Jakarta, Kunci Hukum - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Selasa (18/11/2025) mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Keputusan tersebut menandai selesainya proses legislasi yang telah melalui diskusi intens di Komisi III serta pembahasan dengan pemerintah.


Rapat yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani itu dihadiri oleh para wakil ketua DPR, perwakilan pemerintah termasuk Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, serta 242 anggota dewan. Pengambilan keputusan dilakukan setelah penyampaian laporan oleh Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang merangkum hasil pembahasan bersama Panitia Kerja RUU KUHAP.


“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” ujar Puan dalam paripurna, Selasa (18/11/2025), dikutip dari Detik.com.


Seruan itu langsung dijawab serempak oleh anggota dewan dengan kata “Setuju,” sebelum palu diketuk sebagai tanda pengesahan.


Proses ini dilakukan sebagai respons terhadap kebutuhan pembaruan hukum acara pidana yang sudah lama disorot publik dan lembaga penegak hukum. KUHAP sebelumnya telah berlaku selama lebih dari empat dekade, sehingga banyak ketentuan dianggap tak lagi sejalan dengan perkembangan hukum nasional maupun dinamika sistem peradilan modern.


Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa penyusunan RUU KUHAP dilakukan dengan pendekatan terbuka serta inklusif. “Seluruh proses penyusunan RUU KUHAP dilaksanakan secara partisipatif dan terbuka dengan melibatkan akademisi, praktisi hukum, organisasi profesi, masyarakat sipil, serta kelompok rentan,” ucapnya dalam rapat bersama Komisi III, Kamis (12/11/2025), dikutip dari Detik.com.


Sepanjang proses pembahasan, RUU KUHAP ditetapkan 14 substansi utama sebagai dasar pembaruan, yaitu diantaranya:


  1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
  2. Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
  3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat.
  4. Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga.
  5. Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan.
  6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.
  7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
  8. Perlindungan khusus kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.
  9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan.
  10. Perbaikan pengaturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law.
  11. Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.
  12. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
  13. Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan.
  14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.


Menjelang pengesahan, beredar sejumlah informasi keliru terkait isi RUU KUHAP. Puan meminta masyarakat tidak terpengaruh kabar tidak benar tersebut. “Penjelasan dari Ketua Komisi III saya kira cukup bisa dipahami. Jadi hoaks-hoaks yang beredar itu tidak betul, dan semoga kesalahpahaman bisa kita luruskan,” tutur Puan, Selasa (18/11/2025), dikutip dari Kompas.com.


Habiburokhman juga menegaskan adanya empat isu menyesatkan yang sempat marak, seperti tuduhan bahwa aparat dapat melakukan penyadapan tanpa dasar hukum atau membekukan rekening secara sepihak. Ia memastikan seluruh isu tersebut tidak sesuai dengan naskah final yang disahkan.


Dengan ketukan palu tersebut, Indonesia memasuki tahap baru dalam mekanisme hukum acara pidana. Pemerintah dan DPR menyatakan bahwa hadirnya undang-undang ini diharapkan memperkuat akuntabilitas penegakan hukum dan memberikan kepastian bagi seluruh pihak dalam proses peradilan.


Penulis: Fuji Mayumi Riyenti

Editor: Kayla Stefani Magdalena Tobing