Baru-baru ini Bali digemparkan dengan kasus penembakan yang melibatkan Warga Negara Asing (WNA) asal Australia. Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu, 14 Juni 2025 sekitar pukul 00.20 WITA bertempat di Jalan Pantai Munggu, Gang Maja Villa Casa Santisya 1, Mengwi, Badung. Dua korban atas nama Radmanovic Zidan (33), meninggal dunia dan Sanar Ghanim (34) mengalami luka tembak di kaki.


Tim Resmob Ditreskrimum Polda Bali membeberkan kronologi kejadian setelah memeriksa saksi-saksi di lokasi. Saksi pertama, J, merupakan istri Zivan saat itu tengah dalam posisi tidur mengaku mendengar teriakan suaminya. Saksi juga mendengar Sanar berteriak dari kamarnya dan mendengar tembakan. Kemudian saksi lari ke luar kamar dan berteriak melihat Sanar yang berdarah, ia lalu ke toilet mengecek keadaan suaminya dan melihat pelaku melarikan diri ke luar villa.


Saksi kedua, ABW, menerangkan bahwa sekitar pukul 00.20 ia mendengar suara teriakan. Lalu, saksi melihat seseorang diduga pelaku menggunakan sepeda motor matic kecil, jaket hijau, dengan masker hitam, dan helm gelap. Pelaku kemudian menyalakan motornya dan melarikan diri ke arah barat menuju jalan raya.


Tim kepolisian kemudian melacak pelaku menggunakan alat bukti yang tertinggal berupa palu (Big Hammer). Dari palu itu, polisi menemukan barcode dan ditelusuri pembeliannya di sebuah toko. Polisi melihat CCTV saat pembelian termasuk rental sepeda motor. Hasil rekaman CCTV diserahkan ke pihak Ditjen Imigrasi untuk mencari face recognition. Diketahui pelaku bernama Jenson Darcy Francesco, pelaku sempat melarikan diri. Namun, pelaku akhirnya ditangkap di Hotel Sheraton Bandara Soetta saat hendak melarikan diri ke Batam melalui jalur darat.


Dari keterangan pelaku, ia mengaku dibantu oleh dua orang pembunuh bayaran yang telah melarikan diri ke Phnom Penh. Kedua pelaku tersebut adalah Tupou (26) dan Coskun (22). Dari hasil pelacakan polisi, keduanya sudah tiba di Singapura untuk selanjutnya berangkat ke Phnom Penh. Pelaku kemudian diringkus di Bandara Changi, pada Selasa, 17 Juni 2025. Hingga saat ini, polisi masih menyelidiki motif pelaku pembunuh dua WNA Australia.

Berdasarkan kronologi tersebut, bagaimana pengaturan terhadap WNA yang melakukan tindak pidana di Indonesia? Bagaimana mekanisme hukuman terhadap WNA? Simak dalam artikel ini!


Dasar Hukum: Asas Teritorial 

Asas teritorial merupakan prinsip yang menyatakan bahwa suatu negara memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk menetapkan hukumnya dalam wilayahnya, termasuk pada daratan, perairan, dan wilayah udara di atasnya. Pengaturan asas teritorial tercantum pada Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi, “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan dengan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.”


Ada pun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nusantara), asas teritorial diatur pada Pasal 4 huruf a, di mana ketentuan pidana dalam undang-undang berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 4 UU KUHP Nusantara, yang dimaksud satu kesatuan wilayah berupa daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, ruang udara diatasnya serta seluruh wilayah yang batas dan hak negara di laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen yang diatur undang-undang.

Berdasarkan prinsip asas teritorial, pelaku dapat dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Selain itu, pelaku juga terjerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman pidana penjara paling lama lima belas tahun.


Bagaimana Mekanisme Hukuman terhadap WNA?

Mekanisme hukuman terhadap WNA yang melakukan tindak pidana di Indonesia akan disesuaikan terhadap yurisdiksi Indonesia berdasarkan asas teritorial. Mekanisme hukum acara tentunya dimulai dari penangkapan dan penahanan pelaku, kemudian dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan oleh kepolisian guna mengumpulkan bukti dan keterangan. Setelah itu, dilakukan penuntutan oleh Jaksa. Pelaku lalu menjalani persidangan dan dapat didampingi oleh penasihat hukum dan penerjemah. Jika pelaku bersalah, hukuman dapat berupa pidana penjara, denda, deportasi (setelah menjalani hukuman), dalam kasus tertentu seperti korupsi atau pencucian uang, perizinan palsu, penipuan internasional, pelaku akan dicekal ketika ke Indonesia sebagai sanksi administratif berdasarkan kewenangan imigrasi dan penegak hukum.


Namun, yang membedakan adalah adanya konsiderasi khusus seperti pemberitahuan kepada kedutaan atau Wisma WNA. Penegak hukum akan menginformasikan penahanan WNA kepada perwakilan negara asal. Kemudian WNA juga berhak atas bantuan dari perwakilan diplomatik negaranya, tetapi tidak menghapus kewajiban hukum di Indonesia. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 36 Ayat (1) huruf b Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler yang diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982.


Salah satu contoh putusan hukuman terhadap WNA terdapat dalam Putusan PN Denpasar Nomor 777/Pid.B/2023/PN Dps yang menjatuhkan hukuman 7 tahun 6 bulan penjara terhadap Gurmej Singh dan Ajaypal Singh. Kedua WNA asal India terlibat terhadap kasus penganiayaan hingga mengakibatkan korbannya meninggal dunia. Pengadilan menyatakan bahwa pelaku melanggar Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP, serta Pasal 351 KUHP.


Tindak pidana dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa terkecuali, baik oleh warga negara asli maupun WNA yang berada di sebuah negara. Indonesia menganut asas teritorial yang tercantum dalam Pasal 2 KUHP, hal ini bermakna siapa saja dapat dikenakan hukuman jika melakukan tindak kejahatan di wilayah NKRI. Mekanisme hukuman terhadap WNA disesuaikan berdasarkan yurisdiksi yang berlaku di Indonesia dengan memperhatikan konsiderasi khusus seperti pemberitahuan kepada kedutaan atau wakil negara asal. WNA juga dapat meminta bantuan dari perwakilan diplomatik negaranya namun tidak menghapus kewajiban hukumnya di Indonesia.


Kasus penembakan yang melibatkan WNA asal Australia terjadi di Bali pada 14 Juni 2025, menewaskan satu korban dan melukai satu lainnya. Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti, polisi berhasil mengidentifikasi pelaku utama Jenson Darcy Francesco beserta dua pembunuh bayaran yang melarikan diri ke Phnom Penh, dan ketiganya berhasil ditangkap. Sesuai asas teritorial yang diatur dalam KUHP dan KUHP Nusantara, Indonesia berwenang menjerat pelaku dengan Pasal 340 dan 338 KUHP, tanpa memandang kewarganegaraan. Proses hukum terhadap WNA mencakup penangkapan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan, dengan mempertimbangkan hak diplomatik seperti pemberitahuan ke kedutaan, namun tanpa menghapus kewajiban hukum pelaku di Indonesia.

Referensi

Hukmana, Siti Yona. “Kronologi Penembakan 2 WNA Australia di Bali.” metronews.com. 18 Juni 2025. Tersedia pada https://www.metrotvnews.com/read/kM6CRA95-kronologi-penembakan-2-wna-australia-di-bali. Diakses pada 20 Juni 2025.

Sari, Haryanti Puspa, Ramadhan, Ardhito. “Kronologi Imigrasi Tangkan WN Australia Pelaku Penembakan WNA di Bali.” nasional.kompas.com. 18 Juni 2025. Tersedia pada https://nasional.kompas.com/read/2025/06/18/19132311/kronologi-imigrasi-tangkap-wn-australia-pelaku-penembakan-wna-di-bali. Diakses pada 20 Juni 2025.

Kharismaningtyas. “Motif Penembakan Warga Austrlia di Badung Masih Diselidiki, 3 WNA Ditangkap Polisi.” kompas.tv. 21 Juni 2025. Tersedia pada https://www.kompas.tv/nasional/600883/motif-penembakan-warga-australia-di-badung-masih-diselidiki-3-wna-ditangkap-polisi. Diakses pada 22 Juni 2025

Antara. “Polisi Tetapkan Tiga WNA Austrlia sebagai Tersangka Penembakan di Bali.” tempo.co. Tersedia pada https://www.tempo.co/hukum/polisi-tetapkan-tiga-wna-australia-sebagai-tersangka-penembakan-di-bali-1735433. Diakses pada 22 Juni 2025