilan-negeri-malang/ pada tanggal 2 Maret 2022.

Sigar Aji Poerana, S.H. “Pelaksanaan E-Court dalam pengadilan dan manfaatnya” hukumonline.com 22 Februari 2023. Tersedia pada https://www.hukumonline.com/klinik/a/pelaksanaan-i-e-court-i-dan-manfaatnya-lt5e2577a68ea0d/ 

Simson Seran, S.H., M.H.”Peradilan Elektronik : Tantangan , Kenyataan, dan Harapan” ptun-denpasar.go.id. 7 April 2022. Tersedia Pada https://www.ptun-denpasar.go.id/artikel/baca/13